Berbuat baik pada diriku #1

Butterfly_Pea
Sebuah Pengakuan — @ButterflyPea
2 min readJun 21, 2020

Memberikan saran dan masukan kepada teman atau orang-orang terdekat lebih mudah daripada menenangkan diri sendiri saat mengalami kesulitan.
Setiap manusia pada dasarnya mempunyai rasa empati yang bisa merespon kondisi sekitarnya, dalam bentuk kepedulian dan perhatian contohnya. Semua orang punya keinginan untuk memberikan hal terbaik untuk orang-orang terdekatnya, memberikan masukan yang paling tepat saat sahabat sedang bingung, membantu menawarkan pilihan solusi terbaik untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang sedang dialami.

Fakta yang terjadi padaku, menjadi teman atau keluarga yang baik tidak semudah untuk berbuat baik pada diri sendiri. Dengan keleluasaan waktu yang aku punya, aku bisa saja tanpa berpikir panjang untuk mendatangi temanku yang sedang sedih dan butuh teman bercerita. Akupun bisa dengan lancar memberikan saran-saran untuk membesarkan hatinya, memberi arahan dengan langkah-langkah yang tersusun rapi untuk membantunya segera keluar dari permasalahan yang dia hadapi. Tetapi saat aku menghadapi hal yang sulit, aku justru banyak diam, dan menyimpannya rapat-rapat cerita sedihku, dan termenung sendirian berhari-hari dengan otak yang serasa ingin meledak, berpikir berputar-putar tentang kondisiku yang serba sulit.

Aku merasa tidak enak untuk berbagi dengan orang lain. Yaah,, ada kalanya aku bisa menyelesaikan, tapi tidak jarang juga akhirnya aku depresi dan kemudian merasa sendirian dan kesepian.

Aku dulunya terjebak dalam pemikiran bahwa "tidak ada orang lain yang bisa membantu diriku selain aku sendiri". Dari statement itu aku salah memaknainya dengan mencoba menyelesaikan semua permasalahan yang kuhadapi sendirian, dan menjadi orang yang tertutup. Aku ingin terlihat kuat dan baik-baik saja. Ternyata yang selama ini aku lakukan bukan langkah yang tepat untuk membantu diriku. Aku mengabaikan kebutuhanku untuk berbagi, aku tidak menuruti naluri seorang manusia yang berperan sebagai makhluk sosial. Dan menjadi orang yang merasa tersisih. Aku terlalu kejam pada diriku sendiri, aku adalah teman yang buruk untuk diriku.

Beberapa waktu terakhir aku tersadar bahwa bukan dunia yang meninggalkanku, tapi akulah yang terus berlari meninggalkan dunia sekitarku. Mataku kembali terbuka dan melihat bahwa bahkan disetiap rasa kesepianku-pun nyatanya aku tidak pernah sendirian.

Pelan-pelan aku berusaha berkenalan lagi dengan diriku, memberikan waktu untuk mendengarkan keluh kesahku, dan mencoba menguraikan semua hal yang aku butuhkan dan kuinginkan. Aku berusaha jujur, bercerita pada diriku sendiri tentang kesulitan-kesulitan yang kuhadapi. Aku mulai memposisikan diriku sebagai pihak ke-tiga (sebagai seorang sahabat). Aku memberikan saran dan masukan pada diriku sendiri seperti saat aku memberikan saran pada sahabatku. Aku mencoba menjadi teman yang baik untuk diriku sendiri. Aku mencoba objektif dan melihat semua permasalahan dari beberapa sudut pandang.

Di lain sisi, aku terus mendorong diriku untuk menuruti kebutuhanku untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ketika aku merasa kesepian, aku bilang kalau aku butuh teman. Saat aku sedang butuh pendapat, aku coba memintanya. Bersusah payah aku untuk mulai berbagi cerita pada orang-orang disekitarku. Untukku, bukan soal bagaimana mereka membantuku menyelesaikan kerumitan yang ada di otakku, tetapi tentang perasaan lega saat aku menceritakan beban dan pikiran yang mengganggu. Perasaan gelisah, kacau, bingung yang bisa seketika hilang setelah diceritakan dan didengarkan oleh orang-orang terdekat. Aku hanya perlu didengar.

Aku berusaha menjadi teman, aku pun mencoba terbuka, aku hanya ingin baik walaupun tidak baik-baik saja.

--

--

Butterfly_Pea
Sebuah Pengakuan — @ButterflyPea

Coffee Lover, Tea Artists, Secret Admirer. Menyederhanakan kata, Mendefinisi rasa, Membahasakan warna. Berbagi untuk mencari arti.