Kita Kekinian, Bumi Menanggung Beban: Menilik Dampak Gaya Berpakaian terhadap Ancaman Iklim

Novirene Tania
Citrakara Mandala
Published in
4 min readJun 24, 2021
Fashion and Sustainable Development (https://unfashionalliance.org/)

Tren media sosial yang semakin menggila ternyata memberi dampak yang begitu besar bagi kehidupan kita. Tidak hanya soal waktu generasi muda yang terkuras habis untuk bermedsos, ancaman kesehatan terlalu lama melihat layar, ataupun berita hoax yang semakin merajalela. Diakui atau tidak, zaman yang semakin canggih menuntut penggunanya untuk terus-menerus mengikuti standar kekinian unggahan yang ada di dalamnya: tampil trendy dengan busana kekinian (yang pastinya mahal) agar bisa unggah foto yang instagramable. Mirisnya, tuntutan itu berusaha untuk dipenuhi terus-menerus. Lemari rumah terus dipenuhi dengan pakaian yang berganti-ganti setiap waktu. Bosan, buang, dan beli baru lagi jadi budaya yang dibiasakan hanya untuk memperoleh ratusan hingga ribuan apresiasi positif di akun media sosial kita.

Jika budaya yang seperti di atas kita bawa dalam pembahasan yang lebih global, mungkin tidak banyak yang sudah melek bahwa gaya berpakaian kita telah menjadi pembahasan publik yang kian memanas. Nasib iklim semakin menjadi pertanyaan besar: sudah sejauh mana dunia peduli tentang nasib bumi? Sontak mayoritas orang pasti kaget kalau dampak budaya berpakaian sama ganasnya dengan akumulasi freon pendingin di rumah atau polusi kendaraan di jalan. Faktanya, industri pakaian telah mengonsumsi lebih banyak energi dibandingkan gabungan industri penerbangan dan pelayaran internasional. Sebagai gambaran, untuk membuat satu celana jeans denim, dibutuhkan 10 ribu liter air hanya untuk menumbuhkan satu kilo kapas sebagai bahannya. Maka, tidak mengherankan jika industri pakaian telah menyumbang 10% dari emisi karbon global, 20% limbah air global, dan 85% sampah tekstil yang berakhir di pembuangan sampah (UNCC, 2018).

Sudah seperti apa respons dunia?

“Industri pakaian tidak hanya memberi langkah besar dalam mengembangkan budaya dunia, tetapi sudah seharusnya lebih dalam terlibat dalam memimpin aksi peduli iklim”

- Patricia Espinosa, Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB

Berbagai pelaku usaha industri pakaian yang di berbagai negara telah banyak memunculkan diri dalam upaya penanganan dampak industri mereka terhadap kontribusi emisi karbon global. Upaya ini dilakukan melalui banyaknya pembahasan dan kesepakatan perjanjian, salah satunya adalah Fashion Climate Charter yang mempertemukan 43 pelaku industri pakaian dan turut dihadiri oleh perwakilan PBB seperti kutipan di atas. Tidak hanya sampai di situ, berbagai bentuk promosi dengan maksud menyertakan kampanye pakaian berkelanjutan terus diadakan. Pekan Mode Hijau, misalnya. Dubai memprakarsai penyelenggaraan acara ini dengan peragaan busana alternatif yang mengusung konsep #sutainablefashion. Acara ini pun turut menyampaikan bagaimana para pelaku industri tengah berusaha mencari jalan untuk menyeimbangkan dua hal yang selalu berlawanan: pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Melalui berbagai upaya, para pengamat dan pemerhati iklim telah mengamanatkan pelaku industri pakaian dunia harus ikut merealisasikan tujuan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. Hal ini tidak hanya dapat dicapai dari satu tahapan produksi saja, tetapi dari keseluruhan rantai produksi mulai dari dekarbonisasi tahap produksi, pemilihan bahan yang ramah lingkungan, transportasi yang rendah karbon, peningkatan dialog dan kesadaran konsumen, kerjasama yang baik dengan komunitas pembiayaan dan pembuat kebijakan, dan terus mengeksplorasi model bisnis sirkular.

Kita Turut Punya Andil

Setelah mengetahui peran pelaku industri tingkat dunia dalam meminimalisir masalah ini, tentu tidak cukup sampai di situ saja. Tren berpakaian adalah persoalan yang dimunculkan dari akumulasi budaya semua lapisan, mulai dari kalangan atas hingga kalangan bawah, mencakup semua umur dan berbagai latar belakang pendorong lainnya. Ditambah lagi, kehadiran fast fashion yang ditandai dengan munculnya pakaian dengan harga murah yang dapat dibeli dengan sangat mudah melalui online shop semakin menjadi tantangan besar. Memaksakan perubahan gaya hidup bukan solusi yang tepat sebagai permulaan. Lebih dari itu, perlu adanya kesadaran mendasar dari tingkat individu tentang bagaimana cara sederhana untuk berkontribusi mewujudkan konsep sustainable fashion sesungguhnya.

1. Pertimbangkan sebelum membeli

Prinsip mendasar adalah bedakan kebutuhan dan keinginan. Gak perlu sungkan tanya ke diri sendiri: apakah yang saya beli akan terus dipakai? Bisakah tahan lama?

2. Bijak dalam merawat

Baju mahal, belum tentu awet. Ini harus menjadi highlight bagi kita. Pandailah dalam merawat pakaian. Perhatikan cara mencuci, menjemur, menyetrika, dan menggantung atau melipat. Agar terhindar dari budaya buang dan beli baru, kita juga harus berlatih bagaimana memadankan pakaian: atasan dan bawahan, padanan warna, dan sebagainya. Kata siapa jadi konsumen mudah? Kalau mau jadi yang bijak, tentu juga perlu belajar!

3. Usaha untuk mengubah sebelum membuang

Donasi tidak selalu menjadi opsi untuk melenyapkan segala yang tidak mau lagi digunakan. Belajar untuk mengembangkan jiwa kreatif dengan mengubah limbah pakaian kita menjadi barang lain yang masih bernilai seperti keset, taplak meja, tas belanja, dan lainnya. Kalau kita terlalu gatal untuk selalu membuang sesuatu, coba pikirkan jika setiap keluarga selalu berbudaya seperti itu, maka berapa banyak sampah pakaian yang harus ditampung TPA setiap hari, bulan, dan tahun? Tindakan yang bijak tentulah berawal dari pemikiran kritis dan peduli pada sekitar.

4. Sebarkan gaya hidup yang baik kepada sekitar

Setelah terbiasa untuk melakukan 3 poin di atas, jadilah pioneer kebaikan dengan membagikannya kepada sekitar. Gunakan gawai dan media sosial yang kita punya untuk menyadarkan mereka tentang cara menjadi konsumen bijak. Ikutilah konten positif berbagai platform peduli lingkungan dan berpartisipasilah dalam kegiatan yang diadakan, mulai dari webinar dan termasuk ajakan kampanye virtual. Belajar, berbagi, dan menginspirasi adalah satu paket yang bisa diusahakan bersamaan.

Jadi, kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Masih banyak cara menjadi cantik dan ganteng tanpa terus-menerus merusak bumi.

Referensi:

United Nations Climate Change 2018, UN Helps Fashion Industry Shift to Low Carbon, https://unfccc.int/news/un-helps-fashion-industry-shift-to-low-carbon, diakses tanggal 10 Juni 2021 oleh Novirene Tania

United Nations Climate Change 2018, Milestone Fashion Industry Charter for Climate Action Launched, https://unfccc.int/news/milestone-fashion-industry-charter-for-climate-action-launched, diakses tanggal 10 Juni 2021 oleh Novirene Tania

United Nations 2019, ActNow for Zero-Waste Fashion, https://www.un.org/sustainabledevelopment/blog/2019/08/actnow-for-zero-waste-fashion/, diakses tanggal 10 Juni 2021 oleh Novirene Tania

United Nation Environment Programme n.y, On trend: sustainable fashion in the wake of COVID-19, https://www.unep.org/news-and-stories/story/trend-sustainable-fashion-wake-covid-19, diakses tanggal 17 Juni 2021 oleh Novirene Tania

--

--

Novirene Tania
Citrakara Mandala

Diskusi soal kota, transportasi, dan pembangunan. Terbuka untuk kolaborasi melalui https://linktr.ee/novirenetania