Pembangunan Wilayah Berbasis Risiko Bencana Guna Menekan Disaster Losses: Studi Kasus Banjir
Rubrik Bincang SDGs Seri #70 |Oleh: Wida Salsa Lutfiana
Indonesia sebagai negara beriklim tropis umumnya memiliki curah hujan yang tergolong tinggi di beberapa wilayah. Tingginya curah hujan menjadi salah satu pemicu banjir. Banjir menjadi salah satu bencana yang sering terjadi di musim hujan. Somantri (2008) mendefinisikan banjir sebagai bencana alam yang disebabkan oleh peristiwa alam seperti curah hujan tinggi yang sering menimbulkan kerugian baik secara fisik maupun material. Secara umum, banjir disebabkan oleh luapan atau limpahan volume air dari badan air tertentu, seperti sungai, waduk, dan lain sebagainya. Tidak jarang banjir disebabkan juga oleh perencanaan yang tidak tepat. Pada daerah-daerah padat penduduk seperti halnya jakarta, sering kali ditemui perumahan di kawasan sempadan sungai. Hal tersebut dapat meningkatkan potensi banjir ketika volume air sungai naik. Menurut data komposisi bencana dari BNPB, banjir menjadi kejadian bencana paling banyak terjadi, yakni 766 kasus.
Melihat tingginya nilai kejadian bencana banjir serta pola banjir yang terjadi berulang, diperlukan perencanaan berbasis risiko bencana. Perencanaan pembangunan wilayah berbasis risiko bencana dimaksudkan untuk dapat mengurangi dampak risiko bencana yang berupa ancaman, kerentanan, hingga kapasitas. Teridentifikasinya bencana dan pembangunan adalah entry point dalam upaya pembangunan wilayah berkelanjutan, dengan demikian, pembangunan dapat menjadi output (kerentanan) atau sebagai input (kapasitas) (Muta’ali, 2012). Pembangunan wilayah perlu memperhatikan risiko bencana yang mungkin terjadi. Perencanaan yang memperhatikan risiko bencana akan mampu menekan dampak yang ditimbulkan pasca bencana, atau bahkan mampu mengurangi risiko bencana.
Perencanaan pembangunan wilayah berbasis risiko bencana pada studi kasus banjir dapat dilakukan dengan perencanaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Mengatasi banjir tidak dapat dilakukan melalui perencanaan berbasis wilayah administrasi. Perencanaan pembangunan wilayah berbasis risiko bencana banjir perlu melihat pada skala DAS. Manajemen DAS berupa pengelolaan DAS terpadu perlu dilakukan baik mulai wilayah hulu, tengah, dan hilir. Sumber daya hidrologi menjadi suatu siklus berulang di permukaan bumi. Melihat siklus daur hidrologi DAS, pencegahan risiko banjir tidak dapat dilakukan secara terpisah pada wilayah hulu, tengah, dan hilir. Daur hidrologi menjadi suatu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan.
Salah satu fenomena banjir yang terjadi berulang adalah banjir kiriman dari Bogor ke Jakarta. Masifnya pembangunan di kawasan hulu menutup sebagian wilayah resapan air, sehingga terjadi peningkatan volume air limpasan permukaan. Air akan mengalir melalui wilayah tengah hingga mencapai hilir. Ketika badan sungai di wilayah hilir tidak mampu menampung volume air tersebut, maka dapat menyebabkan lain. Keterbatasan sungai dalam menampung air limpasan dapat disebabkan oleh besarnya peningkatan volume air atau karena semakin rendahnya daya tampung sungai. Daya tampung sungai dapat menurun karena adanya pendangkalan atau karena dibangunnya permukiman-permukiman di sempadan sungai. Berdasarkan kondisi tersebut, pengelolaan DAS terpadu perlu dilakukan yakni dengan menyusun perencanaan di wilayah DAS. Salah satu pengelolaan DAS yang dapat dikatakan baik adalah pengelolaan DAS Kali Code di Yogyakarta. Salah satu program yang menjadi unggulan di pengelolaan DAS Kali Code adalah program 3M, yakni mundhur, munggah, dan madhep kali. Pemerintah Yogyakarta melakukan penertiban kawasan permukiman sekitar Kali Code menggunakan program 3M, yang meliputi mundhur atau mundur sesuai jarak minimal permukiman dengan sempadan sungai, munggah atau naik yang bertujuan untuk memberi ruang bagi sungai apabila terjadi kenaikan volume air, serta madhep kali atau menghadap sungai guna mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian sungai. Program tersebut dapat menjadi contoh bagi wilayah lain yang memiliki risiko banjir untuk menyusun perencanaan pembangunan wilayah berbasis risiko bencana.
Rubrik Bincang SDGs
Rubrik ini merupakan artikel Seminar SDG’s Series Departemen Geografi Pembangunan UGM bekerjasama dengan HMGP Citrakara Mandala UGM. Terbit secara berkala setiap satu bulan sekali.
Referensi
Muta’ali, L. (2012). Perencanaan Pengembangan Wilayah Berbasis Pengurangan Risiko Bencana, Diktat Kuliah. Magister Manajemen Bencana — Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Somantri, L. (2008). Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi Kerentanan dan Risiko Banjir. Jurnal Geografi Gea, 8(2).