Carilah Mentor dan Jadilah Mentor!

Ravi Mahfunda
Chevalier Lab
Published in
5 min readJun 30, 2019

Salah satu junior ku bertanya “kenapa sih kakak memperdulikan junior-junior yang bahkan tidak kenal kakak?”, ku jawab “Entah, aku tidak mau saja mereka seperti aku yang kebingungan mencari arah”.

Grayscaled Bird’s Nest by Pixabay

Sebenarnya aku juga tidak pernah berpikir panjang tentang hal ini, hanya seperti ada dorongan untuk melakukan itu. Aku pribadi merupakan orang yang mudah iri dengan seseorang, jadi dorongan ini sedikit kontradiktif dengan pikiran ku sendiri. Tapi entah mengapa aku masih melakukan ini. Dan tulisan ini aku buat untuk menguak sebenarnya motivasi dari dorongan ini sekaligus mengajak kalian untuk melakukan hal yang sama.

They said “find a mentor”, but …

Pertama-tama keresahan ku, saat aku beberapa menghadiri acara pengembangan karir, membaca artikel, atau menikmati konten digital lainnya sering kali muncul saran yang menarik yaitu “cari lah mentor”. Aku sangat setuju dengan hal ini, peranan bimbingan personal akan sangat membantu. Hal ini sangat jauh berbeda dengan bentuk bimbingan kelompok atau mengikuti workshop atau seminar.

Cambukan mentor itu nyata

Hanya dengan keberadaan seorang mentor bisa membuat kita lebih percaya diri untuk melangkah. Sosok yang selalu bisa menjadi tempat bertanya dan diskusi agar tidak tersesat. Tempat berbagi kebingungan dan mencari solusi. Dan yang paling penting, sosok mentor menjadi kunci penting dalam menyelesaikan dilemma dan keraguan.

Dengan memiliki mentor, kita memiliki pengawas yang akan memecut semangat berkembang kita. Dengan memiliki mentor pula, langkah yang kita ambil juga lebih efektif dan apa juga bisa lebih fokus dengan apa yang ingin kita tuju. Namun, saat saran untuk mencari mentor sudah terbenam “Okay, aku harus cari mentor!” — muncul pertanyaan selanjutnya “Siapa yang bisa/mau jadi mentor ku ya?”

Mentor-in aku dong! Please!

Sejauh ini aku sering mendengar saran untuk mencari mentor, namun aku belum pernah mendengar ajakan untuk menjadi seorang mentor. Dan harus diakui, menjadi seorang mentor bukan hal yang mudah. Kebanyakan orang selalu merasa bodoh dan tidak merasa pantas untuk menjadi seorang mentor. Dengan tinggi nya kebutuhan mentor, namun dengan kondisi mental yang seperti itu — lantas siapa yang akan menjadi mentor?

Menurut ku pribadi, poin utama dari menjadi seorang mentor bukan lah itu. Apakah kita pantas atau tidak, apakah kita sudah mampu atau tidak. Hal pertama yang diperlukan untuk menjadi seorang mentor adalah rasa peduli untuk mencampuri urusan orang lain (dalam hal ini untuk si mentee tersebut). Karna menjadi mentor akan bersentuhan banyak dengan keraguan dan memberi saran, berempati dan memberi solusi.

Aku tidak tahu apakah alasan-alasan diatas dibuat hanya untuk menghindari tanggung jawab untuk menjadi seorang mentor atau hanya kurang nya rasa peduli. Bahkan mungkin karna kita hanya sibuk mengurusi diri kita dan keegoisan kita sendiri.

“When you tried to achieve something for yourself, you gained less than you lost” — Ravi Mahfunda, 2019

Aku tidak bilang egois untuk mengejar sesuatu itu tidak salah, namun saat kita mengejar itu aku percaya kita kehilangan sesuatu yang lebih besar — kebermanfaatan untuk orang lain.

Jadi mentor kuy

Disini aku mau ngajak kalian untuk mari kita menjadi mentor untuk junior-junior kita, baik itu di lingkungan akademik, komunitas, rekan kerja, bahkan teman sekitar — mari kita lebih peduli dengan sekitar. But, wait… kenapa kita harus jadi mentor?. Selain dari rendahnya ketersediaan mentor, here is what i propose.

First, end the goddamn devil’s circle

Kita pernah cupu, bimbang, terombang ambing, dan labil. Bingung mencari arah dan dipenuhi keraguan. Sekarang kita sudah mampu berdiri dan tegap menatap kedepan. But, akan terus bermunculan generasi-generasi baru yang terombang ambing. Jika kita diam, hal ini akan tidak akan berhenti. Siklus ini akan terus berputar. Muncul generasi baru — bingung — berjuang sendiri — mapan — berkembang sendiri dan seterus nya.

Tiap tahun, tiap bulan, tiap hari akan selalu ada orang yang kebingungan dalam memulai sesuatu. They are struggling when we knew how to overcome it.

Next, #PayItForward

Aku dulu pernah nonton film judulnya Pay it forward, enggak nonton dari awal tapi cuma satu cuplikan aja. Tapi satu cuplikan ini mengubah cara pandang ku buat melakukan sesuatu. Kalo kalian awam dengan ungkapan “hanya memberi, tak harap kembali” konsep nya seperti itu, bedanya kita memberi tapi tetap berharap kembali hanya saja bukan dikembalikan ke kita.

Seperti judul filmnya, “bayar lah ke depan”. Atau kalau di translasi kan berdasarkan konteks “Balas budi lah ke orang lain”. Saat kamu ku bantu, jangan membalas budi ke aku. Balas lah hutang mu dengan membantu orang lain. Lah kok gitu?!

Jadi gini malih, bayangin kalo misal kamu balas budi nya dibalikin ke orang nya. Lingkaran nya bakal

dia bantu kamu— kamu bantu dia — dia bantu kamu — kamu bantu dia

entitas dan dampaknya bakal di kalian aja dan lingkup nya kecil, tapi gimana kalo sebenernya kita bisa mengubah dunia (LOL). Kalo dengan konsep PIF(Pay it forward) lingkaran nya bakal kayak gini

Si A bantu kamu — kamu bantu Si B— Si B bantu kamu Si C— Si C bantu Si D dan seterusnya

dampaknya bakal lebih luas, dan gerakan ini bakal memberi manfaat yang lebih besar. Maka dari itu bantuin viral in dong #PayItForward…and btw ini film nya.

Now, be a mentor

Masih bingung kenapa kita harus jadi mentor? I hope not. Dengan menjadi mentor dan menerapkan PIF kita bisa membuat siklus baru untuk masalah lah ini, dimana tidak perlu ada lagi anak baru kebingungan dalam memulai sesuatu. Dan ingat! Selalu tekankan untuk meneruskan siklus ini dengan mengarahkan mereka untuk menjadi mentor pula — because… Pay it forward

Aku pribadi selalu menekan kan hal ini ke junior-junior ku untuk mengarahkan dan membimbing junior nya nanti dan mengingatkan juniornya untuk membimbing junior nanti.

Emang dampak nya apa? Woh banyak, yang paling sederhananya adalah kita akan menghasilkan generasi baru yang lebih baik — masa depan yang lebih baik pula. Menciptakan tempat yang lebih untuk anak cucu kita nanti bukan kah itu impian semua orang.

Peace :D

--

--

Ravi Mahfunda
Chevalier Lab

M.24 • Product Designer • No-code Builder • Community Organizer