Semar Mbangun Kayangan: Pagelaran Wayang dalam Pusaran Pembangunan
(Obituari untuk Dalang Kita Ki Seno Nugroho)
“…Ngamarta mbien negara sing adil makmur warata tyas bagya mulya panjang punjung pasir pawukir gemah ripah loh jinawi gemah ripah tata titi kerta raharja. Ning kok saiki ngamarta ora koyo mbien, endi-endi podo regejegan ngendi-ngendi podo bentak sirah, ngendi-ngendi podo rebutan drajat. Sing koyongono ndadekake negara ora wurung mung dadi rusak remuk bubuk dadi rempon. Mula koyongono aku pengen bangun kayangan.
Kayangan nengkene dudu gawe gedung mobyong-mobyong seka Mutiara Heregeni Jamrud Emban. Nanging mbangun kayangan kui ibarate wong ngamarta urip tentrem kebak kanikmatan, rukun simat sinamatan daya dinaya nik abot podo dipikul nek enteng podo ditenteng urip e podo dene neng kayangan…”
(Ngamarta dahulu adalah Negara yang adil makmur warata tyas bagya mulya panjang punjung pasir pawukir gemah ripah loh jinawi gemah ripah tata titi kerta raharja. Tapi saat ini Amarta tidak seperti dahulu. Dimana-mana konflik dan persaingan perihal harta dan tahta terjadi. Keadaan seperti inilah yang dapat menjadikan negara jadi hancur. Sehingga diriku ingin membangun kayangan. Kayangan bukanlah membangun gedung-gedung besar dengan dihiasi berbagai perhiasan dan pernak-pernik duniawi. Membangun kayangan di sini bermaksud untuk membangun Amarta yang tentram, penuh kecukupan dan kenikmatan, masyarakat yang rukun dan saling gotong royong sehingga hidup di dunia pun serasa layaknya hidup di Kayangan)
- Ki Semar Badranaya dalam Lakon Semar Mbangun Kayangan. Dipentaskan Ki Seno Nugroho Pada Pentas Wayang HUT TMII ke 42
Semar Mbangun Kayangan dan Masyarakat Agraris
Petikan pesan Ki Semar Badranaya di atas bukan tanpa sebab, konsep kayangan atau dalam konsep lain disebut masyarakat madani sebenarnya sangat dekat di kehidupan masyarakat agraris. Masyarakat petani sebagai bagian dalam semesta masyarakat agraris, khususnya di Pulau Jawa, memahami konsep misfortune dalam pertanian diakibatkan ketidakseimbangan antara manusia dan alam (Widyatwati dan Mahfudz, 2019). Tiap tahun diadakan bermacam upacara adat yang menjadi sistem dan pola perilaku masyarakat dalam menghadapi misfortune ini. Kerap kali pada kesempatan ini diadakan pentas pewayangan. Umumnya pada kesempatan ini masyarakat ingin merefleksikan kembali kehidupan bermasyarakat melalui media tuntunan dan tontonan berupa pentas wayang. Lakon Semar Mbangun Kayangan merupakan lakon yang sangat popular dipentaskan di kesempatan merti desa atau ruwah desa. Lakon ini sangat cocok dipentaskan karena sangat penuh dengan pesan moral yang baik bagi tatanan kehidupan sebuah desa atau wilayah.
Pada kesempatan pementasan wayang, dalang sebagai sosok sentral berperan dalam mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan yang perlu diingatkan kembali untuk dihidupkan di tengah masyarakat. Pada perkembangannya, metode ini digunakan bukan hanya semata upacara adat, tetapi sebagai media informasi dan komunikasi pembangunan oleh pemerintah. Pada lakon Semar Mbangun Kayangan, nilai-nilai penting dalam tatanan pembangunan wilayah khususnya hubungan antara manusia dengan alam, maupun pemimpin dan masyarakat. Nilai-nilai klasik yang diupayakan terbangun yakni seperti hamemayu hayuning bawana (harmonisasi manusia dengan alam), sangkan paraning dumadi (asal-muasal dan tujuan hidup), dan manunggaling kawula-Gusti (bersatunya antara hamba dengan Tuhan).
Ki Seno Dalang Komunikator Pembangunan
“Rahayuning Bawono Kapurbo Waskithaning Manungso”
(Kelestarian alam tidak akan terwujud tanpa adanya pemahaman manusia)
Dalam mewujudkan pemahaman kepada pemirsa, kepiawaian penting yang dimiliki oleh dalang adalah bagaimana dalang menyusun sanggit. Sanggit merupakan kemampuan dan kemahiran dalang menyajikan dialog dan skenario untuk membentuk atau mengarahkan opini penonton terhadap jalannya cerita, sejalan dengan norma dan etika yang ingin disampaikan. Berbicara terkait sanggit, Ki Seno Nugroho merupakan salah satu dalang yang piawai dalam menyusun sanggit. Sehingga tiap adegan terasa segar dengan guyonan lucu dan pesan-pesan tajam yang ingin disampaikan. Sosok Bagong dan Petruk menjadi sangat sentral dalam lakon ini ketika dibawakan Ki Seno. Kedua punakawan ini menggambarkan perjuangan wong cilik dalam mengingatkan penguasa agar tidak lalim dan tansah eling malang kawula.
Dalam hal teknik pedalangan, Ki Seno Nugroho termasuk golongan dalang maestro. Beliau kalau suluk sangat merdu, antawecana (tata dialog tokoh wayang) yang unik dan tajam, lebih-lebih sabetan ketika perang sangatlah ciamik. Tata iringan karawitan beliau juga salah satu yang terbaik. Tidak sedikit penelitian yang membuktikan pengaruh dari penampilan beliau terhadap nilai yang dipahami pemirsa. Lebih lanjut dapat dibaca pada penelitian dari Allaso (2018) yang meneliti pengaruh Sifat-Sifat Sosiabel, Sifat Impulsif, dan Sifat Ekspresif Pada Loyalitas Peminat Pertunjukan Wayang Kulit Ki Seno Nugroho.
Kembali lagi bahwa kepiawaian ini sangatlah penting sebagai komunikator dalam proses komunikasi pembangunan khususnya masyarakat pedesaan. Kerap kali kegiatan beliau pentas ditanggap oleh instansi-instansi pemerintah bahkan institusi perguruan tinggi. Bukan lain karena memang kehebatan beliau menggaet pemirsanya sehingga sangat cocok dalam bagaimana pesan-pesan pembangunan dapat tersampaikan melalui media yang menyenangkan. Pun juga beliau merupakan rajanya live streaming wayang via YouTube, tidak kurang tiap livestream bisa mencapai 8000 orang yang menonton.
Sugeng Tindak
Namun, Kini Ki Seno Nugroho telah kondur ing kasedan jati. Tak akan ada lagi guyonan khas dari beliau yang akan menemani malam panjang para penggemar wayang. Dari beliau kita belajar nilai-nilai kehidupan tapi lebih penting adalah bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai itu dengan jalur kebudayaan. Idealitas ‘Kayangan’ dalam lakon Semar Mbangun Kayangan nampaknya akan beliau rasakan langsung di Kayangan yang sebenarnya. Tidak sempat sepenuhnya terwujud di alam dunia ini. Dimana kondisi saat ini membuat saya agak ragu apakah semua saling ingat pesan Ki Semar tentang konsep ‘kayangan’ utamanya bagi para penentu kebijakan.
Sugeng Tindak Ki Seno ‘Bagong’ Nugroho
Swargi Langgeng
Bacaan lebih lanjut:
Allasso, E.O. (2018). Pengaruh Sifat Sosiabel, Sifat Impulsif, Dan Sifat Ekspresif Pada Loyalitas Peminat Pertunjukan Wayang Kulit Ki Seno Nugroho.
Widyatwati, Ken, Mahfudz. (2019) Merti Desa: Eksistensi Tradisi Masyarakat Agraris di Kabupaten Semarang. Jurnal Jantra. Volume 14. Nomor 1. Juni 2019
Youtube: Dalang Seno [ https://www.youtube.com/channel/UCHNQcvuYixP35Cf3tLb83pA ]