Mencari Titik Terang Perjalanan ‘Gleason Map’

Mayoritas kepopuleran proyeksi Gleason menjadi acuan mayoritas kaum bumi datar. Bagaimana kalau kita sedikit kilas balik, mencari titik terang perjalanannya?

Ahura Mazda
Conspirealist
11 min readNov 14, 2017

--

Gleason map yang banyak beredar dan lampiran hak paten.

Kita setuju bukan, sesuatu hal yang kadung populer bukan berarti sudah pasti benar. Karena ad populum bukanlah cerminan ‘kebenaran’ itu sendiri.

Pasca hingar bingarnya argumen, diskusi, sampai berbau bully. Hipotesa Gleason map yang dipertanyakan, bersamaan dengan hipotesa Enokh. Semakin kesini, semakin bias.

Kesalah pahaman berkomunikasi, sekedar berbalasan di kolom komen Facebook, tidaklah cukup untuk membuka realita — fakta satu sama lain dengan jernih satu sama lain.

Teringat pesan ketika pertama kalinya dibangunkan realitas flat earth:

“Jangan dulu mau tahu kalau bumi datar itu gimana, tapi ketahui dulu kebohongan bumi bola (heliosentris),”

Maka kita aplikasikan bersama untuk kasus yang harus dinetralkan ini, secepatnya.

Seperti apakah perjalanan sebuah Gleason map yang selama ini kita diyakini oleh mayoritas flaters?

Dengan harapan, terbuka jelas bagaimana perjalanan Gleason map itu sendiri. Karena acuan dasar flaters di negeri ini, sangat bergantung terhadap fondasi ini. Demi kebaikan bersama.

“Hai Alex! Kenapa Terlalu Banyak Typo?”

Alexander Gleason lahir sebagai American di tahun 1827. Berawal menjadi seorang masinis, kemudian beralih menjadi engineer. Beberapa tahun kedepan ia populer karena karyanya dalam proyeksi Gleason, yang dikenal dengan Gleason map.

Kurang lebih itulah sekilas Alexander Gleason, sampai suatu hari peta proyeksinya ‘dijadikan’ acuan standar baru peta dunia, berbasis Azimuthal Equidistant.

Bisa dibilang, proyeksi Azimuthal Equidistant dari bentuk Bumi bulat.

Sebelum lebih dalam, ternyata kita mendapati terlalu banyak kesalahan penulisan ejaan di dalamnya. Typo, kita menyebutnya.

Jelas disini bahwa quality control perihal labelisasi hak paten tidak melalui identifikasi yang detil.

Capicorn, yang seharusnya ‘Capricorn.’

Corrisponding, yang seharusnya ‘Corresponding.’

Rio Janeiro, yang seharusnya ‘Rio De Janeiro.’

Shanghae, yang seharusnya ‘Shanghai’.

Houlolu, yang seharusnya ‘Honolulu’.

Gambodia, yang seharusnya ‘Cambodia’. Dan Sangapore, yang seharusnya ‘Singapore.’

Dan beberapa typo di berbagai negara lainnya:

Soudan, seharusnya Sudan.
Hayti, seharusnya Haiti.
Guinea, seharusnya Guyana.
Mangalore, seharusnya Bangalore.
Cooks Island, seharusnya Cook Island.
Buenos Ayres, seharusnya Buenos Aires.
United States of Columbia, seharusnya United States of Colombia.
Aucland Islands, seharusnya Auckland Islands.

Acuan sumber dasar peta bisa kamu simak disini.

Kejanggalan Tanggal Rilis Hak Paten.

Betul memang Gleason map memiliki hak paten resmi, label otorisasi (authority) seakan menyihir kita untuk kadung percaya begitu saja.

Alexander Gleason mendaftarkan paten Gleason map dengan nomor seri publikasi US497917 A.

Tetapi, ada satu yang janggal! tanpa kita semua ‘ngeh’.

Dalam peta yang sering kita lihat, disitu tertulis, “Patent Allowed, November 15 1892.”

15 November, 1892

Kalau di materi Gleason map yang banyak beredar, klaim penggunaan paten di bulan November 1892, tapi kenapa lampiran asli pendaftaran hak paten justru tercantum dengan tanggal yang berbeda?, di bulan Mei 1893?

Sementara ini, lampiran hak paten justru di tanggal 23 May, 1893

“Ketidak sinkronan tanggal — tahun penerbitan hak paten pada Gleason Map sangat tidak lumrah dalam kaidah saintifik.”

Nilai ilmiah — saintifik sangat memperhatikan efek kausalitas dan kecocokkan antara data dengan data lainnya.

Kita sepakat bahwa labelisasi adalah cara main termudah untuk mempermudah persepsi orang; bahwa hipotesa ini telah dipatenkan resmi.

Bukankah kita sudah tahu sama tahu?

Teori heliosentris juga sudah lebih dulu dipatenkan oleh otoritas resmi.
Bank Sentral sampai urusan vaksinasi pun juga tidak kalah mentereng dengan gaya main appeal to authority. Hak paten.

Namun itu bukanlah jaminan bahwa itu ‘pasti benar’.

Tidak Ditemukannya Arsip Resmi.

The Norris Peters Co. Photo-Litho. Washington D.C adalah institusi / lembaga (non-profit) yang menaungi hak paten karya Alexander Gleason.

Kotak yang dilingkari merah, The Norris Peters Co.

Anehnya, rilisan saintifik Gleason map sendiri tidak dapat ditemukan dalam perpustakaan online dengan keyword: “The Norris Peters Co. Photo-Litho. Washington D.C” dalam Google!

Jadi, dimana validasi rilisan pertama versi asli dari Gleason map itu sendiri?

Kesimpulannya Kurang Lebih Begini.

Gleason map penuh dengan anomali dari sisi histori

Bila kita terpaku pada labelisasi (authority) memberikan label hak paten

Banyaknya typografi, kesalahan ejaan dalam penulisan informasi didalamnya, menyiratkan bahwa labelisasi hak paten tidak disertai dengan kualitas informasi di dalamnya.

Hak paten yang janggal dalam lampiran awal penerbitan dengan apa yang dicantumkan di dalam map tersebut, adalah hal yang tidak ‘biasa’ dalam metode sains.

Tidak ditemukannya berkas file proyeksi Gleason pada institusi / lembaga yang menaungi Alexander Gleason, sangatlah aneh bila kita membenarkan atas asas ilmiah.

Siapakah J/S Christopher? biasnya informasi tentang pria bernama J/S Christopher, semakin menambah anomali Gleason map dari sisi histori dan keotentikannya.

J/S Christopher sama sekali tidak dapat ditemukan histori peran dan andilnya dalam pembuatan proyeksi Gleason map

Kesimpang siuran validasi data, kualitas isi didalamnya sangatlah lemah. Tidak sinkronnya perilisan hak paten jelas tidak dapat dibenarkan. Manipulasi data jelas terjadi.

Belum lagi perihal fenomena alam yang ternyata kontras dengan hipotesa peredaran matahari ketika di southern hermisphere.

Realitanya, fenomena sunsetsunrise di bagian selatan seperti dibawah ini:

Acuan waktu: 14 November 2017 via suncalc.org

Kontradiktif dengan pola peredaran matahari di Gleason map?

The Murphy’s Law.

Hukum Murphy dikenalnya, “Anything that can go wrong, will go wrong.”

Ketika landasan fundamental sudah lebih dulu banyak mengandung anomali, maka otomatis berefek kedepannya.

Ini yang harus kita cari bersama, bukan saling menyalahkan, tendensius, dan menganggap sebagai sebuah ancaman.

Bagaimana bisa secara otentik — saintifik hipotesa ini disaat landasannya sendiri sudah tidak jelas validasinya?

Bukankah sering diingatkan, ketika asumsi mendasar telah runtuh, maka asumsi — hipotesa berikutnya runtuhlah semua?

Correct me if i’m wrong.

Jadi seperti apa peta yang ‘sebenarnya’?

Kita masih harus terus kaji dan cari bersama. Hipotesa terus berkembang, selama jutaan isi kepala manusia-manusia kritis nan cerdas kaum bumi datar di negeri ini masih bernafas.

Selama ada perbedaan, kenapa kita tidak jadikan perbedaan itu untuk saling melengkapi dan memperkuat apa yang kurang dalam pergerakan kita di negeri ini?

Kebenaran itu sederhana, namun harus dijemput. Itu kata ‘Nukes’, salah satu flaters yang juga mentor kami soal urusan per-nuklir-an.

Tampaknya kita sepakat, bahwa perbedaan bukanlah suatu ancaman yang krusial bukan?

Tetapi kenapa mayoritas flaters meyakini Gleason map?

Plato bilang, society kadung terjebak dalam Doxa. Opini yang populer dan mayor di tengah masyarakat. Seperti di awal dijelaskan, ad populum.

Kalau kita sudah tahu anomali tersebut, masihkah kita memilih untuk menutup mata dan tetap menjadi bagian dari itu semua?

Hidupmu adalah pilihanmu. Bebas!

United Nation (PBB) menjadikan proyeksi Gleason dengan maksud politis: demi merangkul berbagai partisipan di belahan negara manapun, agar terkesan fair; maka proyeksi globe di bidang datar dijadikan simbol.

Kenapa menjadi begitu sulit dan rumit begini?

Jangankan perkara proyeksi peta bumi!

Ratusan tahun peradaban kita disesatkan oleh bentuk bumi dan alam semesta yang jelas di depan mata kepala kita pun, kita masih tertipu bukan?

Untunglah FE101 membangkitkan kesadaran kita semua!

Pesan-pesan agama yang sengaja dijauhkan dengan kehadiran sains modern, saintisme; atheisme gaya baru.

Belum lagi metode penanggalan dan waktu, yang semakin mempersulit kita menuju jalannya sebuah kebenaran. Uang kertas dengan sistem yang dzalim; sukses memproduksi miliaran manusia di muka bumi ini bangga dengan menjadi budak-budak modern.

Bukan siapa yang salah dan siapa yang benar! siapapun bisa salah! namun kecenderungan kita bertahan dengan worldview dan ego kitalah yang menjadikannya rumit.

Perkara hipotesa apa berikutnya urusan tujuh belas, justru kita rapihkan dulu anomali ini tanpa terbentur otorisasi yang tidak boleh dikritisi. Karena ini acuan umum kita toh? Gleason?

Sebelum Berakhir, Khusus Bagi Umat Muslim.

Motif sains modern sudah jelas bertujuan untuk membiaskan pesanNya yang terkandung dalam kitab-kitab suci yang harus diyakini kita, pemeluk Islam.

Mari kita gunakan perlakuan (treatment) yang adil dan berimbang.

Kita mulai dengan ini:

“Kedua tempat terbit dan kedua tempat tenggelam…”

Sebelum kita sadar dengan realitas flat earth via FE101, kita harus akui dengan apa yang terjadi terhadap penafsiran penggalan surat Ar-Rahman ayat 17:

“Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.”

Saat itu kita belum ‘siuman’, kebingungan ketika mendapati hal ini bukan?.

“Wah masa ada dua mataharinya? yang diajari di sekolah, cuma atu, gede lagi,” hati kecilmu berucap.

Perlahan tanpa sadar, tapi sukses! justru tafsiran itu malah di ‘synchronity’ (cocoklogi) untuk diadaptasi dengan teori heliosentris yang jelas ngawur.

Namun kita menerimanya bukan?

Saat itu, di masa itu? ayolah, akui saja. Tidak ada salahnya juga toh?

Berikut bukti rangkuman mayoritas tafsir justru berlandaskan teori Heliosentris.

Versi Quraish Shihab malahan ‘cocoklogi’ jelas:

“…Contohnya, sebagai akibat dari perputaran itu, terdapat apa yang kita kenal dengan empat musim yang pada gilirannya memiliki kekhususan sendiri-sendiri (seperti musim tanam, musim panen, dan sebagainya) sehingga memberikan kemudahan kepada manusia, hewan dan tumbuh- tumbuhan dalam beraktifitas.”

Yang diamini oleh Fethullah Gulen juga:

“Demikian pula karena planet bumi mengitari matahari dan planet matahari berputar pada porosnya, sehingga menimbulkan dua jarak yang saling berbeda, yaitu jarak kedua timur dan kedua barat.”

Ketika belum ditemukannya kebenaran bernama bumi datar, kita sepakat bahwa kita pro dengan pernyataan di atas tersebut bukan?

Kenapa?

Karena ‘cocoklogi’ tersebut berada di pihak kita saat itu, untuk memperkuat belief kita bahwa disitu dibilang bumi berotasi dan bla bla bla.

Tibalah dimana Gleason map hadir saat itu, seperti sebuah solusi yang dimana tanpa sadar kita mengadaptasi (kembali) arti tafsiran tersebut.

Tanpa sadar, demi merekonstruksi kembali keyakinan kita terhadap hipotesa baru bernama Gleason, kita ‘cocoklogi’ hal-hal yang bermakna sederhana, untuk diadaptasi dan masuk ke pola Gleason.

Begitu bukan?

Kita menjustifikasi artian ayat tersebut dengan sifat perspektif dalam pandangan mata kita. Terbit yang seakan mendekat — menjauh dari pandangan, dan tenggelam, yang perlahan menjauh dari pandangan.

Bukan bermakan terbit dan tenggelam yang sebenarnya.

Setelah Heliosenris, kita ‘merasa’ Gleason map merepresentasikan penafsiran Quran yang ‘sebenarnya’. Dalam tanda kutip.

Tapi, tahukah kamu motif dan fakta Alexander Gleason tentang penemuannya tersebut justru dilatarbelakangi landasan fundamental berbasis Bible, Injil?

Ia jelaskan melalui, “The Bible from Heaven, The Earth is Flat, not Globe”

Tahun 1893 Alex Gleason menerbikan bukunya

Sederhananya, kita justru mencocokkan apa yang ditafsirkan agar cocok ke dalam pemahaman yang justru dilandasi dari kitab lain loh.

Benar begitu, apa salah?

Padahal jelas dan sangat gamblang, bahwa definisi terbit dan tenggelam adalah sebagaimana objek yang terbit (muncul) dan tenggelam (menghilang). Bukan sebuah ‘istilah’ yang kita benarkan karena kita yakin dengan Gleason!

Definisi ini diperjelas — diperkuat secara sederhana via Hadits riwayat Bukhari: no.2960/4.54.421, no.4428/6.60.327, no.6874/9.93.520 dan no.6881/9.93.528. Juga Muslim: no.228/1.297.

‘Ketika senja [magrib], Nabi bertanya padaku, “Apakah kau tau kemana Matahari itu pergi (saat Magrib)?! Aku jawab, “Allah dan rasulnya yang lebih tau.” Ia jawab, “Ia berjalan hingga berhenti pada tempatnya di bawah Arsy lalu menyungkur sujud dan mohon ijin untuk terbit kembali, dan diijinkan dan kemudian (waktunya akan tiba) dia minta agar terus saja bersujud namun tidak diperkenankan dan minta izin namun tidak diizinkan dan dikatakan kepadanya: “Kembalilah ke tempat asal kamu datang” dan ia akan terbit dari tempatnya terbenamnya tadi (barat). Itulah penafsiran dari sabda Allah “dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”(AQ 36:38)

Rahu dan Ketu mengajari kita tentang perspektif.

Dalam Quran sudah jelas tidak bisa dibantah, bahwa siang tidaklah dapat mendului malam, dan sebaliknya. Ketika melek bumi datar, kita tahu gerhana bukanlah disebabkan tabrakannya matahari dan bulan. Melainkan tertutupinya salah satu objek dengan benda selestial di langit.

Rahu dan Ketu, istilah yang diambil dari Vedic astrologi Hindu kuno. Bukan Islam.

Karena kadung belief kita yakin bahwa Gleason tepat, maka Rahu dan Ketu digunakan demi perkuat hipotesa, karena mayoritas Gleason sepakat hal ini.

Tanpa sadar (kesekian kalinya lagi).

Kita merasa no problem untuk mengambil perspektif ajaran Hindu yang tidak ada di dalam Quran bukan?

Ketika ada sebuah hipotesa yang tidak bersumber dari Quran, selama itu memperkuat keyakinan dan persepsi (worldview) kita dengan Gleason map, maka kita terobos! bablas!

Entah kenapa sifat ini berlawanan ketika mendengar hipotesa yang baru kita dengar selama kita memahami bumi datar: Book of Enoch. Buku dari Nabi Idris.

Dengan dalih, “Memang dalam Islam, pernah ada tercantum Enokh-Enokh-an gak sih?!.”

Argumen blasphemy bahwa yang mempelajarinya adalah kaum Israiliyat. Maka itu sangat dilarang! bahaya!

Padahal metode yang ingin diasosiasikan hanya untuk menambah referensi, kesamaan; persis seperti perspektif Rahu dan Ketu loh.

Tetotttt! backfire effect detected!

Kedua poin diatas hanyalah contoh kasus perihal kita menyikapi perbedaan yang kontra dengan belief kita selama ini dengan Gleason map.

Jangan dulu berpikiran sempit, kami salah dan kalian benar; selebihnya tidak ada titik default di tengah. Berimbang.

Kenapa mudah melabeli suatu hal yang kita sendiri tidak pernah mengerti betul, kemudian dicap kontra? trouble maker? pericuh?

Truthseeker adalah para pencari kebenaran yang memiliki perspektif dan keunikan di tiap pemikirannya masing-masing. Tidak perlu takut, bukanlah momok menakutkan ketika ada hal berbeda.

Paranoid yang berlebihan hanyalah dibentuk lingkungan kita sendiri, semua kembali ke perspektif dan pemikiran mendalam masing-masing individu.

Kami, kamu, mereka dan semua bisa jadi salah, namun bisa jadi benar. Semua tergantung worldview kita.

“Jangan menjadi konyol tanpa sadar hanya karena korban ideologi, menjadi musuh karena berbeda!.”

Yang dulu berbeda, berpencar karena patron dogma sebuah hipotesa, yang hipotesa tersebut pun belum tentu paling benar; sudah saatnya kita rajut kembali hubungan pertemanan, demi satu tujuan: bangkitnya kesadaran yang lebih masif dengan flat earth!

Apakah kita menyadari?

Apakah kita mengontrol kehidupan dan pemikiran kita yang katanya freethinker dan merdeka ini?

Atau.

Justru kita perlahan menjadi flaters yang bermental globehead! tertancap oleh paku-paku dogma — hipotesa yang sama sekali resistensi dengan hal yang baru dan beda?

Hanya hati kecil kita yang sanggup menjawab jujur itu semua.

Jangan lupa, bukankah landasan kita adalah “Bhinneka Tunggal Ika” kawan?

“Veritas Vos Liberabit.”

The truth will set you free.

Salam People Power!

Sumber — Referensi:

--

--

Ahura Mazda
Conspirealist

thinking is difficult that’s why people judge