Imunoinformatika: Bioinformatika Dibalik Pengembangan Vaksin

Amira Husna
COMPFEST
Published in
5 min readAug 18, 2021
Sumber: AAMC

Vaksin telah memberikan kontribusi besar bagi kesehatan global sejak ditemukan pertama kali pada abad ke-18 untuk mengobati cacar. Dalam perkembangannya, vaksin berhasil mengatasi berbagai penyakit menular yang muncul seiring waktu dan menjadi salah satu penemuan yang mampu meningkatkan kualitas serta harapan hidup manusia. Oleh karena itu, vaksin juga menjadi salah satu harapan untuk menekan angka kasus pandemi COVID-19.

Meskipun demikian, pengembangan vaksin membutuhkan biaya yang relatif mahal dan membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun hingga vaksin tersebut siap untuk digunakan. Beberapa metode dan pendekatan telah dilakukan untuk mengurangi biaya dan waktu pengembangan vaksin. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan vaksin adalah memanfaatkan teknologi dalam penelitian biologi dengan menggunakan ilmu yang disebut bioinformatika.

Lalu, apa itu bioinformatika?

Lonjakan data biologis menjadi salah satu isu dalam dunia biologi itu sendiri. Contohnya, data yang tersimpan pada GenBank mengenai sequence asam nukleat yang berisi 8.214.000 entri atau pada database SWISS-PORT mengenai sequence protein yang berisi 88.166 entri pada tahun 2000. Tambahan entri tersebut berasal dari berbagai proyek penelitian biologi dan terus berlipat ganda setiap 15 bulan.

Sumber: Researchgate

Lonjakan tersebut akhirnya menimbulkan banyak tantangan dalam penelitian lanjutan biologi yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan komputasional. Teknologi komputer seperti CPU, penyimpanan digital, dan internet yang terus berkembang memungkinkan komputasi yang lebih cepat, penyimpanan data biologis yang lebih besar, dan memungkinkan akses serta pertukaran data biologis yang lebih praktis. Pada akhirnya, kebutuhan akan penyimpanan, pengelolaan, dan analisis data biologis melahirkan disiplin ilmu baru yang disebut bioinformatika. Secara singkat, bioinformatika dapat didefinisikan sebagai penerapan ilmu komputasi dalam memahami dan memanajemen data untuk mengambil informasi terkait biologi pada skala yang besar.

Tujuan utama dari penerapan ilmu komputasi dalam biologi ada 3 (tiga), yaitu memanajemen data yang memungkinkan peneliti untuk mengakses informasi dari database serta mengirimkan entri baru yang ditemukan, mengembangkan tools atau sumber daya berupa perangkat lunak yang mampu mempermudah proses analisis data, dan memanfaatkan tools tersebut untuk menganalisis dan menginterpretasikan hasilnya menjadi informasi biologi untuk menunjang penelitian.

Immunoinformatika sebagai cabang dari Bioinformatika

Berdasarkan kompleksitas imunologi, metode pengembangan vaksin dengan pendekatan konvensional seperti memberikan bahan kimia atau memanaskan virus untuk dilemahkan belum tentu efektif karena ada kemungkinan utuhnya materi genetik dari virus. Utuhnya materi genetik dari virus dapat menjadi bumerang bagi target jika memiliki imun yang lemah. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan penelitian lebih lanjut dalam tingkat molekuler sistem imun manusia, atau yang biasa dikenal dengan imunologi molekuler.

Studi mengenai imunologi molekuler juga tidak luput dari masalah lonjakan entri data yang besar. Ilmu komputasional semakin dibutuhkan untuk menyimpan, mengolah, dan menganalisis data tersebut. Oleh karena itu, muncul cabang ilmu bioinformatika yang berasal dari perpaduan ilmu imunologi dan informatika atau yang dikenal dengan imunoinformatika. Imunoinformatika berarti menerapkan ilmu komputasional untuk mendapatkan informasi dalam mempelajari fungsi imun.

Sumber: Wiley

Untuk menangani banyaknya data dalam suatu penelitian imunologi, imunoinformatika menggunakan tools bioinformatika seperti pembuatan dan pengelolaan database, pembentukan dan penerapan alat prediksi, serta pemanfaatan data-data biologi baik struktural maupun fungsional menggunakan pendekatan-pendekatan yang berhubungan dengan imunoinformatika. Ketiga penerapan tersebut mampu menciptakan pemahaman yang lebih baik terkait imun manusia dan hewan serta mampu menangani beberapa penyakit yang kurang terprediksi.

Salah satu output dari imunoinformatika yang sering kita jumpai yaitu vaksin. Dalam pengembangan vaksin modern, terdapat kombinasi dari dua pendekatan yang digunakan, yaitu Reverse Vaccinology (RV) dan Structural Vaccinology (SV). Pendekatan tersebut digunakan setelah data-data terkait sequence DNA diproses dan dianalisis menggunakan bioinformatika, kemudian diambil alih oleh imunoinformatika untuk memprediksi dan memilih epitop yang sesuai berdasarkan sequence tersebut.

Pendekatan Immunoinformatika: Reverse Vaccinology & Structural Vaccinology

Conventional Vaccinology (CV) tidak cocok untuk menghadapi pandemi yang penanganannya membutuhkan waktu lebih cepat. CV membutuhkan waktu hingga belasan tahun untuk mengembangkan vaksin dengan risiko yang tinggi. Pada prosesnya, CV melibatkan mikroorganisme patogen utuh sehingga berisiko menyebabkan infeksi. CV juga tidak memberikan perlindungan yang baik pada target dengan imun lemah. Berbeda dengan pengembangan vaksin menggunakan pendekatan CV yang membutuhkan waktu hingga belasan tahun, kombinasi pendekatan RV dan SV hanya membutuhkan 1 - 2 tahun saja. Selain itu, pendekatan menggunakan RV dan SV hanya membutuhkan sequence protein dan tidak membutuhkan mikroorganisme utuh dalam proses pengembangannya. RV dan SV juga memiliki keakuratan yang lebih baik serta mampu memodifikasi struktur epitop sehingga memiliki risiko yang lebih rendah dan lebih efektif.

Reverse vaccinology (RV) merupakan pendekatan berbasis epitop untuk membantu mengidentifikasi epitop sel B dan sel T dengan lebih tepat. Dengan memanfaatkan tools analisis bioinformatika, hasil yang didapatkan lebih cepat dan akurat. RV memanfaatkan machine learning untuk memprediksi epitop sel B dan sel T dari sequence tertentu sehingga memungkinkan adanya analisis prediktif kemunculan kandidat vaksin baru melalui uji in vitro dan in vivo. RV menjadi evolusi tersendiri dalam dunia vaksin dari yang sebelumnya hanya menggunakan pendekatan konvensional atau yang biasa disebut Conventional Vaccinology (CV).

Sumber: Acta Pharmacologica Sinica

Tidak sampai disitu, munculnya Structural Vaccinology (SV) sebagai pendekatan yang lebih modern dari RV semakin meningkatkan efisiensi serta efektivitas dari pengembangan kandidat vaksin. SV merupakan pendekatan dalam pengembangan vaksin berbasis protein. Tidak seperti RV, SV mampu menstabilkan struktur dari epitop menggunakan prediksi visualisasi struktur 3D yang canggih. Visualisasi tersebut memungkinkan peneliti menemukan informasi dengan lebih rinci untuk menyelesaikan masalah yang seringkali menjadi penghambat dalam proses pengembangan vaksin.

Vaksin-vaksin COVID-19 merupakan contoh vaksin yang dikembangkan menggunakan metode serta pendekatan yang modern seperti RV dan SV untuk meningkatkan keefektifan dan keamanannya. Meskipun keefektifan dari vaksin-vaksin COVID-19 yang sudah ada belum mencapai persentase hingga 100%, setidaknya vaksin mampu mengurangi dampaknya jika kita terinfeksi virus. Jadi, jangan takut atau khawatir divaksin ya!

Referensi:
https://www.intechopen.com/chapters/55711

https://www.dovepress.com/immunoinformatics-and-vaccine-development-an-overview-peer-reviewed-fulltext-article-ITT

https://www.researchgate.net/publication/2330725_What_is_bioinformatics_An_introduction_and_overview

https://www.sanofi.co.id/id/kesehatan-anda/obat-resep/Vaksinasi

http://www.komputasi.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1379095971

https://www.researchgate.net/figure/Fig-1-Growth-of-public-databases-Evolution-of-the-GenBank-database-size-A-and_fig1_249317153

--

--