[Cerita Belajar] Navigasee — Pencarian Moda Transportasi Umum untuk Tuna Netra

Adam Mukharil Bachtiar
UNIKOM Codelabs
Published in
5 min readJan 3, 2018

Pada pertengahan tahun 2017 yang lalu (akhirnya sekarang 2018), saya bersama Evan Gilang Ramadhan, FITRI FEBRIANA, dan beberapa teman lainnya berniat untuk melakukan proses belajar untuk bisa membantu disabilitas dalam berbagai hal. Sebetulnya proses belajar ini sedikit timbul akibat kebutuhan kompetisi (kompetisi TechnoFest 2017). Kebetulan tema TechnoFest 2017 pada kategori Desain Pengalaman Pengguna adalah tentang transportasi di mata penyandang disabilitas. Tema disabilitas tentunya bukan tema yang mudah karena kami tidak sering melakukan riset pengguna di kalangan disabilitas. Ditambah lagi setelah kita baca beberapa literatur, kata disabilitas sendiri terbagi menjadi beberapa kategori, seperti tuna netra, tuna wicara, tuna rungu, dan lain-lain (tentunya tidak termasuk tuna pasangan a.k.a jomblo).

Mengingat tenggat waktu kompetisi yang tidak terlalu lama maka kami bergegas melakukan perencanaan awal untuk memilih jenis disabilitas apa yang akan kami bantu dalam proses belajar ini. Singkat kata, terpilihlah tuna netra sebagai domain kasus kami untuk diberikan solusi selain itu dipilih juga kasus menunggu kendaraan umum sebagai kasus utama yang akan diselesaikan oleh Navigasee. Berdasarkan pengalaman pada tahun sebelumnya dan dengan bekal ilmu yang kami dapat dari baca buku dan diskusi dengan beberapa pekerja di bidang UX Design maka kami menyusun langkah-langkah yang akan kami lakukan untuk membentuk solusi di domain kasus transportasi untuk penyandang tuna netra. Secara garis besar, langkah-langkah yang kami lakukan tidak berbeda jauh dengan proses riset UX pada umumnya. Kami melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Metodologi Belajar untuk Navigasee (Uncomplete)

Kalau dilihat memang ada satu langkah yang kurang, yaitu Usability Testing untuk mendapatkan feedback tentang ketidaknyamanan di UI/UX yang dibangun. Akan tetapi karena keterbatasan waktu maka kami hanya melakukan proses tersebut seadanya sehingga proses ini akan kami lakukan ulang di masa mendatang (tunggu di story yang akan datang). Pada story ini saya hanya berfokus pada dua langkah awal saja dan untuk dua langkah berikutnya akan ada di storynya Evan Gilang Ramadhan.

Observasi Penggunaan Gadget & Perilaku Tuna Netra dalam Menunggu Kendaraan Umum

Sebelum saya bercerita lebih lanjut, hasil belajar ini bukan untuk menggeneralisasi perilaku tuna netra secara keseluruhan karena masing-masing tuna netra pun bisa memiliki perilaku yang mungkin saja berbeda (lesson learned ini saya ambil ketika riset aplikasi edukasi pendidikan untuk tuna grahita tahun 2012). Di awal observasi kami memilih tempat observasi yaitu PSBN Wyata Guna Bandung (Panti Sosial Bina Netra). Di sana kami melakukan pengamatan secara langsung untuk dua hal, yaitu:

  1. Penggunaan gadget pada tuna netra
  2. Perilaku tuna netra pada saat menunggu kendaraan umum.

Pada awalnya kami membayangkan bahwa tuna netra akan mengalami banyak kesulitan ketika menggunakan smartphone dan kami pun yakin kalau teman-teman yang belum pernah observasi pun akan menganggap demikian. Ketika observasi, kita terkejut karena ternyata apa yang kita bayangkan sebelumnya terlalu berlebihan bahkan cenderung merendahkan.

Lesson Learned 1

Penyandang tuna netra ternyata cukup mahir dalam menggunakan aplikasi yang ada pada smartphone mereka. Hal ini terlihat dari cara mereka melakukan panggilan telepon dan beberapa aplikasi yang terlihat cukup mahir padahal tidak ada tombol fisik pada telepon mereka (smartphone mereka menggunakan touch screen).

Salah satu penyandang tuna netra yang sedang menggunakan smartphone di Wyata Guna
Lingkungan Wyata Guna Bandung

Mereka menggunakan bantuan dari teknologi assistive yang ada pada perangkat android mereka seperti Talk Back. Memang untuk perilaku penggunaannya tidak sama persis dengan kondisi pada umumnya. Mereka selalu mendekatkan perangkat smartphone mereka ke dekat telinga sembari telunjuk mereka menggeser atau meraba layar smartphone mereka. Tentunya hal ini dilakukan agar mereka dapat mendengarkan suara Talk Back.

Lesson Learned 2

Ada perilaku yang cukup menarik yaitu kami menemukan fakta bahwa terkadang beberapa penyandang tuna netra sesekali melihat layar smartphone mereka untuk mengoperasikannya. Setelah ditelaah ternyata penyandang tuna netra parsial masih bisa melihat secara terbatas tampilan pada layar smartphone mereka khususnya teks. Tentunya permainan warna (kontras), ukuran teks, dan jumlah komponen UI dalam satu halaman menjadi sangat penting.

Lesson Learned 3

Kami mendapatkan insight bahwa penyandang tuna netra memiliki kesulitan dalam menunggu kendaraan umum (masih di domain kasus transportasi). Mereka kerap kali tertinggal oleh angkutan umum yang ingin mereka naiki karena dipengaruhi faktor kebiasaan dari supir kendaraan umum yang tidak biasa menaikturunkan penumpang di halte yang ada. Selain itu mereka hanya tahu jurusan kendaraan umum yang harus dinaiki akan tetapi tidak tahu kapan kendaraan tersebut tiba. Hal ini diperparah dengan menghilangnya kebiasaan supir atau kondektur kendaraan umum yang biasanya menyebutkan jurusan kendaraan mereka dengan keras (jadi inget Mandra pas bilang Cinere- Gandul).

Membuat Persona dari Hasil Observasi

Dari hasil observasi tersebut, kami membuat 3 persona yang menggambarkan user Navigasee. 3 persona tersebut terdiri dari:

  1. Persona primary — Seorang penyandang tuna netra bernama Dede Munandar (nama persona bukan nama asli) yang memiliki kesulitan dalam menunggu kendaraan umum yang akan dinaiki.
  2. Persona secondary — Seorang sobat Navigasee yang ingin membantu penyandang tuna netra dalam mencarikan kendaraan umum yang ingin dinaiki.
  3. Persona suplemental — Seorang supir kendaraan umum yang peduli terhadap penyandang tuna netra.

Karakteristik persona masing-masing dapat dilihat pada gambar-gambar berikut:

Persona Primary Navigasee
Persona Secondary Navigasee
Persona Suplemental Navigasee

Dari persona-persona inilah kami melanjutkan belajar kami ke tahap berikutnya yaitu membuat skenario penggunaan Navigasee untuk setiap persona. Untuk pembahasannya akan ada di story-nya Evan Gilang Ramadhan.

Mari kita tutup story ini dengan satu frasa yang ditakuti.

To Be Continued…

NB: story ini merupakan hasil belajar dan sangat wajar sekali kalau konten di dalamnya memiliki pandangan berbeda dengan pandangan yang lain. Kami paham akan kekurangan dan kesalahan yang ada pada hasil belajar kami. Semata-mata kami hanya berbagi cerita untuk bisa sekedar berbagi.

--

--

Adam Mukharil Bachtiar
UNIKOM Codelabs

Director of Technology and Information System, CEO of CodeLabs and Lecturer at Informatics Engineering UNIKOM