Rwanda, AUDA, dan Perjuangan Negara-negara Afrika Membangun Ekonomi Berkelanjutan

Rwanda menjadi simbol bagaimana negara Afrika mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi dan politik. Sejumlah negara Afrika lainnya sedang berjuang menyusul dengan jalannya masing-masing, disokong oleh institusi regional yang proaktif.

Alfin Febrian Basundoro
Citrakara Mandala
6 min readOct 19, 2020

--

Afrika seringkali identik dengan konflik antarsuku, peperangan yang tak kunjung usai, kemiskinan, hingga wabah penyakit. Situasi tersebut seringkali menjadi gambaran media dalam menyiarkan aneka peristiwa di Afrika. Tak terkecuali Rwanda, di mana negara tersebut pernah mengalami perang saudara selama lebih dari empat tahun. Padahal sebelumnya, perekonomian Rwanda tidak sama baiknya, dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan kemiskinan akut merajalela. Tak sampai di situ, genosida yang memilukan menjadi klimaks dari kekacauan politik di Rwanda, menewaskan lebih dari 500 ribu jiwa dan memaksa jutaan lainnya mengungsi. Karut-marut tersebut jelas menjadikan Rwanda sebagai salah satu negara paling terbelakang di dunia dalam dasawarsa 1990-an — sebagaimana argumen Prunier dalam The Rwanda Crisis: History of Genocide (1999).

Transformasi Rwanda: Dari Instabilitas menuju Kemakmuran

Meski demikian, Rwanda perlahan berubah. Kemenangan pasukan pemberontak Patriotik Rwanda (RPF) pimpinan Paul Kagame atas pasukan Pemerintah Rwanda membawa angin segar bagi negara tersebut. Citra Rwanda yang “buruk rupa” perlahan mulai dikikis oleh rezim baru pimpinan RPF. Tentunya, perdamaian dan pembentukan ulang struktur sosial-politik Rwanda menjadi pondasi dari proses ini. Paul Kagame juga memegang peranan penting dalam progres pembangunan di Rwanda, terutama semenjak ia menjabat sebagai presiden pada 2000 (Ensign & Bertrand, 2010). Sentimen rasial yang dahulu menjadi akar dari konflik berlarut-larut antara dua kelompok etnis dominan di sana — Tutsi dan Hutu — perlahan lenyap, digantikan oleh semangat persatuan nasional sebagai satu bangsa, Kinyarwanda.

Presiden Rwanda, Paul Kagame (Sumber: https://www.newtimes.co.rw/news/big-talk-exclusive-interview-president-paul-kagame)
Potret pembangunan di Rwanda (Sumber: https://www.dearbornhughes.com/blog/2019/4/14/rwandas-top-15-accomplishments)

Dalam berbagai sumber, tercatat bahwa Kagame menjadikan sejumlah negara sebagai model untuk proyek pembangunan nasional di negaranya, seperti Singapura, Jepang, dan Tiongkok. Agaknya upaya tersebut berhasil, di mana Rwanda kini menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia — reratanya mencapai 8 persen sepanjang 2013–2018 menurut catatan Bank Dunia. Aneka laporan dari beragam institusi internasional juga telah menggarisbawahi kemajuan signifikan di negara tersebut — mulai dari menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran hingga meningkatnya harapan hidup dan pendapatan per kapita. Hal yang membuat pencapaian tersebut menjadi mengagumkan adalah bahwa Rwanda memiliki basis ekonomi agraris — lebih dari 60 persen penduduknya terlibat dalam kegiatan pertanian, berikut lebih dari 70 persen ekspor negara tersebut (Basundoro & Ramadhani, 2020). Seringkali terjadi, negara yang mengalami kemajuan pesat pascakonflik biasanya memiliki sumber daya alam ekstraktif seperti negara-negara kaya di Teluk Persia atau sedari awal memang telah berorientasi ekonomi industri seperti Jepang atau Jerman.

Visi Pembangunan Berkelanjutan Rwanda

Pembangunan berkelanjutan menjadi salah satu aspek penting dalam visi Pemerintah Rwanda — Visi 2020 dan 2050. Secara spesifik, fokus Pemerintah Rwanda dalam mencapai visi tersebut adalah pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, modernisasi infrastruktur — khususnya pertanian, dan transformasi ekonomi untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Meskipun mengalami beragam tantangan, seperti masih tingginya angka kemiskinan di kawasan rural, angka penyerapan institusi pendidikan yang masih rendah, hingga penyediaan air bersih yang belum secara efisien menjangkau seluruh penduduk, namun performa Rwanda dapat dikatakan progresif. Skor indeks pembangunan berkelanjutan Rwanda adalah 56,6, lebih tinggi dibandingkan skor regional. Dibandingkan tetangga-tetangganya yang masih berjuang, sekadar untuk mewujudkan stabilitas ekonomi-politik.

Salah satu faktor penting bagi Rwanda untuk meningkatkan kemajuan ekonominya adalah upaya negara tersebut untuk membuka diri, terutama dengan mendekat kepada institusi ekonomi regional dan internasional. Salah satu tindakan pertama Pemerintah Rwanda untuk menyelamatkan ekonomi nasional adalah dengan berkoordinasi bersama IMF dan Bank Dunia untuk memperoleh kredit lunak. Privatisasi juga dilakukan secara intensif, terutama menyangkut kepemilikan lahan pertanian — sumber ekonomi utama masyarakat Rwanda (Afify, 2019). Meski demikian, pemerintah tidak lepas tangan — asistensi dan pembinaan terhadap sektor-sektor strategis nasional tetap dilakukan. Statistik menunjukkan bahwa pendapatan per kapita Rwanda pascaintervensi dari institusi internasional di atas meningkat hingga lebih dari lima kali lipat dalam dua dasawarsa — 550 Dolar AS pada 1999 dan 2.450 Dolar AS pada 2019 (IMF, 2020). Tidak hanya itu, privatisasi juga meningkatkan investasi asing di Rwanda, sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru (Sibindi, 2020).

Peran AUDA dalam Mendorong Pembangunan di Afrika

Selain itu, kerangka kerja regional seperti African Union Development Agency (AUDA) juga dimanfaatkan Rwanda untuk menjalin kerja sama intensif dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan, yang dalam lima tahun terakhir menjadi tren internasional, juga selaras dengan kerangka kerja tersebut. Pemerintah Rwanda mencanangkan sejumlah proyek dan pedoman untuk para pelaku pertanian lokal agar sejalan dengan AUDA. Dalam laporannya (2017), Rwanda merupakan salah satu negara dengan indeks ketaatan terhadap pembangunan berkelanjutan terbaik, dengan parameter seperti adanya dukungan pemerintah untuk pertanian berkeadilan, baik secara gender, etnis, dan ekonomi. Tercatat, terdapat 12.000 petani wanita di Rwanda yang memperoleh pembinaan intensif dari pemerintah setempat guna mengembangkan teknologi tepat guna pertanian. Selain itu, Pemerintah Rwanda juga menganggarkan sejumlah besar dana untuk terlibat dalam inovasi pertanian, seperti penelitian bibit unggul hingga penyakit tanaman. Tidak hanya itu, energi baru-terbarukan juga menjadi fokus pemerintah Rwanda, dengan pengembangan energi listrik dari panas bumi dan arus air.

AUDA (bernama lama New Partnership for African Development/NEPAD) sendiri telah lama menjadi institusi regional yang mendorong pembangunan ekonomi di Afrika. Sebagai salah satu organisasi fungsional di bawah Uni Afrika, AUDA memiliki tugas untuk menjalin koordinasi dengan negara-negara anggota guna mendorong pembangunan ekonomi, memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah terkait pembangunan, dan melakukan pembinaan yang sejalan dengan aspek-aspek pembangunan berkelanjutan di setiap negara — melalui pemerintah, institusi nonpemerintah, hingga langsung kepada masyarakat. Tentunya, institusi semacam ini juga diharapkan mampu menjalin kerja sama kawasan dan regionalisme yang agaknya sulit terwujud akibat instabilitas di sejumlah negara, konflik, dan masalah struktural seperti korupsi dan kemiskinan.

11 Fungsi Utama AUDA-NEPAD (Sumber: https://au.int/sites/default/files/documents/38048-doc-2019_auda-nepad_annual_report_en_final7_31.1.2020_web_version.pdf)

Tidak hanya Rwanda, sejumlah negara Afrika juga memperoleh hasil yang impresif dalam indeks AUDA, seperti Senegal, Ghana, dan Botswana. Negara-negara tersebut memiliki visi pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan proaktif dalam mendorong kerja sama regional secara lebih komprehensif. AUDA menjadi ajang pembuktian bagi negara-negara Afrika untuk mampu secara mandiri mewujudkan pembangunan dan kesejahteraan. Kendati banyak tantangan yang perlu ditindaklanjuti, keberadaan institusi fungsional dalam lingkup regional seperti AUDA akan memberikan “angin segar” bagi Afrika dalam membentuk masa depan yang lebih cerah. Afrika kini tidak lagi sepenuhnya identik dengan aneka instabilitas, namun juga upaya sungguh-sungguh bagi setiap negara untuk maju.

Referensi

Afify, N. (2019). Rwanda’s Economic Miracle. Amazon Digital Services LLC — Kdp Print Us.

African Union Development Agency. (2020). AUDA-NEPAD Annual Report 2019 [Report]. African Union. https://au.int/sites/default/files/documents/38048-doc-2019_auda-nepad_annual_report_en_final7_31.1.2020_web_version.pdf

Basundoro, A. F., & Ramadhani, A. (2020). Analisis Efektivitas Implementasi Sustainable Development Goals ke-9 dalam Industrialisasi Pertanian di Rwanda. Jurnal Sentris, 1(1), 75–89. https://doi.org/10.26593/sentris.v1i1.4195.75-89

Begle, J., & Forson, V. (2020, Februari 15). The Big Talk: Exclusive interview with President Paul Kagame. The New Times | Rwanda. https://www.newtimes.co.rw/news/big-talk-exclusive-interview-president-paul-kagame

Diao, X., Bahiigwa, G., & Pradesha, A. (2014). The Role of Agriculture in the Fast-Growing Rwandan Economy: Assessing Growth Alternatives. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.2483996

Ensign, M. M., & Bertrand, W. E. (2010). Rwanda: History and Hope. University Press of America.

Prunier, G. (1999). The Rwanda Crisis: History of a Genocide. Fountain Publishers Limited.

Rwanda | AUDA-NEPAD. (t.t.). Diambil 12 Februari 2020, dari https://www.nepad.org/countries/rwanda

Sachs, J., Schmidt-Traub, G., Lafortune, G., Fuller, G., & Woelm, F. (2020). The Sustainable Development Goals and COVID-19: Sustainable Development Report 2020. Cambridge University Press.

Sibindi, N. (2020). G20 Compact with Africa: Consolidating and Accelerating Rwanda’s Transformation Agenda. South African Institute of International Affairs; JSTOR. https://doi.org/10.2307/resrep25955

--

--