Playground of The City: Ruang Publik Sebagai Sarana Kontemplasi Diri Terhadap Fenomena Urbandi Jakarta
Rafif Syafa. Y | 08111840000086
Sebagai salah satu kota metropolitan paling ‘besar’ di dunia, Jakarta dan segudang ceritanya menimbulkan kesan tertentu bagi masyarakatnya. Kehidupan yang super dinamis di ruang kota yang muram dan sengkarut, memberikan efek negatif bagi banyak orang. Kerasnya persaingan dan menantangnya keadaan menjadi hal normal bagi warga Jakarta. Dinamika sosial dan kultur yang beragam, saling bersikutan demi mendapat eksistensi di Jakarta. Ruang kota pun tak membantu banyak dalam fenomena ini. Aktualisasi diri adalah hal yang sangat sulit di Jakarta. Tak ada ruang bagi orang untuk berekspresi, menggali potensi, melakukan hal-hal yang mereka cintai. Tak ada tempat bagi mereka untuk pergi dari caruk-maruk si Ibukota. Bahkan tak ada waktu, tenaga, atau tempat untuk berhenti sejenak, memahami betapa kacaunya kehidupan di Jakarta. Semua orang perlu aktualisasi, perlu refleksi, dan perlu kontemplasi diri. Sulitnya mencari ruang untuk itu di Jakarta, kecuali bergelimang ‘privilege’. Rancangan dengan teori kontekstual mencoba menyelesaikan itu. Teori ini muncul bersumber dari Radiant City yang kemudian dikritisi oleh Jane Jacobs, inilah yang kemudian disorot oleh Schumacher, dimana ia berpendapat bahwa desain kota ala modernism dan kota ‘tradisional’ dapat diambil jalan tengahnya. Dengan teori contextualism, dimana bangunan merespon konteks kota disekitarnya. Dalam masyarakat modern, definisi kontemplasi sering digunakan dalam konteks non-religius. Ini disebut sebagai mode refleksi diri yang mendalam (profound self-reflection), namun bukan ditujukan kepada ideologi duniawi biasa, tetapi lebih pada esensi dari semangat subjek itu sendiri. Dengan merancang sebuah lingkungan bina yang didalamnya mencakup nilai-nilai dan sifat aktualisasi diri, itu menarik manusia ke dalam kualitas yang sama. Menggunakan teori Being Values dari Maslow. Karena nilai-nilai ini ditemukan melalui sensory experience, ada perjalanan eksplorasi oleh individu dalam proses menuju aktualisasi diri. Sehingga ide konseptual baru bisa merespon isu yang ada. Dengan menyediakan ruang publik yang memungkinkan aktualisasi, kebebasan emosional, refleksi, dan kontemplasi diri. Sebuah ruang untuk meratapi kondisi sosial dan kultur Jakarta dan segala seluk beluknya. Bagaimana ruang publik Kota Jakarta fokus kepada aktivitas dan events yang terjadi, untuk merespon kebutuhan masyarakat akan aktualisasi dan kontemplasi terhadap keadaan yang dialami masyarakat di ruang kota, dengan memperhatikan integrasi dan keterhubungan dengan ruang publik lainnya maupun lingkungan sekitar.