Kebijakan Satu Peta dan Percepatan Pelaksanaannya

Cerita Publik
cerita-publik
Published in
5 min readMay 2, 2017

Latar Belakang Kebijakan Satu Peta

Kebijakan Satu Peta (KSP) dilatarbelakangi oleh suatu pertanyaan sederhana pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, “Berapa luas hutan di Indonesia?”. Lebih tepatnya, dilansir dari hasil wawancara REDD-Monitor dengan Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), pada tahun 2010, UKP4 melaporkan adanya perbedaan signifikan antara peta tutupan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Departemen Kehutanan (Dephut). Hal tersebut tentunya menimbulkan kebingungan — peta mana yang harus dijadikan sebagai acuan. Pasalnya, sebagai salah satu bentuk data spasial, peta yang digunakan akan mempengaruhi kebijakan yang dibuat [1].

Perbedaan data spasial yang terjadi antar lembaga disebabkan masing-masing lembaga memiliki spesifikasi atau standarnya masing-masing. Contohnya, dalam ihwal penguasaan lahan, sebelum adanya KSP, setidaknya terdapat empat Undang-Undang yang dijadikan dasar penguasaan lahan oleh sejumlah instansi, yaitu Kementerian Kehutaan yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; Kementerian ESDM yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan Pemerintah Daerah yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang [2]. KSP ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan data — terutama data spasial — yang tidak standar dan tidak terintegrasi antar lembaga.

Apa itu Kebijakan Satu Peta?

Kebijakan Satu Peta (KSP) dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. UU ini terutama mengatur tentang penyelenggaraan informasi geospasial untuk menjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum dari data yang ada. Berdasarkan amanat UU ini pula, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) digantikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), sebagai penyelenggara Informasi Geospasial Dasar (IGD) [3].

Konsep KSP meliputi One Reference, One Standard, One Database, dan One Geoportal. Pada dasarnya, konsep KSP berbicara tentang bagaimana menjadikan seluruh informasi spasial yang diproduksi berbagai sektor mengacu pada satu referensi tunggal sehingga terintegrasi satu sama lain. Referensi tunggal ini adalah IGD (peta) yang ditetapkan oleh BIG.

  1. Satu Referensi (One Reference) artinya menggunakan satu peta dasar yang ditetapkan oleh BIG sebagai acuan untuk pembuatan peta tematik berbagai kementerian/lembaga.
  2. Satu Standar (One Standard), yaitu menerapkan definisi, metodologi, dan klasifikasi yang sama sesuai standar yang ditetapkan oleh BIG.
  3. Satu Basis Data (One Database) sebagai pusat data — baik spasial ataupun non spasial — yang terintegrasi antara berbagai pihak guna mengurangi risiko pengadaan data ganda dan sulitnya menemukan keberadaan suatu set data.
  4. Satu Geoportal (One Geoportal) memungkinkan terjadinya proses tukar-pakai data yang lebih mudah antar kementerian/lembaga, serta transparan dan terbuka bagi publik.

Keberjalanan Kebijakan Satu Peta

Istilah “One Map Policy” — atau “Kebijakan Satu Peta (KSP)” — baru-baru ini kembali mengemuka ke publik setelah sempat tenggelam di antara berbagai isu pemerintahan lainnya, yaitu setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta. Perpres ini bertujuan untuk memperbaiki data di masing-masing sektor dengan kegiatan utama,antara lain kompilasi data IGT; integrasi data IGT melalui koreksi dan verifikasi IGT terhadap IGD; sinkronisasi dan penyelarasan antar data IGT yang terintegrasi; dan penyusunan rekomendasi dan fasilitasi penyelesaian permasalahan IGT [4].

Percepatan Pelaksanaan KSP bertujuan untuk memenuhi kebutuhan satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional. Kegiatan ini selanjutnya berfungsi sebagai acuan perbaikan data IGT masing-masing sektor dan acuan perencanaan pemanfaatan ruang skala luas yang terintegrasi dalam dokumen Rencana Tata Ruang [4].

Berikut ini merupakan berbagai manfaat yang diharapkan mampu pula dicapai melalui KSP [5].

  1. Mempermudah dan mempercepat penyelesaian konflik tumpang tindih pemanfaatan lahan dan batas daerah
  2. Mempercepat pelaksanaan program-program pembangunan, baik pengembangan kawasan maupun infrastruktur.
  3. Mempermudah dan mempercepat proses percepatan penerbitan perijinan yang terkait dengan pemanfaatan lahan.
  4. Mempermudah pelaksanaan simulasi yang menggunakan peta seperti mitigasi bencana, menjaga kelestarian lingkungan, hingga keperluan pertahanan
  5. Meningkatkan kehandalan informasi terkait lokasi dari berbagai aktifitas ekonomi karena hal ini dapat memberikan kepastian usaha.

Pemerintah menargetkan penyelesaian peta-peta tematik bertahap sesuai Rencana Aksi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta sampai dengan tahun 2019 [4]. Dilansir dari BIG (2016), pada sambutan Rapat Koordinasi Teknik Kelompok Kerja IGT Tahun 2016, Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan bahwa Presiden meminta agar penyusunan satu peta dilaksanakan berdasarkan prioritas wilayah dan dimulai dengan wilayah yang banyak permasalahan, sehingga satu wilayah berdasarkan prioritasnya dan komplit memuat berbagai data tematik [6].

Beberapa peta yang tercantum dalam rencana aksi, antara lain

  1. Peta penetapan kawasan hutan tahap I, Desember 2016 target selesai 17 provinsi.
  2. Peta penetapan kawasan hutan tahap II, Desember 2017 target selesai 17 provinsi lainnya.
  3. Peta izin pemanfaatan kawasan hutan baik HPH, HTI, maupun restorasi ekosistem tahap I, Desember 2016 target selesai 11 provinsi.
  4. Peta izin pemanfaatan kawasan hutan baik HPH, HTI, maupun restorasi ekosistem tahap II dan III, 2018 target selesai 12 provinsi untuk tahap II dan 11 provinsi di tahap III.
  5. Peta hutan tanaman rakyat, September 2016 target selesai untuk seluruh Indonesia.
  6. Peta tematik perda tanah ulayat, Juni 2019 target selesai keseluruhan.

Untuk mencapai target ambisius dari kebijakan ini, pemerintah membentuk Tim Percepatan dan Tim Pelaksana. Tugas dari Tim Percepatan, antara lain melakukan koordinasi; membuat dan menetapkan kebijakan penyelesaian masalah dan hambatan percepatan KSP; memantau evaluasi dan rencana aksi percepatan KSP; dan memberikan arahan kepada Tim Pelaksana. Tim ini diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang beranggotakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Menteri Dalam Negeri; Menteri Keuangan; Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; dan Sekretaris Kabinet

Sementara itu, Tim Pelaksana memiliki tugas, antara lain koordinasi teknis percepatan satu peta terkait rencana aksi; menetapkan langkah-langkah dan kebijakan dalam penyelesaian masalah dan hambatan percepatan serta monitoring; evaluasi pelaksanaan rencana aksi; dan menyusun mekanisme berbagi data IGT. Tim ini diketuai oleh Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG); Wakil Ketua I, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas; Wakil Ketua II, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri; serta dua anggota Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu dan Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet.

Sayangnya, hingga artikel ini dituliskan, program yang dipersiapkan sejak 2016 ini sulit dijalankan karena kendala pencocokan data peta antar kementerian dan lembaga. Selain itu, Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan bahwa, program KSP belum bisa berjalan karena peta dasar yang akan menjadi acuan belum 100% selesai, beberapa contoh permasalahan di antaranya, terdapat batas desa yang masih belum 100% sinkron, serta adanya daerah yang saling tumpang tindih, maupun kosong (Republika (17/04/2017)) [7].

Referensi:

[1] http://www.redd-monitor.org/2012/09/20/interview-with-kuntoro-mangkusubroto/

[2] http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/redam-konflik-penguasaan-lahan-badan-informasi-geospasial-susun-satu-peta-dasar

[3] Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial

[4] Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

[5] http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/one-map-policy-satu-peta-untuk-satu-indonesi

[6] http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/big-kembali-gelar-rapat-koordinasi-teknik-kelompok-kerja-igt-tahun-2016-

[7] http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/04/06/onz7t3383-pemerintah-segera-luncurkan-program-kebijakan-satu-peta

--

--

Cerita Publik
cerita-publik

An accessible and easy-to-digest digital content about public sector.