Yogyakarta di Persimpangan

HMGP Citrakara Mandala UGM
Citrakara Mandala
Published in
7 min readAug 23, 2024

Ketika Kemacetan Menjadi Harga yang Harus Dibayarkan untuk Pertumbuhan Pariwisata Regional

Penulis: Ryana Junianti
Editor: Aflah Aulya Rachmi [Tim Redaksi Citrakara Mandala]
| Divisi Riset dan Keilmuan
Kabinet Prakarsa Nirmana HMGP UGM 2024

Gambar 1 Suasana Menjelang Malam Kota Yogyakarta (Sumber: Dokumen Pribadi)

Yogyakarta, yang sering disebut sebagai “Kota Pelajar” dan dikenal sebagai pusat budaya Jawa, kini menghadapi tantangan besar dalam mengelola kemacetan lalu lintas. Fenomena ini bukan sekadar masalah teknis lalu lintas, tetapi mencerminkan dinamika kompleks antara pertumbuhan penduduk yang pesat, peningkatan jumlah kendaraan bermotor, dan status Yogyakarta sebagai destinasi wisata dan pendidikan.

Pertumbuhan Penduduk di Kota Yogyakarta
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2023), jumlah penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan mencapai 375,70 ribu jiwa penduduk pada tahun 2023. Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan, salah satunya seperti yang terjadi di Kota Yogyakarta hingga 0,05%. Pertumbuhan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk migrasi dari daerah lain yang melihat Yogyakarta sebagai tempat yang menjanjikan baik untuk pendidikan maupun pekerjaan. Pertumbuhan penduduk ini langsung berdampak pada peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Kepemilikan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, menjadi pilihan utama bagi banyak orang karena dinilai lebih praktis dan fleksibel dalam beradaptasi dengan kondisi jalan yang sempit dan sering kali macet.

Tabel 1 Jumlah Kendaraan Bermotor dan Jenis Kendaraan di Kota Yogyakarta Tahun 2021–2023 (Sumber: Provinsi DIY dalam Angka Tahun 2024)

Berdasarkan data Jumlah Kendaraan Bermotor dan Jenis Kendaraan di Kota Yogyakarta Tahun 2021–2023 menunjukkan adanya peningkatan jumlah kendaraan. Kenaikan jumlah kendaraan pribadi ini tidak hanya meningkatkan kemacetan, tetapi juga memperburuk kualitas udara akibat peningkatan emisi gas buang. Ditambah lagi, dengan luas jalan yang tidak bertambah secara signifikan, peningkatan jumlah kendaraan ini membuat arus lalu lintas semakin padat dan tidak teratur (Hakim, 2021).

Gambar 2 Diagram Garis Kenaikan Angka Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Kota Yogyakarta (Sumber: Provinsi DIY dalam Angka Tahun 2024)

Struktur Kota yang Terbatas

Yogyakarta memiliki luas wilayah yang relatif kecil, yakni hanya sekitar 32,5 km². Luas wilayah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia, seperti Jakarta atau Surabaya. Struktur Kota Yogyakarta yang terpusat pada beberapa kawasan utama, seperti Malioboro, Karaton, dan area pendidikan di sekitar UGM turut menambah kompleksitas pengaturan lalu lintas. Sebagian besar jalan di Yogyakarta masih berupa jalan-jalan yang dibangun pada masa kolonial Belanda. Jalan-jalan tersebut pada awalnya tidak dirancang untuk menampung jumlah kendaraan yang begitu banyak. Umumnya, secara fisik berbentuk sempit dan berliku juga sedikit pilihan jalan alternatif. Hal ini menyebabkan kemacetan yang sering kali tidak bisa dihindari, terutama pada jam-jam sibuk, seperti pagi dan sore hari ketika orang-orang berangkat dan pulang kerja atau sekolah (Gunawan & Suryadi, 2022).

Gambar 3 Kemacetan Kendaraan Menuju Jalan Malioboro (Sumber: jogja.tribunnews.com)

Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota budaya, tetapi juga sebagai salah satu destinasi wisata terpopuler di Indonesia. Setiap tahun, jutaan wisatawan domestik dan mancanegara datang ke Yogyakarta untuk menikmati keindahan alam, kekayaan budaya, dan warisan sejarahnya. Destinasi wisata terkenal seperti Kraton Yogyakarta dan kawasan Malioboro menjadi magnet bagi wisatawan. Namun, kedatangan wisatawan dalam jumlah besar ini juga menambah beban lalu lintas di kota yang sudah padat. Wisatawan yang datang dengan kendaraan pribadi atau menggunakan jasa rental mobil sering kali mengakibatkan kemacetan parah, terutama pada saat liburan panjang dan akhir pekan. Selain itu, kurangnya fasilitas parkir yang memadai di kawasan wisata juga memperburuk situasi, banyak kendaraan yang diparkirkan sembarangan di pinggir jalan sehingga mengurangi kapasitas jalan yang sudah sempit.

Sektor pariwisata sebagai salah satu tulang punggung ekonomi Yogyakarta menghadapi tantangan besar dalam mengelola dampak yang ditimbulkan terhadap kemacetan lalu lintas. Pengaturan arus kendaraan di kawasan wisata serta penyediaan transportasi umum yang nyaman dan efisien menjadi kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah ini (Raharjo, 2019). Kawasan Malioboro, yang merupakan salah satu ikon wisata Yogyakarta, sering kali menjadi titik kemacetan parah. Jalan-jalan di sekitar Malioboro dipadati oleh wisatawan, pedagang kaki lima, becak, andong, dan kendaraan bermotor yang semuanya berebut ruang di jalan yang terbatas. Di samping itu, parkir liar di sepanjang jalan semakin memperparah kondisi ini (Saraswati & Kurniawan, 2020).

Tabel 2 Banyaknya Pengunjung Wisata menurut Jenis Pengunjung di Kota Yogyakarta Tahun 2023 (Sumber: BPS, 2024)

Pada tahun 2023, jumlah total pengunjung mencapai lebih dari 7,5 juta orang yang terdiri dari 309.674 pengunjung mancanegara dan 4.189.251 pengunjung domestik. Dari total tersebut, lebih dari 3 juta orang berkunjung ke kawasan Malioboro sehingga dapat diketahui betapa pentingnya kawasan ini sebagai magnet wisata di Yogyakarta. Data menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023, Malioboro menjadi tujuan utama bagi para wisatawan dengan jumlah kunjungan tertinggi pada bulan Desember, yakni 336.077 orang. Ini bertepatan dengan musim liburan akhir tahun, di mana banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, menghabiskan waktu mereka di Yogyakarta. Selain Desember, bulan-bulan lain seperti Januari, Mei, dan Juni juga mencatat jumlah pengunjung yang tinggi, masing-masing mencapai lebih dari 300.000 orang. Lonjakan ini terutama terjadi pada bulan-bulan liburan dan hari-hari besar, yang secara signifikan meningkatkan volume kendaraan di sekitar Malioboro.

Gambar 4 Diagram Garis Peningkatan Jumlah Pengunjung Wisata di Yogyakarta (Sumber: Haisl Olahan Data)

Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan

Gambar 5 Kampus Universitas Gadjah Mada (Sumber: www.portalpalapa.com)

Sebagai kota pendidikan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi rumah bagi lebih dari 100 perguruan tinggi, termasuk universitas-universitas ternama seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Islam Indonesia (UII). Setiap tahun, ribuan mahasiswa dari seluruh Indonesia datang ke DIY untuk melanjutkan pendidikan mereka. Kehadiran mahasiswa dalam jumlah besar ini berkontribusi pada kemacetan lalu lintas di DIY terutama daerah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Banyak mahasiswa yang membawa kendaraan pribadi dari daerah asal mereka atau membeli kendaraan selama tinggal untuk menempuh pendidikan. Di sekitar kampus, lalu lintas sering kali padat pada pagi dan siang hari ketika mahasiswa berangkat dan pulang kuliah. Ditambah lagi, kurangnya fasilitas parkir di sekitar kampus sering kali membuat mahasiswa memarkir kendaraan mereka di pinggir jalan yang semakin mempersempit ruang bagi kendaraan lain (Wijaya & Pratama, 2020). Selain itu, aktivitas mahasiswa yang dinamis, seperti mengikuti kegiatan organisasi, kuliah lapangan, dan berbagai acara kampus, juga menambah intensitas pergerakan kendaraan di Yogyakarta. Hal ini menyebabkan kemacetan tidak hanya terjadi pada jam-jam sibuk, tetapi juga pada waktu-waktu lain.

Mengatasi Kemacetan: Solusi dan Tantangan

Gambar 6 Rute Bus Trans Jogja (Sumber: Instagram Trans Jogja Official)

Salah satu solusi jangka panjang adalah meningkatkan kualitas dan cakupan transportasi umum. Bus Trans Jogja sebagai salah satu moda transportasi umum utama di Yogyakarta perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah armada, rute, maupun frekuensinya. Penggunaan transportasi umum yang lebih efektif dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Namun, penerapan Bus Trans Jogja sebagai transportasi umum dinilai hanya sebagai transportasi yang dapat digunakan saat senggang saja. Hal tersebut terjadi karena lamanya perjalan menggunakan Bus Trans Jogja sehingga dinilai tidak efektif jika digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Faktor tidak adanya rute khusus untuk Bus Trans Jogja memperparah keadaan tersebut sehingga Bus Trans Jogja terpaksa mengikuti kemacetan Kota yang awalnya merupakan solusi untuk mengurangi kemacetan, tetapi pada implementasinya hal tersebut bukan solusi yang tepat.

Pembangunan infrastruktur jalan seperti perluasan dan pembangunan jalan baru termasuk jalan lingkar (ring road) dan flyover dapat membantu mengurai kemacetan di pusat kota. Pembangunan jalan alternatif yang menghubungkan kawasan-kawasan penting tanpa harus melalui pusat kota juga perlu diprioritaskan. Rencana tersebut tidak dapat diterapkan di pusat kota Yogyakarta karena faktor tidak ada lagi lahan yang tersisa untuk proyek perluasan jalan sehingga dialihkan pada jalan-jalan di pinggiran Kota Yogyakarta.

Penerapan sistem satu arah di beberapa ruas jalan yang strategis dapat membantu memperlancar arus lalu lintas dan mengurangi titik-titik kemacetan. Sistem ini telah diterapkan di beberapa ruas jalan di Yogyakarta seperti ruas Jalan Mayor Suryotomo hingga Jalan Mataram. Selain itu perlu adanya pengembangan kawasan wisata baru untuk mengurangi konsentrasi wisatawan di pusat kota. Dengan demikian, arus wisatawan dapat tersebar lebih merata dan tidak hanya terpusat di pusat Kota Yogyakarta terutama Malioboro dan sekitarnya.

Referensi

Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. (2023). Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2023. Yogyakarta: BPS Kota Yogyakarta. Diakses dari https://yogyakarta.bps.go.id.

Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. (2024). Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2024. Yogyakarta: BPS Kota Yogyakarta. Diakses dari https://yogyakarta.bps.go.id.

Gunawan, A., & Suryadi, T. (2022). Dampak Pertumbuhan Penduduk Terhadap Kemacetan Lalu Lintas di Kota Yogyakarta. Jurnal Transportasi Indonesia, 15(2), 135–150.

Hakim, A. (2021). Pengaruh Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Terhadap Kemacetan di Yogyakarta. Jurnal Studi Perkotaan, 9(3), 201–220.

Raharjo, A. (2019). Peran Transportasi Umum dalam Mengatasi Kemacetan di Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Saraswati, I., & Kurniawan, R. (2020). Analisis Kemacetan di Kawasan Wisata Malioboro Yogyakarta. Jurnal Pariwisata dan Perkotaan, 8(1), 55–70.

Wijaya, A., & Pratama, H. (2020). Kota Pendidikan dan Tantangannya: Studi Kasus Yogyakarta. Jurnal Pendidikan dan Kota, 11(4), 230–245.

--

--