Bisakah Peran Front End Developer Digantikan oleh UI/UX Designer?
Bagaimana dengan sebaliknya?
Nanti di masa depan, developer sudah tidak ada lagi loh. Akan digantikan perannya oleh designer.
Saat perjalanan pulang dari kantor, rekan kerja saya membuka obrolan. Menurut dia, peran developer (lebih tepatnya Front End Developer) di masa depan akan tergantikan oleh UI/UX Designer, mengingat sekarang sudah banyak tools-tools untuk membuat halaman web dengan bermodalkan drag and drop saja tanpa perlu menulis kode.
“Tidak juga sih,” kata saya. “Kode yang dihasilkan tools-tools tersebut umumnya berantakan dan memiliki kecepatan akses yang lambat, sehingga tetap perlu dirapikan lagi oleh developer.”
Diskusi mengenai pembahasan ini masih terus berlanjut sebelum topik obrolan kami kemudian berubah.
Kalau ada tools yang bisa menggantikan tugas satu pekerjaan, mengapa tidak digunakan?
Mungkin begitu pikiran dasarnya.
Saya dulu juga mempunyai pemikiran serupa. Bedanya, saya berpikir ke arah sebaliknya: Peran UI/UX designer akan digantikan oleh Front End Developer.
Mengapa? Menurut saya, ruang lingkup pekerjaan Front End Developer hanya menerjemahkan desain yang dibuat oleh UI/UX Designer menjadi tampilan web yang dapat digunakan. Kalau lingkup pekerjaanya hanya “seperti itu”, mungkin saja kalau developer nantinya juga bertugas untuk merancang desain dan menerapkannya langsung di halaman web yang dibuat. Bisa lebih hemat waktu, pikir saya.
Pola pikir tersebut juga yang kemudian membuat saya berpindah haluan dari seorang UI/UX Designer menjadi Front End Developer. Bermodalkan kemampuan desain dan latar belakang pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, saya nekat belajar dan mengganti haluan karier.
Ternyata, pikiran saya tersebut naif sekali.
Setelah mengikuti Bootcamp Coding dan bekerja sebagai Front End Developer sungguhan selama hampir enam bulan, saya jadi tahu kalau ruang lingkup pekerjaan tersebut tidak hanya menerjemahkan desain menjadi web yang bisa digunakan saja.
Berikut ini adalah beberapa tugas Front End Developer yang lain.
Mengelola keseimbangan estetika dan fungsional
Sederhananya, seorang Front End Developer harus memastikan web yang dibuat dapat berfungsi DAN memiliki tampilan baik, yang umumnya berpatokan dengan desain yang dibuat oleh UI/UX Designer.
Ambil halaman login sebagai contoh. Dalam halaman login, seorang Front End Developer perlu membuat tiga komponen, yaitu:
- Input email
- Input password
- Tombol login
Pada komponen input email, seorang Front End developer perlu membuat validasi bahwa input yang dimasukkan harus berupa email, atau form-nya akan eror. Begitu pula untuk input password dan tombol login, perlu ada validasinya tersendiri.
Fungsi validasi tersebut juga perlu dibuat seefisien mungkin sehingga tidak memberatkan pengguna yang menggunakan halaman web tersebut, baik dari segi resource maupun penggunaan bandwidth. Selain membuat validasi, Front End Developer juga perlu membuat layout dan styling halaman tersebut sesuai dengan desain yang telah dirancang.
Mengelola data dari server untuk ditampilkan atau dikirim
Ketika data yang dimasukkan, misalnya di halaman login, sudah valid dan pengguna menekan tombol login, halaman web akan mengirim data email dan password ke server. Respon dari server kemudian diolah oleh halaman web tergantung jenisnya.
Jika gagal login (bisa karena email/password salah atau email tidak terdaftar), respon gagalnya akan ditampilkan di halaman login tersebut. Jika berhasil, akan redirect ke halaman selanjutnya.
Melakukan testing
Waktu awal-awal bekerja, saya berpikir, “Untuk apa membuat unit testing? Kode yang dibuat sudah berjalan saja harusnya sudah cukup. Developer juga bisa melakukan testing secara personal dengan lebih cepat.”
Ternyata masih belum cukup.
Developer yang mengerjakan memang tahu kalau kodenya dapat berjalan dengan baik, namun developer lain tidak. Akan muncul pertanyaan seperti:
- Bagaimana cara kerja fungsi ini?
- Apa yakin fungsinya bisa berjalan 100%?
Oleh karena itu, setiap unit perlu dites agar terhindar dari error. Unit testing membantu menghindari eror per komponen (atau unit) secara terstruktur.
Di Codex sendiri, hasil dari unit testing dipakai untuk menilai coverage atau lingkup dari kode yang terbaca. Hasil coverage tersebut akan menentukan apakah kode yang dibuat layak masuk ke production atau tidak.
Itu baru tiga hal, belum lagi tugas Front End Developer yang lain, seperti mempelajari framework, menerapkan gitflow, dan pekerjaan lainnya.
Dari banyaknya ruang lingkup pekerjaan Front End Developer tersebut, menurut saya peran ini akan sulit tergantikan oleh UI/UX Designer, demikian juga sebaliknya. Kalaupun ada yang dapat melakukan keduanya, umumnya di salah satu bagian (desain atau kode) akan memiliki hasil yang tidak maksimal. Kecuali sedikit orang yang dapat menghasilkan desain yang baik sekaligus menerapkannya dalam kode yang efisien pula seorang diri.
Ini pendapatku. Bagaimana pendapatmu?
Sekian artikel dari saya, sampai bertemu di artikel berikutnya.