Ekoregion sebagai Unit Analisis Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Cerita Publik
cerita-publik
Published in
4 min readJun 25, 2019

Memahami konsep ekoregion merupakan hal yang penting sebelum melakukan analisis hingga pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, seperti rencana tata ruang, rencana pembangunan, dan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Artikel ini akan memaparkan hal-hal dasar/konseptual mengenai ekoregion.

Latar Belakang Penetapan Ekoregion

Ekoregion menjadi salah satu asas dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH). Maksud dari “asas ekoregion” adalah harus diperhatikannya karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal, dalam setiap upaya PPLH [1]. Di samping itu, ekoregion juga dijadikan sebagai unit spasial dalam inventarisasi dan analisis lingkungan hidup. Hal ini untuk memastikan terlaksananya koordinasi horizontal antar wilayah administrasi yang saling bergantung (misalnya hulu-hilir) dalam PPLH. Penetapan ekoregion memungkinkan kita melihat keterkaitan, interaksi, dan interdependensi, serta dinamika pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam, maupun permasalahan lingkungan hidup di wilayah ekoregion [2].

Definisi Ekoregion

Konsep ekoregion dapat dikatakan sebagai perwujudan konsep ekosistem, atau dapat dikatakan sebagai ekosistem region [3]. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), ekoregion didefinisikan sebagai wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup [1].

Penetapan Ekoregion di Indonesia

Pada tahapan perencanaan PPLH, penetapan wilayah ekoregion dilakukan dengan mempertimbangkan kesamaan [1]: (1) karakteristik bentang alam; (2) daerah aliran sungai; (3) iklim; (4) flora dan fauna; (5) sosial budaya; (6) ekonomi; (7) kelembagaan masyarakat; (8) hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Dalam implementasinya, penetapan ekoregion menggunakan kedelapan parameter yang telah disebutkan merupakan hal yang cukup sulit di Indonesia, karena ketersediaan data yang tidak merata di seluruh wilayah. Implikasinya, penetapan ekoregion yang telah dilakukan di Indonesia saat ini belum sepenuhnya menggunakan konsep dasar ekologi, yang mengasumsikan adanya hubungan erat yang saling mempengaruhi antara iklim, ketinggian tempat, tipe batuan, bentuk lahan, tanah, kondisi hidrologi, dan organisme [4]. Distribusi ekoregion divisualisasikan dalam bentuk peta ekoregion yang biasanya memuat informasi mengenai karakteritik bentang alam berupa geomorfologi dan morfogenesa, yang mampu mendelineasi batas-batas karakteristik wilayah [3].

Geomorfologi adalah deskripsi kualitatif bentuk permukaan bumi, seperti dataran perbukitan, dan pegunungan; deskripsi kuantitatif bentuk permukaan bumi, seperti kelerengan, panjang lereng, ketinggian, dan lainnya. Sementara itu, morfogenesa berkaitan dengan asal mula dan perkembangan, serta proses pembentukan bentuk lahan [4]. Kedua unsur ini dipertimbangkan sebagai pendekatan karena memiliki sifat statis, yaitu apabila terjadi perubahan, perubahannya terjadi dalam jangka panjang. Berbeda halnya dengan unsur manusia, flora dan fauna yang sifatnya lebih dinamis, sehingga hanya digunakan sebagai faktor pengisi [2].

Berdasarkan unsur geomorfologi, ekoregion daratan dibagi dalam tiga kelas, yaitu dataran, perbukitan, dan pegunungan. Berdasarkan morfogenesanya, ekoregion darat dibagi dalam 10 kelompok, antara lain: marin, fluvial, vulkanik, solusional, denudasional, organik, glasial, aeolian, dan antrophogenik [2].

Ekoregion di Indonesia

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan wilayah Ekoregion Indonesia pada pulau, kepulauan, dan laut yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan wilayah perairan NKRI. Batas wilayah ekoregion yang ditetapkan ini bersifat indikatif dan berisi informasi karakteristik bentang alam Ekoregion Indonesia. Informasi ini menjadi acuan untuk melaksanakan [5]:

  1. Inventarisasi lingkungan hidup dan pemetaan rinci ekoregion;
  2. Pengukuran daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan
  3. Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Referensi:

[1] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

[2] Dariah, A. Pembangunan Pertanian Berbasi Ekoregion dari Perspektif Lingkungan Hidup, (online, http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/ekoregion/Bab-II-1.pdf).

[3] Riqqi, A., Hendaryanto, Safitri, S., Mashita, N., Sulistyawati, E., Norvyani, D.A., Afriyanie, D. (2018). Pemetaan Jasa Ekosistem, Prosiding Seminar Nasional Geomatika 2018, (online, http://semnas.big.go.id/index.php/SN/article/view/962/275).

[4] Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan (Vol 1). Jakarta, Indonesia: Deputi Tata Lingkungan.

[5] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia.

--

--

Cerita Publik
cerita-publik

An accessible and easy-to-digest digital content about public sector.