Apa Itu Design Thinking?

Eka Afrianti
codexstories | CODEX Telkom
3 min readJun 24, 2020

Sejak pandemi Covid-19 menyebar dan berbagai aktivitas akhirnya harus dilakukan dari rumah, mulai banyak pihak yang berbagi ilmu lewat webinar, Instagram Live, hingga Youtube Live. Topiknya pun beragam, mulai dari mental awareness, financial planning, product development, hingga career development.

Dari beberapa tema tersebut, ada sebuah istilah yang sebenarnya sudah lama saya dengar tetapi belum saya gali lebih dalam, yaitu Design Thinking.

Salah satu webinar yang diselenggarakan CODEX

Berdasarkan webinar dan apa yang pernah saya baca, Design Thinking merupakan metode mengenai cara berpikir yang fokus pada pemecahan masalah berdasarkan kebutuhan. Kenapa berdasarkan kebutuhan? Karena dengan mengetahui apa yang kita butuhkan, maka kita dapat menganalisis apa yang sedang terjadi, lalu mencari solusi agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.

Ada beberapa pendapat tentang tahapan dari proses Design Thinking. Salah satunya berasal dari Stanford School yang berisi lima tahapan, tetapi tahapan tersebut menurut saya terlalu spesifik ke desain.

Selain itu, ada lagi pendapat yang hanya berisi tiga tahapan, yaitu:

1. Understanding

Proses untuk mencari tahu apa yang kita butuhkan dan tujuan yang ingin kita capai. Pada fase ini, kita harus banyak mendengar dan melihat apa yang terjadi di sekitar kita, agar dapat mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Setelah itu, kita harus menganalisis dan mengelompokkan informasi tersebut berdasarkan masalah/pain point/kendala yang sedang atau akan kita alami.

2. Ideation

Proses pengumpulan ide atau solusi yang dapat mengatasi permasalahan kita. Ide-ide ini selanjutnya akan disaring dan dikerucutkan hingga menemukan sebuah ide yang benar-benar potensial. Setelah itu, kita bisa mulai membuat kerangka yang lebih jelas dan memvalidasi ide tersebut pada proses selanjutnya.

3. Try

Tahap terakhir adalah mencoba kerangka solusi yang telah kita desain di tahap sebelumnya. Mencoba di sini bukan berarti main-main, tetapi kita harus berusaha sekuat mungkin untuk melakukan validasi dan mencari insight dari ide kita tersebut.

Kita harus menjawab beberapa pertanyaan, seperti:

  • Apakah ide tersebut mudah dipahami orang lain?
  • Apa saja kesulitan yang kita hadapi saat mengimplementasikan ide tersebut?
  • Apakah ide tersebut bisa diterapkan tanpa ada pihak lain yang dirugikan?
Design Thinking; sumber gambar: sovanta.com

Memang ada beberapa konsep pembagian tahapan dalam Design Thinking. Namun menurut pembicara dalam webinar yang saya ikut, kita tidak perlu terpaku pada konsep dan lebih fleksibel ketika melakukan implementasi.

Design Thinking sendiri merupakan sesuatu yang luas, dan bisa digunakan pada segala aspek kehidupan, baik personal maupun profesional.

Dari sisi personal, Design Thinking dapat digunakan untuk perencanaan karier, kehidupan, dan membantu kita dalam mengambil keputusan. Sedangkan secara profesional, kita dapat menggunakan metode tersebut saat akan mengembangkan fitur baru atau produk baru misalnya.

Menurut Bill Burnett dan Dave Evans, penulis dari buku Designing Your Life: How to Build a Well-Lived, Joyful Life, kita harus mencoba sesuatu yang baru, mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhan, dan terus melakukan eksperimen terhadap hal tersebut. Itulah esensi dari Design Thinking.

Membangun masa depan dengan Design Thinking berarti menjalani hidup dengan sudut pandang perubahan, dan menyongsong masa depan dengan prinsip “mencari jalan keluar”.

Awalnya saya mengira Design Thinking hanya bisa digunakan oleh para desainer. Namun setelah mendapatkan beberapa insight, saya sadar bahwa penerapan metode tersebut juga berguna bagi semua orang. Semenjak WFH (Work from Home) diterapkan, banyak sekali pelajaran baru yang bisa kita dapatkan, bahkan saat rebahan sekalipun.

“Salam setiap hari belajar hal baru, salam rebahan :)”

--

--