Perhatian : Masa Depan Sudah Hadir Hari Ini, Hanya Persebarannya yang Belum Merata~

Bramasta Dwi Saka
codexstories | CODEX Telkom
5 min readMay 1, 2019
Alita Battle Angel Wallpaper

Sejak kecil saya memang menyukai cerita-cerita yang imajinatif, khususnya genre fiksi ilmiah. Sebuah genre di mana teknologi canggih disejajarkan dengan kehidupan sehari-hari tokoh utama atau menjadi latar belakang cerita.

Kebetulan salah satu cerita fiksi ilmiah yang saya sukai diangkat jadi film layar lebar dan ditayangkan di Indonesia sekitar Bulan Februari lalu. Sebuah film yang sudah saya tunggu selama bertahun-tahun.

Alita: Battle Angel

Walaupun alur cerita, penokohan, dan konflik beda jauh dengan novel grafis yang pernah saya baca, saya tetap berusaha menikmati filmnya. Tersiksa sih, tapi ya gimana lagi? Sebagai penonton saya hanya bisa menikmati. :(

Salah satu penulis genre fiksi ilmiah yang saya sukai dan cukup berpengaruh dalam mengasah imajinasi saya adalah William Gibson. Saya mengidolakan beliau selain karena dia yang menciptakan subgenre cyberpunk, juga karena salah satu quote-nya yang menurut saya tak lekang zaman.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/35/William_Gibson_by_FredArmitage.jpg

“The future is already here — it’s just not very evenly distributed.”

Kalimat ini diucapkan oleh Gibson dalam sebuah wawancara sekitar tahun 1993, di mana konteks dari penggalan kalimat tersebut adalah semua hal yang membentuk keseharian masyarakat di masa depan sebenarnya sudah ada di tengah-tengah kita saat ini the future is already here”. Hanya persebarannya saja yang belum merata di masyarakat it’s just not very evenly distributed”.

Artinya, perubahan-perubahan yang sifatnya niche hari ini, atau yang saat ini baru digunakan oleh sebagian kecil anggota masyarakat di belahan dunia lain, bisa menjadi sesuatu yang menjadi bagian dari keseharian masyarakat luas di masa depan.

Di satu sisi hal ini persis seperti apa yang saya bayangkan ketika pertama kali membaca novel Alita: Battle Angel dua puluh tahun lalu. Mungkin realita kehidupan sang penulis, Yukito Kishiro, ketika membuat cerita ini pada tahun 1990 memang sudah semaju itu sehingga bayangan saya ada gap teknologi yang cukup besar antara Indonesia dan Jepang.

Harap dipahami bahwa ketika saya membaca novel grafis ini, teknologi informasi dan penetrasi internet di Indonesia masih belum seperti sekarang ya, setidaknya di sekitar rumah saya. Jadi, bagi saya hal-hal seperti terhubung secara digital dalam dunia cyber dan berkolaborasi secara realtime itu masih berupa cerita imajiner saja.

Di sisi yang lain, menurut saya quote Gibson tersebut juga relevan dengan kondisi lanskap bisnis sekarang dimana sebagian perusahaan yang didirikan dan beranggotakan para digital native sudah menggunakan pendekatan-pendekatan teknologi dan budaya organisasi yang kekinian sejak awal berdiri.

Sementara itu, sebagian perusahaan lainnya sedang berusaha untuk melakukan transformasi digital. Perusahaan-perusahaan ini biasanya adalah organisasi yang lahir sebelum era digital berkembang pesat serta memiliki budaya organisasi yang relatif konvensional.

Mereka memerlukan transformasi digital karena adanya desakan dari perkembangan teknologi, munculnya kompetisi dan model bisnis baru, serta tuntutan dari konsumen generasi baru yang memang digital natives.

Tak bisa dipungkiri bahwa di era teknologi ini kolaborasi, transaksi, dan interaksi sosial memang menjadi relatif lebih mudah dari sebelumnya. Perubahan ini menuntut adanya penyesuaian antara produsen dan konsumen. Jika pola konsumsi sudah berubah, maka pola produksi mau tidak mau harus ikut berubah untuk mempertahankan posisi mereka di mata konsumen.

Berangkat dari quote Gibson tersebut dan sebagai digital natives yang sedang berusaha untuk melakukan trasformasi digital melalui Codex, saya ingin menuangkan pikiran mengenai 3 hal mendasar yang bisa di perhatikan ketika sedang bertransformasi, yaitu:

1. Sumber Daya Manusia

Komitmen dari setiap individu di dalam organisasi sangat dibutuhkan agar transformasi digital dapat berhasil. Pimpinan organisasi perlu meyakinkan anggota organisasi di bawahnya bahwa transformasi digital merupakan strategi untuk membawa organisasi menuju ke arah yang lebih baik, serta memperjelas peran dan tanggung jawab anggota organisasi di dalam perubahan yang akan dilakukan.

Konsekuensi lain yang muncul dari transformasi digital adalah keharusan memiliki sumber daya manusia dengan skill-set yang dibutuhkan untuk mendukung transformasi.

Kebutuhan akan talent dengan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tidak hanya dapat dipenuhi dengan cara merekrut talent baru, tetapi juga dengan re-skilling talent yang sudah ada. Hal ini bisa dilakukan melalui program pelatihan serta perancangan ulang proses kerja untuk mereduksi ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan talent yang sudah ada.

Bagaimanapun, transformasi digital hanya akan berhasil jika seluruh anggota organisasi setuju dengan perubahan yang akan terjadi, dan melibatkan orang-orang yang tepat di dalam prosesnya.

2. Proses

Bertransformasi digital artinya membuat anggota organisasi untuk berpikir dan bekerja secara lebih efektif, membuat keputusan yang lebih cerdas, serta menggunakan alat yang tepat untuk melakukan suatu pekerjaan. Perubahan akan terjadi di setiap lini bisnis, mulai dari infrastruktur IT, aspek bisnis yang sifatnya non-teknis, hingga interaksi dengan konsumen.

Transformasi digital adalah melihat lebih dalam pada data untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang bagaimana proses bisnis dapat berjalan secara lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Identifikasi terhadap hal-hal yang perlu diubah atau ditingkatkan dalam proses bisnis perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum mencoba memasukkan teknologi ke dalam proses yang ada.

3. Teknologi

Teknologi sebenarnya adalah enabler dalam proses transformasi, di mana sering disalah artikan sebagai akar dari transformasi itu sendiri. Teknologi mempermudah proses bisnis agar proses berjalan secara lebih efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan dari sebelumnya.

Oleh karena itu, penggunaan teknologi seharusnya menyesuaikan kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Contohnya aplikasi ride hailing seperti Gojek, Uber, dan Grab di mana inti dari operasi mereka adalah mempermudah konsumen mendapatkan transportasi dengan cepat dan aman.

Saya percaya, sebuah organisasi yang melakukan transformasi digital adalah organisasi yang berusaha untuk menyediakan produk dan jasa layanan bagi pengguna mereka dengan sebaik-baiknya. Dengan melakukan transformasi digital, berarti suatu organisasi telah menyadari bahwa pengalaman pengguna yang baik akan memberikan keuntungan dan pengembangan ke arah yang lebih baik bagi organisasi.

Walaupun perubahan organisasi dalam skala besar itu rumit. Namun, jagan lupa bahwa imbal balik yang akan didapatkan bila perubahan tersebut terjadi juga sangat menarik.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Microsoft pada Tahun 2017, perusahaan yang telah bertransformasi digital mampu meningkatkan pendapatannya sebesar 15% sampai 17%.

Gartner juga menyatakan bahwa transformasi digital menjadi semakin penting untuk kelangsungan bisnis, dengan pertumbuhan pendapatan dari 16% menjadi 37% pada tahun 2021.

Memang dibutuhkan suatu pendekatan yang berani, logis, dan pragmatis untuk membuat transformasi seperti ini berhasil. Di mana pengetahuan yang tepat, cara berpikir, kesadaran akan perlunya perubahan, dan kemampuan memahami serta menempatkan framework dengan kebutuhan organisasi dengan tepat menjadi hal yang harus dimiliki oleh setiap agen perubahan dalam organisasi tersebut.

Pada akhirnya berbicara mengenai transformasi digital berarti berbicara mengenai keberanian mempelajari hal baru, budaya baru dan cara kerja baru, untuk memberikan servis yang lebih baik secara berkelanjutan kepada para pengguna.

Terima kasih sudah membaca tulisan saya! Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa follow akun Saya bila anda menyukai konten-konten seperti ini. Kuy :)

--

--

Bramasta Dwi Saka
codexstories | CODEX Telkom

Design & Research Practitioner | Lean & Agile Thinker | Codex Co-Founder | Head of uniteux.com