Perempuan Berpendidikan dalam Kancah Kehidupan

Seminar SDG's Series
Citrakara Mandala
Published in
3 min readJan 17, 2021

Rubrik Bincang SDGs Seri #60 | Oleh Nur Rahmatul Azizah

Sumber: education.abc.net.au

“Jika kamu mendidik seorang laki-laki maka kamu sedang mendidik seorang individu, tetapi jika kamu mendidik seorang perempuan, maka kamu sedang mendidik sebuah bangsa.”

Pepatah tersebut menunjukkan pentingnya peran pendidikan bagi kaum perempuan. Komposisi penduduk perempuan di Indonesia berdasarkan data dari BPS (2019) mencapai 49,8% didominasi pada rentang usia bayi, anak-anak, dan usia produktif. Angka ini menunjukkan potensi besar untuk meningkatkan kualitas bangsa, terutama pengetahuan dan kemampuan perempuan dalam memahami kesehatan, pentingnya pendidikan dan pendampingan pola asuh anak, serta hal-hal lain yang menunjang perkembangan pola pikir dan sikap anak sepanjang usia kritis hingga mencapai kesempurnaan akalnya.

Urgensi Pendidikan bagi Perempuan

Persentase peningkatan pendidikan perempuan berpengaruh terhadap perbaikan indikator-indikator kualitas sumber daya manusia, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Perempuan berpendidikan tidak hanya memiliki pengetahuan yang baik dalam memelihara kesehatan anak dan keluarga, tetapi menciptakan pengaruh yang lebih luas dengan peningkatan kualitas kesehatan populasi (Wardojo, 2014). Adapun hal ini disebabkan oleh dukungan pengetahuan yang mendorong perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang lebih baik serta decision making yang tepat sesuai dengan ilmu pengetahuan.

Sebaliknya, kesenjangan pendidikan perempuan akan memberikan efek domino pada rendahnya pengetahuan terhadap kesehatan anak sebagaimana yang ditunjukkan pada diagram (Gambar 1). Hal ini akan mengakibatkan pendekatan yang dilakukan cenderung berdasarkan tradisi setempat tanpa dilakukan peninjauan ulang terlebih dahulu terkait relevansinya dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Perempuan dengan pengetahuan yang terbatas ini juga akan mempengaruhi kualitas manajemen perempuan dalam mengelola finansial keluarga, decision making, serta akses, kontrol dan manajemen alokasi berbagai sumber daya strategis. Pada akhirnya, kesenjangan literasi perempuan akan berdampak pada kemampuan anak untuk bertahan hidup yang dipengaruhi oleh ketepatan pengelolaan dalam pemeliharaan kesehatan dan pemenuhan nutrisi yang cukup.

Gambar 1. Sumber: UNICEF, 2011 dalam Wardojo, 2014

Akses Pendidikan Perempuan

Realitasnya berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018 yang dilakukan oleh BPS (2019), nilai rata-rata lama sekolah penduduk perempuan berusia 15 tahun ke atas lebih rendah daripada laki-laki, yakni 8,26 tahun. Artinya, rata-rata penduduk perempuan hanya menempuh pendidikan hingga tahun kedua SMP yang berarti belum memenuhi target Gerakan Wajib Belajar 12 tahun yang dimulai pada tahun 2015 sebagai program lanjutan wajib belajar yang diatur dalam PP No. 47 Tahun 2008. Padahal program tersebut merupakan program pendidikan minimal yang berperan penting dalam pengembangan potensi diri agar dapat hidup mandiri di masyarakat maupun melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Perjuangan perempuan untuk memperoleh pendidikan yang layak dan menepis nilai-nilai tradisional yang cenderung mereduksi hak dan peran perempuan telah dilakukan di berbagai negara, misalnya sebagaimana dilakukan oleh Malala Yousafzai di Pakistan yang memperjuangkan pentingnya pendidikan bagi perempuan dan diakui oleh dunia serta dianugerahi Nobel Perdamaian di usianya yang ke-17. Di Indonesia, sosok R.A. Kartini menjadi teladan bagi kaum perempuan yang dilukiskan dengan perjuangan Kartini untuk melawan kekangan adat Jawa dan mendirikan sekolah-sekolah khusus bagi perempuan. Begitu pula tokoh wanita lain, seperti Dewi Sartika, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, dan Maria Walanda Maramis.

Tidak berhenti disitu, kaum perempuan Indonesia dengan semangat juang yang tinggi juga menyelenggarakan Kongres Perempuan pertama di Yogyakarta pada tanggal 22–25 Desember 1928. Kongres tersebut merupakan tonggak penting bagi perjuangan perempuan dalam haknya untuk berperan penting dalam masyarakat, serta menjadi cikal bakal dicetuskannya Hari Ibu oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959. Seiring dengam perkembangan zaman, peluang aktualisasi peran perempuan di ranah publik mulai meningkat, perempuan tidak lagi hanya mengurus rumah tangga. Tetapi hal ini seringkali menimbulkan masalah terkait jaminan keamanan dan kebutuhan perempuan yang masih kurang diprioritaskan. Peran ganda domestik dan publik yang berjalan beriringan menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi perempuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kapasitasnya dalam kancah kehidupan keluarga, komunitas, dan negara.

Rubrik Bincang SDGs

Rubrik ini merupakan artikel Seminar SDG’s Series Departemen Geografi Pembangunan UGM bekerjasama dengan HMGP Citrakara Mandala UGM. Terbit secara berkala setiap satu bulan sekali.

Referensi

Badan Pusat Statistik. 2019. Profil Perempuan Indonesia 2019

Wardojo, S.S.I. 2014. Pengaruh Pendidikan Ibu Untuk Mengatasi Kematian Bayi di Asia Tenggara. Jurnal Keperawatan, Vol. 5 No. 1.

--

--

Seminar SDG's Series
Citrakara Mandala

Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada