Sengketa Energi di Laut Mediterania: Perspektif Pembangunan

Dua kekuatan utama di kawasan Mediterania Timur — Turki dan Yunani — tengah berebut hak atas eksplorasi energi di perairan tersebut. Bagaimana kisruh ini dianalisis dari perspektif pembangunan?

Alfin Febrian Basundoro
Citrakara Mandala
5 min readSep 14, 2020

--

Tahun 2020 menjadi saksi memanasnya konflik di beragam wilayah dunia. Tak terkecuali, kawasan perairan Mediterania Timur yang menjadi pusat sengketa sejumlah negara. Turki dan Yunani — dua negara yang telah lama berebut kekuasaan di Mediterania Timur — ditambah Mesir, Siprus, dan Israel, terlibat dalam perebutan atas ladang-ladang minyak dan gas di perairan ini (Wintour, 2020). Provokasi dan intimidasi dengan wujud latihan militer kerap dilakukan oleh negara-negara di atas, belum lagi klaim sepihak atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Turki menuduh Yunani telah mengokupansi seluruh pulau di Laut Aegea tanpa memperhatikan batas ZEE, sementara Yunani menuduh Turki melakukan penerobosan atas wilayah laut dan udara teritorial Yunani — argumentasi keduanya dilandasi oleh keberadaan ladang minyak dan gas tersebut (Hockenos, 2020).

Keberadaan Turki, yang dipandang menjadi pihak paling provokatif dengan berbagai tuduhan dan aksinya, mendorong terbentuknya blok besar dalam sengketa ini. Yunani, Israel, Siprus dan — baru-baru ini — Mesir, akhirnya membentuk kesepakatan bersama mengenai eksplorasi migas, sekaligus menangkal provokasi Turki. Perkubuan tersebut dipengaruhi juga oleh Perang saudara di Libya, di mana Turki dan Government of National Accords (GNA) membentuk aliansi, sementara negara-negara yang memosisikan diri sebagai “musuh Turki” menyokong Khalifa Haftar dan pasukannya (Wintour, 2020).

Survei yang dilakukan oleh Badan Geologi Amerika Serikat (USGS) pada 2010 menyatakan bahwa terdapat 3,5 triliun meter kubik gas dan lebih dari 1,7 miliar barel minyak bumi mentah di dasar perairan tersebut, tepatnya di Cekungan Levant (Meredith, 2020). Hingga kini, terdapat sejumlah ladang migas terbuka yang siap dieksploitasi oleh siapapun yang menjadi “pemenang” dalam sengketa ini. Turki yang ingin memperoleh bagian terbesar serta-merta mengirimkan sejumlah kapal surveinya, Oruc Reis, untuk melakukan penelitian geologi di kawasan tersebut, guna memastikan luas wilayah dan jumlah migas yang akan dieksploitasi (Wintour, 2020).

Kapal Eksplorasi Migas Oruç Reis yang dikawal Angkatan Laut Turki (Sumber: https://www.thetimes.co.uk/imageserver/image/%2Fmethode%2Ftimes%2Fprod%2Fweb%2Fbin%2F9cb028c0-e54d-11ea-9b25-18353d361fa2.jpg?crop=3500%2C2333%2C0%2C0)

Signifikansi Migas bagi Turki dan Yunani

Belakangan, minyak dan gas mengalami peningkatan signifikansi dalam dinamika geoekonomi di kawasan Mediterania Timur. Selain karena tujuan politik, penguasaan atas sumber migas di perairan tersebut tak lepas dari kebutuhan akan komoditas strategis. Patut diperhatikan bahwa negara-negara yang bersengketa — terutama Turki dan Yunani — mengalami hambatan dalam pembangunan akibat defisit ekonomi yang melanda dalam beberapa tahun belakangan. Di tengah ketidakpastian sektor ekonomi tersier — finansial, jasa, dan komersial — baik Yunani maupun Turki perlu memanfaatkan sumber daya alam guna meningkatkan pendapatan nasionalnya. Perekonomian Yunani dan Turki dalam dua tahun terakhir hanya bertumbuh tidak lebih dari dua persen, mengakibatkan ancaman resesi berada di ambang pintu (International Monetary Fund, 2019). Alhasil, tulisan ini akan cenderung menitikberatkan pada energi sebagai kebutuhan, bukan hanya sebagai nilai tawar geopolitik atau sarana penetapan status hegemon bagi salah satu pihak dalam sengketa ini.

Berdasarkan catatan CIA World Factbook, Yunani memiliki cadangan minyak sebesar 10 juta barel dengan produksi sebesar 4.100 barel minyak mentah per hari, dengan kapasitas penyulingan minyak hingga 655.400 barel minyak per hari (CIA, 2019). Yunani mulai gencar melakukan eksplorasi migas sejak 2011 akibat krisis ekonomi yang melanda negara tersebut, terutama berkaitan dengan tingginya utang Yunani di Uni Eropa. Tingginya nilai migas bagi Yunani menjadi alasan utama peningkatan eksplorasi tersebut, dengan nilai kasar mencapai 427 miliar Euro pada 2012 dengan perkiraan keluaran (output) mencapai 300 hingga 400 juta barel dalam 20 tahun (Energypedia, 2020). Minyak dan gas juga penting untuk mempertahankan keberlanjutan energi di Yunani yang hingga kini masih bergantung pada sumber energi nonterbarukan. Yunani dapat memanfaatkan lokasi geografis Siprus — sekutu terdekatnya — untuk melakukan eksplorasi migas dengan lebih ekstensif di Mediterania Timur.

Sementara itu, Turki pula agaknya menyasar sektor energi sebagai “pengaman” pembangunan ekonominya. Lagi-lagi, ancaman keruntuhan ekonomi akibat resesi menjadi “hantu” bagi Turki, terutama akibat mismanajemen ekonomi era Erdogan. Sebagaimana Yunani, Turki bukanlah merupakan negara yang bergantung pada ekspor migas, di mana migas cenderung dikonsumsi secara domestik (Bechev, 2020). Namun, Turki sendiri menjadi negara yang dilewati oleh beragam pipa migas dari negara-negara penghasil minyak seperti Iran, Azerbaijan, atau negara Teluk Persia. Dengan eksplorasi ladang migas di Mediterania Timur, sektor ekonomi primer Turki juga akan terbantu, mengingat selama ini Turki kurang berfokus pada eksplorasi sumber daya alam.

Lokasi Ladang-ladang Migas Utama di Mediterania Timur (Sumber: https://www.dw.com/image/43227418_304.png)

Eksplorasi Migas Mediterania Timur: Bencana Ekosistem?

Meski demikian, pertarungan akan pemanfaatan sumber migas di Laut Mediterania Timur bukan berarti tanpa kritik. Negara-negara Uni Eropa yang tengah getol meningkatkan kepedulian terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan menganggap dua negara tersebut tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan demi kepentingan ekonomi nasional semata (Hockenos, 2020). Prancis, Italia, dan Kroasia menjadi negara yang paling vokal menyerukan moratorium eksplorasi hidrokarbon di kawasan Mediterania Timur, khususnya di kawasan Celah Hellenik dan Ladang Gas Leviathan yang notabene merupakan sumber migas terbesar di perairan tersebut. Apalagi, Yunani dan Turki menjadi dua negara yang menghasilkan emisi cukup besar, terkhusus Yunani yang masuk dalam program pengurangan emisi karbon Uni Eropa pada 2030. Eksplorasi migas jelas akan meningkatkan ketergantungan dua negara tersebut — termasuk negara lain yang turut memanfaatkan ladang-ladang migas di Mediterania Timur — akan bahan bakar minyak dan menghambat pengembangan energi terbarukan.

Analisis Eurydice Bersi dalam The Nation (2020) turut menggarisbawahi persoalan lingkungan akibat rivalitas eksplorasi energi di Mediterania Timur. Menurutnya, Mediterania merupakan salah satu perairan dengan ekosistem paling rawan mengalami kerusakan. Limbah industri, polusi udara, hingga penangkapan ikan berlebihan menjadi masalah akut yang melanda perairan ini. Apabila eksplorasi migas di Mediterania Timur dilanjutkan, maka kerusakan ekosistem di perairan ini akan semakin tampak. Spesies seperti paus sperma, lumba-lumba, dan aneka burung laut akan terancam, atau bahkan, punah. Sebagai gantinya, ia menyerukan pengembangan energi terbarukan, mengingat baik Turki maupun Yunani memiliki potensi tinggi pengembangan energi listrik tenaga angin dan matahari. Selain itu, pemanfaatan ladang migas yang telah produktif seperti di Laut Hitam juga menjadi alternatif guna melestarikan ekosistem perairan Mediterania (Bersi, 2020)

Referensi

Bechev, D. (2020, Agustus 27). Black Sea gas strengthens Turkey’s hand in geopolitics. https://www.aljazeera.com/indepth/opinion/black-sea-gas-strengthens-turkey-hand-geopolitics-200825180514270.html

Bersi, E. (2020, Maret 24). The Fight to Keep the Mediterranean Free of Oil Drilling. https://www.thenation.com/article/politics/mediterranean-oil-gas-hydrocarbon/

Energypedia. (2020). Greece Energy Situation — Energypedia.info. Greece Energy Situation. https://energypedia.info/wiki/Greece_Energy_Situation

Europe: Greece — The World Factbook — Central Intelligence Agency. (2019). https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/gr.html

Hockenos, P. (2020, September 10). No Gas, No War in the Mediterranean. Foreign Policy. https://foreignpolicy.com/2020/09/10/turkey-greece-cyprus-no-gas-no-war-in-the-mediterranean/

International Monetary Fund. (2019). Report for Selected Countries and Subjects. https://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2020/01/weodata/weorept.aspx?pr.x=17&pr.y=2&sy=2017&ey=2021&scsm=1&ssd=1&sort=country&ds=.&br=1&c=174&s=NGDP_RPCH%2CPPPGDP%2CPCPIPCH&grp=0&a=

Meredith, S. (2020, Agustus 18). Turkey’s pursuit of contested oil and gas reserves has ramifications “well beyond” the region. CNBC. https://www.cnbc.com/2020/08/18/turkey-greece-clash-over-oil-and-gas-in-the-eastern-mediterranean.html

Wintour, P. (2020, September 11). How a rush for Mediterranean gas threatens to push Greece and Turkey into war. The Guardian. https://www.theguardian.com/world/2020/sep/11/mediterranean-gas-greece-turkey-dispute-nato

--

--