Realitas Energi Nuklir: Tantangan Implementasi Infrastruktur Energi Hijau dalam Menghadapi Pandangan Masyarakat

HMGP Citrakara Mandala UGM
Citrakara Mandala
Published in
5 min readNov 13, 2023

Penulis: Hafid Syaikhur Rais
| Divisi Riset dan Keilmuan
Kabinet Garda Cipta HMGP UGM 2023

Gambar stasiun energi nuklir Tihange (Sumber: iStock)

Berdasarkan laporan dari Muliawati (2023) pada tanggal 23 Oktober 2023, perusahaan pembangkit listrik swasta di Indonesia asal Amerika Serikat, PT ThorCon Power Indonesia, berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia yang ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2030 mendatang. Keputusan ini mengundang refleksi mendalam terhadap dua hal penting bagi Negara Indonesia, yakni desakan kebutuhan akan pasokan energi nasional dan kepentingan untuk menuntaskan agenda tujuan pembangunan berkelanjutan. Indonesia menghadapi tuntutan yang semakin meningkat akan daya listrik yang stabil dan berkelanjutan seiring pertumbuhan populasi dan perekonomian yang pesat. Data Kementerian ESDM (2022) menunjukkan bahwa penggunaan batubara yang paling banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional mencapai 65,9% pada tahun 2021. Sektor energi Indonesia sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Akan tetapi, produksi minyak di Indonesia menurun lebih dari 40% dalam 2 dekade terakhir, demikian juga produksi gas (McKinsey & Company, 2020). Selain itu, Indonesia juga tengah mengupayakan untuk mewujudkan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Dalam upaya tersebut, pemerintah telah menetapkan ekonomi hijau sebagai strategi transformasi ekonomi jangka menengah dan jangka panjang yang mendorong sektor energi baru dan terbarukan (EBT) (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, 2021).

Ekonomi hijau adalah sebuah pendekatan ekonomi yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan ke dalam aktivitas ekonomi. UNEP (2011) mendefinisikan ekonomi hijau sebagai upaya peningkatan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial, sekaligus secara signifikan bertujuan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi melalui ekonomi rendah karbon, efisien sumber daya, dan inklusif secara sosial. Hasil yang diharapkan dari ekonomi hijau antara lain terdiri atas 1) Pertumbuhan ekonomi yang terus berkembang; 2) Pertumbuhan yang inklusif dan adil; 3) Ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan; 4) Ekosistem penyedia jasa yang sehat dan produktif; serta 5) Pengurangan emisi gas rumah kaca.

Pengembangan PLTN dapat dilihat sebagai langkah maju dalam diversifikasi portofolio energi Indonesia dan langkah awal mencapai hasil yang diharapkan dari ekonomi hijau. Dalam kaitannya dengan energi hijau, energi nuklir memiliki potensi untuk berperan secara langsung dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal ini disebabkan oleh rendahnya dampak lingkungan yang ditimbulkan dari PLTN dibandingkan oleh dampak berbahan bakar batu bara. Pembangkit listrik tenaga nuklir adalah sumber listrik beremisi rendah terbesar yang memberikan 40% dari semua pembangkitan beremisi rendah (IEA, 2019). Selain itu, pengembangan PLTN juga dapat berperan secara tidak langsung terhadap hasil yang diharapkan dari ekonomi hijau lain melalui penyediaan pasokan energi yang stabil dan juga peningkatan investasi dan perluasan lapangan pekerjaan. Penyediaan pasokan energi yang stabil memastikan bahwa aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari dapat berjalan tanpa gangguan. Ini penting untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, termasuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan perlindungan lingkungan karena ketidakstabilan dalam pasokan energi dapat mengganggu proses produksi dan menghambat pencapaian target-target berkelanjutan.

Kemudian, berkaitan dengan peningkatan ekonomi dan perluasan lapangan pekerjaan, PLTN berperan secara tidak langsung dalam investasi skala besar, mencakup dana signifikan terkait perancangan, pembangunan, dan pengoperasian PLTN. Investasi ini mencakup berbagai aspek, seperti peralatan, infrastruktur, keamanan, dan pengembangan teknologi nuklir yang canggih sehingga menciptakan lapangan pekerjaan. Investasi besar-besaran dalam PLTN dapat memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau negara dengan memicu aktivitas ekonomi, seperti produksi peralatan, pembangunan infrastruktur, dan penyediaan layanan. Ini mendukung sektor-sektor terkait dan menciptakan multiplier effect yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih luas.

Penerapan energi hijau adalah langkah penting dalam perjalanan menuju ekonomi hijau yang lebih berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Energi nuklir dapat menjadi satu pilihan energi hijau yang dapat dikembangkan meskipun isu perdebatan apakah nuklir tergolong energi ramah lingkungan atau tidak telah berlangsung cukup lama di Komisi Eropa (Wauran, 2022). Diskusi dan diseminasi yang dilaksanakan oleh PSLH UGM dengan judul “Hasil Kajian Akademik Nuklir sebagai Solusi Energi Ramah Lingkungan” menegaskan bahwa nuklir dapat digolongkan energi hijau karena telah memenuhi 6 kriteria energi hijau yang meliputi tidak adanya emisi, mempunyai footprint yang kecil, sumber energi tidak merusak ekosistem, harus memperhatikan pengelolaan limbah, berkelanjutan, dan terjangkau. Energi nuklir dianggap lebih efisien dalam menghasilkan energi dibandingkan sumber energi ramah lingkungan yang lain (Khansa, 2021).

Dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sering kali dipenuhi oleh tantangan persepsi negatif masyarakat terhadap teknologi nuklir. Salah satu aspek kunci dari tantangan ini adalah persepsi bahaya yang melekat pada PLTN. Masyarakat cenderung mengaitkan PLTN dengan potensi kecelakaan nuklir yang mematikan seperti yang terjadi di Chernobyl, Three Mile Island (TMI), dan Fukushima. Hasilnya, ketakutan dan kekhawatiran menjadi reaksi umum yang dapat menghambat dukungan masyarakat terhadap PLTN. Padahal pada kenyataannya, energi yang paling berbahaya adalah energi batubara karena dapat mengeluarkan polusi dan menimbulkan berbagai macam penyakit. Hal ini menjadi sebuah ironi karena dalam beberapa tahun terakhir batubara masih menjadi sumber energi utama di Indonesia.

Masalah keselamatan juga menjadi perhatian utama, dan masyarakat meragukan kemampuan PLTN untuk menjaga keselamatan manusia dan lingkungan. Selain itu, berita dan laporan media seringkali mengklaim bahwa PLTN sedang ditutup atau ditinggalkan di berbagai negara, menciptakan kesan bahwa PLTN adalah teknologi “sunset” yang akan segera digantikan oleh teknologi lain. Ketidakpahaman masyarakat tentang teknologi nuklir dan manfaatnya juga menjadi tantangan serius, yang dapat menghambat perubahan persepsi yang positif. Tantangan terkait regulasi juga menjadi faktor penting. Proses perizinan dan regulasi yang kompleks dan ketat dalam pengembangan PLTN memerlukan komunikasi yang efektif antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat. Merancang regulasi yang memadai sambil memperoleh persetujuan masyarakat adalah tugas yang tidak mudah.

Secara keseluruhan, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia oleh PT ThorCon Power Indonesia mencerminkan sebuah langkah maju dalam mengatasi tantangan pasokan energi nasional dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Di tengah pertumbuhan populasi dan ekonomi yang pesat, PLTN memberikan harapan untuk pasokan energi yang stabil dan berkelanjutan, dengan dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan sumber energi konvensional seperti batubara. Dalam konteks ekonomi hijau, pengembangan PLTN juga membuka peluang untuk investasi dan penciptaan lapangan kerja yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Meskipun masih ada persepsi negatif dan tantangan terkait regulasi, edukasi masyarakat dan keterlibatan aktif menjadi faktor kunci dalam mengatasi ketidakpercayaan terhadap PLTN. Pembangunan PLTN bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga berkontribusi pada transformasi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan berbagai langkah yang diambil, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pelaku penting dalam upaya global untuk mencapai tujuan energi hijau dan pembangunan berkelanjutan.

Referensi

IEA. (2019). Nuclear Power in a Clean Energy System. -: IEA Publications.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. (2021, Oktober 19). Kelola Isu Perubahan Iklim, Pemerintah Manfaatkan Strategi Transformasi Ekonomi melalui Pembangunan Hijau. Retrieved Oktober 25, 2023, from Website Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia: https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3386/kelola-isu-perubahan-iklim-pemerintah-manfaatkan-strategi-transformasi-ekonomi-melalui-pembangunan-hijau

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2022). Handbook of Energy and Economics Statistics of Indonesia 2022. Jakarta: Kementerian ESDM.

Khansa. (2021, November 13). Nuklir, Solusi Energi Ramah Lingkungan. Diambil kembali dari Universitas Gadjah Mada: https://ugm.ac.id/id/berita/21957-nuklir-solusi-energi-ramah-lingkungan/

McKinsey & Company. (2020, Desember 16). Ten Ways to Boost Indonesia’s energy sector in a postpandemic world. Retrieved from https://www.mckinsey.com/industries/oil-andgas/our-insights/ten-ways-to-boost-indonesias-energy-sector-in-a-postpandemic-world

Muliawati, F. (2023). Perusahaan AS Mau Bangun PLTN di RI, Ini Bahan Bakunya. Jakarta: CNBC Indonesia. Dipetik Oktober 25, 2023, dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20231023163413-4-482934/perusahaan-as-mau-bangun-pltn-di-ri-ini-bahan-bakunya

UNEP. (2011). Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication — A Synthesis for Policy Makers. Diambil kembali dari www.unep.org/greeneconomy

Wauran, M. (2022, Mei 25). Nuklir adalah Energi Hijau di Uni Eropa. Diambil kembali dari Media Indonesia: https://mediaindonesia.com/opini/494826/nuklir-adalah-energi-hijau-di-uni-eropa

--

--