Inovasi dan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Local Economis Development (LED): Optimalisasi Pengemasan dan Pembersihan Produk Pertanian di Perdesaan

HMGP Citrakara Mandala UGM
Citrakara Mandala
Published in
6 min readJun 9, 2023

Penulis: Adellia Putri Rachmasari, Aflah Aulya Rachmi, Revario Ravane Lee Kitaro

| Divisi Riset dan Keilmuan
Kabinet Garda Cipta HMGP UGM 2023

Foto oleh Dan Meyers di Unsplash

Pembangunan wilayah erat kaitannya dengan sistem desa-kota. Tidak hanya kota, desa juga memiliki peranan yang sangat penting dalam lingkup keruangan. Peran penting ini dapat didukung dengan adanya pembangunan perdesaan (rural development). Pembangunan perdesaan merujuk pada upaya untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan di daerah pedesaan dengan mempertimbangakan aspek-aspek yang ada di dalamnya (Salemink et al., 2017). Salah satu aspek yang umum diberdayakan dalam berbagai kajian pembahasan ialah aspek ekonomi perdesaan dan kaitannya terhadap sektor pertanian sebagai bidang yang dominan dikembangkan di perdesaan.

Perdesaan dan perkotaan tentunya memiliki karakteristik yang berbeda. Perdesaan sangat identik dengan dominasi sektor agraris serta kehidupan masyarakat yang masih kental akan budaya. Pada umumnya, perdesaan memiliki lahan pertanian yang luas dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit apabila dibandingkan dengan perkotaan. Masyarakat desa dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budayanya cenderung bersifat kekeluargaan serta patuh terhadap norma, aturan, dan orang-orang tertentu (sesepuh) yang mereka hormati. Menurut BPS tahun 2022, mayoritas penduduk miskin di Indonesia mendiami kawasan perdesaan. Salah satu penyebab dari kondisi tersebut yakni adanya ketimpangan distribusi sumber daya ekonomi antara wilayah perdesaan dengan perkotaan.

Indonesia sebagai negara agraria dan maritim masih bergantung dalam sektor pertanian. Pertanian berperan aktif dalam upaya peningkatan ketahanan pangan di Indonesia serta berfungsi menunjang kebutuhan pangan di perkotaan. Total produksi pertanian tanaman pangan yang dihasilkan dalam tingkat Nasional sebesar 54.748.977 ton di tahun 2022 berdasarkan data BPS (2022). Hasil panen tersebut sedikit berada di atas rata-rata, setelah mengalami penurunan produksi di tahun 2021 (FAO, 2022).

Umumnya hasil dari produksi pertanian di perdesaan adalah barang mentah bersifat pangan seperti padi, jagung, dan sebagainya. Hasil produksi pertanian ini tergolong ke dalam kelas kegiatan perekonomian primer di desa, yaitu mencakup kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan ekstraksi dan pemanfaatan sumber daya alam. Berdasarkan data yang tersaji dalam Statistik Nilai Tukar Petani (BPS, 2022), nilai tukar produk pertanian mengalami peningkatan sebesar 0,61% dengan angka 109,00 dibandingkan tahun 2021 sebesar 108,34. Angka tersebut didukung dengan peningkatan harga yang diterima petani sebesar 5,92% di tahun 2022. Namun, pengeluaran petani dalam konsumsi rumah tangga dan biaya produksi turut mengalami peningkatan sebesar 5,28%.

Foto dari macrovector di Freepik

Peningkatan nilai jual produk domestik hasil pertanian dapat dipacu dengan inovasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pertanian berkelanjutan. Hal tersebut perlu memenuhi beberapa kriteria dasar menurut FAO (1993:29 as cited in), yakni peningkatan produktivitas, penurunan tingkat risiko produksi, perlindungan terhadap SDA dan penurunan degradasi, peningkatan derajat hidup yang layak secara ekonomi, dan kemampuan untuk diterima secara sosial.

Salah satu inovasi yang dapat dilakukan ialah menangani masalah kemampuan pengemasan produk pertanian yang masih bersifat bulky dan mudah rusak (Purwanto, 2009) serta optimalisasi tahap pembersihan produk sebelum diekspor. Proses pembersihan produk pertanian perlu dilakukan secara optimal di wilayah perdesaan, karena kemampuan lahan yang jauh lebih baik dalam mengolah limbah dibandingkan wilayah perkotaan. Selain itu, program pengemasan produk pertanian turut berguna meningkatkan produktivitas masyarakat, baik di lingkup rumah tangga maupun komunitas yang lebih besar serta berguna sebagai langkah awal pengenalan wirausaha bagi masyarakat perdesaan. Pengemasan produk pertanian berupa bahan pangan perlu memperhatikan beberapa persyaratan yang terdiri atas 1) pengemasan bahan pangan yang impermeabel terhadap aroma dari produk, 2) kapabilitas dalam melindungi produk dari kontaminasi, kerusakan fisik, 3) efisien dan ekonomis, serta 4) mudah untuk didistribusikan (Julianti & Nurminah, 2007).

Upaya tersebut turut didukung oleh Renting et al. (2003) dalam penelitiannya terkait peran rantai pasokan pangan pendek dalam mendukung pengembangan pedesaan dengan mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan pangan yang panjang. Rantai pasokan pendek dapat mempertahankan nilai harga dan kualitas dari produk bahan mentah terutama pertanian karena produsen dan konsumen dapat berinteraksi langsung dengan hampir tidak adanya perantara. Perantara dinilai sangat merugikan perekonomian desa seperti yang sering dijumpai pada rantai pasokan panjang. Keuntungan penjualan hasil produksi harus terbagi dengan perantara. Selain itu, perantara juga mengendalikan pasar sehingga menghambat target pasar menjadi luas.

Optimalisasi pembersihan dan pengemasan produk hasil pertanian dilakukan sebagai upaya meningkatkan nilai tambah, daya saing, keuntungan, dan pendapatan petani secara sederhana. Produk hasil pertanian tersebut diharapkan mampu diterima oleh pasar secara luas dan mampu meminimalisir rantai pasokan produksi.

Sektor ekonomi utama yang ada di desa tentu adalah produksi pertanian. Menurut Sawitri dan Soepardi (2014), terdapat serangkaian kegiatan produksi pertanian yang meliputi pengolahan tanah, penanaman benih, penyiraman, pemupukan, pengendalian hama, dan panen. Rangkaian kegiatan produksi pertanian ini tidak dapat dilakukan oleh pemilik lahan sendiri, melainkan membutuhkan keterlibatan sumber daya manusia yang terampil. Desa seringkali menghadapi keterbatasan akses terhadap fasilitas pendidikan yang berkualitas termasuk sekolah dan perguruan tinggi. Kurangnya akses ini dapat membatasi kesempatan pendidikan bagi penduduk desa dan mempengaruhi tingkat keterampilan yang dapat mereka peroleh. Selain itu, kesempatan untuk mendapatkan pelatihan kerja yang relevan dan keterampilan teknis seringkali terbatas dan juga diperparah dengan diversifikasi ekonomi. Sektor ekonomi yang dominan terbatas dan cenderung mengandalkan sektor primer seperti pertanian. Kurangnya diversifikasi ekonomi ini dapat berdampak pada kekurangan peluang pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang lebih tinggi.

Solusi cerdas dan strategis untuk mengatasi permasalahan ekonomi di perdesaan yakni dengan optimalisasi potensi ekonomi lokal dengan pengembangan Local Economic Development (LED). Seperti yang diketahui bahwa setiap daerah memiliki keunikan dan keunggulan komparatifnya masing-masing yang berpeluang besar untuk dikembangkan. Pengembangan LED digerakkan oleh sumber daya manusia lokal sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masyarakatnya serta berbasis pada pengembangan komunitas atau kelompok masyarakat. Tidak hanya itu, pada pengembangan LED juga terdapat stakeholder yang bermitra untuk mengelola sumber daya lokal dengan melakukan ekspor produk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi wilayah tersebut.

Implementasi program LED di Indonesia telah diterapkan pada Kabupaten Malang, tepatnya di Kecamatan Poncokusumo. Malang dikenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah, begitu juga dengan sumber daya manusianya karena angka pertumbuhan penduduknya cukup tinggi. Program LED pada Kecamatan Poncokusumo ini diawali dengan identifikasi kebutuhan masyarakat lokal serta studi kelayakan dengan mengupayakan sinergitas antara masyarakat, pemerintah, dan ILO itu sendiri. Harapan dari program ini adalah para petani di Kecamatan Poncokusumo lebih mampu untuk mengeksplorasi ide dan mewujudkannya guna pengembangan daerah. Hal ini juga dilandaskan pada karakteristik fisik serta keunggulan komparatif Kabupaten Malang yang didominasi dengan lahan subur dataran tinggi sehingga mayoritasnya mengandalkan pada sektor agraris, baik pertanian sawah, perkebunan sayur, buah, maupun bunga. Tidak hanya itu, Malang juga memiliki potensi pariwisata yang tinggi dan termasuk wisata unggulan di Pulau Jawa. Bantuan dari ILO dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti membuat pelatihan keterampilan, penyediaan fasilitas kredit dan insentif bagi para petani, serta masih banyak lagi. Para petani di Kecamatan Poncokusumo ini juga telah merasakan manfaat nyata dari implementasi program LED, seperti pemerataan tenaga kerja di desa-desa, berkurangnya angka pengangguran, pemberdayaan masyarakat, serta pembenahan infrastruktur yang ada.

Referensi:

BPS. (2022a). Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut Provinsi 2020–2022. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/indicator/53/1498/1/luas-panen-produksi-dan-produktivitas-padi-menurut-provinsi.html

BPS. (2022b). Statistik Nilai Tukar Petani (ISSN: 1829–8834). Badan Pusat Statistik.

FAO. (2022). GIEWS Country Brief Indonesia. In FAO in Indonesia. Food and Agriculture Organization.

Indonesia.go.id. (2020, October 2). Mengawal Ketersediaan Pangan Nasional. Indonesia.go.id | Portal Informasi Indonesia.

Julianti, E., & Nurminah, M. (2006). Teknologi pengemasan. Bahan Ajar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Kurniawati, S. (2020). Kinerja Sektor Pertanian di Indonesia. In Prosiding Seminar Akademik Tahunan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan (pp. 24–31).

Purwanto, H. (2009). Teknologi Pengolah Hasil Pertanian. MEDIAGRO, 5(1), 15–19. http://dx.doi.org/10.31942/mediagro.v5i1.891

Renting, H., Marsden, T. K., & Banks, J. (2003). Understanding alternative food networks: exploring the role of short food supply chains in rural development. Environment and planning A, 35(3), 393–411.

Salemink, K., Strijker, D., & Bosworth, G. (2017). Rural development in the digital age: A systematic literature review on unequal ICT availability, adoption, and use in rural areas. Journal of Rural Studies, 54, 360–371.

Sawitri, D., & Soepriadi, I. F. (2014). Modal sosial petani dan perkembangan industri di desa sentra pertanian Kabupaten Subang dan Kabupaten Karawang. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 25(1), 17–36.

--

--