Perwujudan Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan

HMGP Citrakara Mandala UGM
Citrakara Mandala
Published in
5 min readMar 22, 2023

Residence Grup A | Sayembara Artikel Regional Development in Action HMGP 2022

Pendahuluan

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Salah satu tujuan dari ke 17 SDGS itu adalah Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan, Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh dan Berkelanjutan. Lebih dari setengah populasi dunia kini tinggal di wilayah perkotaan. Pada tahun 2050, angka tersebut akan naik menjadi 6,5 miliar orang, dua per tiga dari jumlah penduduk dunia dalam hal ini terdapat beberapa permasalah yang terjadi salah satunya adalah arus urbanisasi. Peningkatan arus urbanisasi melahirkan masalah baru bagi daerah urban atau perkotaan. Mulai dari sampah, edukasi, transportasi, sosial ekonomi, bencana, dan kesehatan. Di sisi lain, masyarakat yang semakin modern dan mapan, memiliki segudang ekspektasi, seperti lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan yang nyaman, adanya area publik yang memadai, serta kemudahan mengurus segala bentuk pelayanan publik (Abdurrozaq & Oris, 2019).

Contoh Studi Kasus

Salah satu target dari Pembangunan Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan pada Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 poin nomor sebelas adalah menjamin akses bagi semua terhadap perumahan yang layak, aman, terjangkau, dan pelayanan dasar, serta menata kawasan kumuh. Meskipun Indonesia sudah mengalami beberapa kali pembangunan infrastruktur, namun masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tidak tersentuh atau kurang mendapat perhatian dalam pembangunan. Sebagai contoh yakni masih banyaknya banjir yang diakibatkan dari kurang tertatanya kawasan kumuh yang seharusnya bisa dilakukan dengan beberapa cara yang telah digagas yakni On-Site Upgrading, On-Site Reblocking, On-Site Reconstruction, Land Sharing, atau dengan Relocation yang diharapkan dapat meminimalisir dampak-dampak yang dapat terjadi. Hal tersebut juga dapat diakibatkan dari kurangnya kawasan hijau yang diakibatkan dari penanaman pohon yang kurang, atau tidak adanya ruang hijau yang aman dan efisien.

Tak hanya pembangunan pada fisik kota dan pemukiman, pembangunan mental juga diperlukan untuk menyukseskan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 poin nomor 11, Pembangunan Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan. Kemiskinan dan kriminalitas merupakan contoh yang krusial dalam pembangunan yang berkelanjutan. Meningkatnya angka kemiskinan yang sering terjadi di kota-kota besar disebabkan oleh penyediaan lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jumlah penduduk sehingga meningkatkan persaingan untuk mencari pekerjaan. Hal ini kemudian berdampak pada terjadinya kelaparan dan merosotnya kesehatan masyarakat akibat keterbatasan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, kendala ekonomi juga meningkatkan kriminalitas di kota tersebut, terutama pencurian properti. Secara psikologis, hal ini berdampak pada munculnya rasa tidak nyaman dan tidak aman di lingkungan tersebut. Di sisi lain, tindak pidana menimbulkan kerugian bagi beberapa pihak.

Contoh kota dan permukiman berkelanjutan.

Dampak

Permasalahan dalam kota dan komunitas merupakan permasalahan serius yang tidak dapat dikesampingkan. Kota dan komunitas merupakan ruang hidup manusia dengan segala aktivitas dan interaksi di dalamnya. Oleh karena itu, permasalahan yang ada dalam ruang hidup manusia tersebut mampu menimbulkan dampak terhadap kelangsungan hidup manusia. Lebih dari setengah populasi manusia di dunia terkonsentrasi di kota sebagai pusat aktivitas manusia (Novita, 2020). Tingginya arus urbanisasi khususnya pada negara — negara yang berkembang di Indonesia yang tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan kota memicu permasalahan — permasalahan baru di kota. Ledakan jumlah megapolitan yang tidak terkontrol memicu penurunan kualitas hidup manusia serta peningkatan tindak kriminal dalam masyarakat.

Peningkatan kemiskinan yang sering dijumpai di kota — kota besar terjadi sebab ketersediaan jumlah lapangan pekerjaan yang tidak sepadan dengan jumlah populasi manusia sehingga meningkatkan persaingan dalam mencari pekerjaan. Hal tersebut lantas berdampak pada munculnya kasus kelaparan dan penurunan kesehatan pada masyarakat akibat keterbatasan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, keterbatasan ekonomi juga memicu peningkatan tindak kriminalitas di kota, terutama kasus pencurian harta benda. Secara psikologis hal ini akan berdampak pada munculnya rasa ketidaknyamanan dan ketidakamanan untuk hidup di lingkungan tersebut. Di sisi lain, tindak kriminalitas akan menimbulkan kerugian sejumlah pihak.

Kurangnya pengelolaan tata ruang kota juga memunculkan permukiman kumuh hingga pergeseran lahan terbuka hijau sehingga penggunaan lahan menjadi tidak proporsional. Permukiman kumuh tercipta sebab ketidakseimbangan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal dengan jumlah populasi manusia yang hidup dalam suatu kota. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya persaingan dalam mendapatkan lahan untuk permukiman. Masyarakat dengan ekonomi rendah dengan ketidakmampuannya dalam sewa lahan berpotensi memunculkan permukiman — permukiman kumuh di beberapa titik kota, misalnya bantaran sungai, bawah jembatan layang, dan sebagainya. Selain itu, alih fungsi lahan terbuka hijau menjadi kawasan fungsional, seperti industri justru akan mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan. Tanpa disadari, tindakan alih fungsi lahan menjadi penyumbang faktor perubahan iklim.

Permasalahan mengenai kota dan komunitas memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kelangsungan hidup manusia serta keseimbangan ekosistem. Permasalahan yang tidak segera diatasi berpotensi menimbulkan permasalahan lain yang lebih serius. Permasalahan kota dan komunitas yang terjadi saat ini serta kurangnya penanganan terhadap masalah tersebut akan semakin memperkeruh keberlangsungan kota di masa depan. Dengan demikian, diperlukan upaya penanganan cepat tanggap dalam pembangunan kota dan komunitas yang berkelanjutan.

Upaya dalam Mewujudkan

Kota dan pemukiman (komunitas) berkelanjutan merupakan salah satu poin yang menarik dari 17 poin yang ada. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa peristiwa yang terjadi di Indonesia menyangkut kesiapan kota dalam menghadapi berbagai macam ancaman, termasuk dalam hal ini adalah bencana alam. Seperti yang terjadi di Lombok, Palu, dan Banten. Selain itu, persoalan lain tentang perkotaan, seperti disparitas antara kelompok kaya dengan miskin, kemacetan, sarana publik yang buruk, dan lain-lain. Jika hal ini terus dibiarkan, akan mengganggu perkembangan dan pembangunan kota. Maka dari itu, pembangunan kota dan komunitas harus senantiasa diupayakan dengan mengedepankan inklusivitas, keamanan, ketahanan, dan keberlanjutan. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut diharapkan mampu untuk mewujudkan kota yang nyaman, aman, dan layak huni sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan bagi warganya.

Seperti halnya di daerah Tangerang Selatan. Semakin banyak warga yang tinggal di daerah tersebut, pemerintah terus memperhatikan kondisi lingkungan masyarakat agar tidak berdampak pada kota yang menjadi kumuh. Pemerintah telah berupaya menggalakkan program kota tanpa kumuh (Kotaku). Tujuan dari Kotaku itu sendiri adalah sebagai upaya memberdayakan masyarakat, Pemda, dan stakeholder lainnya agar mampu mengatasi permasalahan kumuh perkotaan (Putri, 2017). Maka dari itu, upaya dalam menyelesaikan masalah yang ada sekaligus pencegahan terhadap potensi yang dapat terjadi di masa depan perlu dilakukan dari sekarang. Upaya penyelesaian masalah ini tentu tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah Kota saja, tetapi segenap warga, termasuk dalam hal ini adalah para pemuda.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuan dari perwujudan kota dan permukiman berkelanjutan untuk mewujudkan kota yang layak huni bagi warganya. Di balik perkembangan yang terjadi, permasalahan demi permasalahan tetap ada, seperti kemacetan, pemukiman kumuh, dan adanya potensi bencana yang terkadang muncul dengan tiba tiba. Oleh karena itu, pemerintah, segenap warga, pemuda harus senantiasa mempersiapkan diri dengan maksimal dengan membuat berbagai kebijakan yang strategis yang mampu mewujudkan kota yang lebih baik sekaligus mengeliminir permasalahan-permasalahan yang ada saat ini dan kedepannya, sehingga perwujudan kota dan permukiman berkelanjutan ini dapat terwujud sesuai yang diharapkan dan dapat terealisasikan tujuan dari SDGs nomor sebelas.

Sayembara Artikel

Artikel ini mendapatkan kategori terbaik dalam Sayembara Artikel yang diselenggarakan HMGP Citrakara Mandala UGM dalam rangkaian acara Regional Development in Action (Redevition) HMGP 2022.

Referensi

Abdurrozzaq, H. O. K. (2019). SMART CITY, KONSEP KOTA CERDAS SEBAGAI ALTERNATIF.

Hikmawan, R., & Maulida, R. A. (2020). Peningkatan Kapasitas Forum Anak Tangsel Mengenai Pembangunan Kota dan Komunitas Berkelanjutan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4, 539–549.

Novita, A. A. (2020). Key Success Factor Tata Kelola Kota Tangguh Bencana. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 6(1), 82–93.

Putri, L. D. (2017). Pelatihan Perencanaan Partisipatif Dalam Penataan Kawasan Kumuh Meranti Kota Pekanbaru. Dinamisia : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 129–137. https://doi.org/10.31849/dinamisia.v1i1.427

--

--