Studi Kasus Di Jawa Barat : Melihat Efektivitas Kebijakan Desa STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Terhadap Tingkat Pencemaran Air

Ravelto Wangistu
Data Science Indonesia
6 min readMar 20, 2021

“Melihat bagaimana peran data dalam menilai efektivitas Program Desa STBM dalam aspek SDGs 6: Mendapatkan Air Bersih dan Sanitasi”

Sungai Citarum, Sungai Terkotor di Dunia (Source : Coconuts.co)

Mendapatkan air bersih dan sanitasi layak merupakan salah satu aspek krusial untuk mendapatkan hidup yang layak. Penelitian yang dilakukan oleh Kompas (2020) menunjukkan bahwa pencemaran air sungai berkorelasi secara signifikan terhadap penurunan kualitas hidup masyarakat sekitar. Pencemaran air juga akan menjadi tempat berkembangannya bakteri-bakteri jahat yang menimbulkan penyakit berbahaya di lingkungan.

Akan tetapi, keberadaan air bersih dan sanitasi yang layak masih sulit didapatkan warga Indonesia. Riset yang dilakukan oleh Ningrum (2019), menunjukkan bahwa 81% pendudukan miskin di Indonesia tidak memiliki akses sanitasi yang layak. Hal ini juga ditambah dengan adanya tingkat pencemaran air sungai di Indonesia juga sangat tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), 73.24% tingkat pencemaran sungai di Indonesia berada pada kategori tercemar hingga tercemar berat. Puncak dari semua ini adalah dinobatkannya sungai Citarum di Jawa Barat sebagai sungai paling kotor di dunia.

Melihat buruknya kualitas lingkungan dan sanitasi di Indonesia, pemerintah menciptakan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang bertujuan untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi. Berdasarkan peraturan Menkes Nomor 3 Tahun 2014, terdapat lima aksi yang dilakukan untuk menyukseskan program STBM . Diantaranya 1) Stop buang air besar sembarangan, 2) Cuci tangan pakai sabun, 3) Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, 4) Penanganan sampah rumah tangga, dan 5) Penanganan Limbah rumah tangga.

Dari segi rancangan, program STBM sudah sangat baik dan jelas. Mengingat faktor utama dari pencemaran air adalah faktor sampah dan buruknya sanitasi di rumah penduduk (Setiano & Fahritsani, 2019). Akan tetapi, menurut Subagiyo et.al (2017), intervensi yang dilakukan seringkali tidak berjalan secara rutin dan jarang diawasi oleh pihak terkait. Hal ini mengakibatkan efektivitas dari program tersebut seringkali sulit untuk dievaluasi.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis ingin melakukan kajian studi kasus mengenai seberapa tinggi tingkat efektivitas program STBM terhadap penurunan tingkat pencemaran air di provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat dipilih penulis karena akses kemudahan data dan representasi Jawa Barat sebagai provinsi dengan populasi terbanyak di Indonesia.

Metodologi

Dalam melakukan analisis ini, penulis menggunakan datasets “Jumlah Desa yang Melakukan STBM” dan “Jumlah Desa yang terkena limbah air sungai” dari website Jabar Open Data. Analisis dilakukan pada tingkat kabupaten dan kota.

Karena setiap kabupaten kota memiliki jumlah desa yang berbeda, penulis menggunakan rumus persentase untuk membuat perbandingan lebih adil. Rumus tersebut adalah:

Rumus Perhitungan Persentase Desa STBM maupun Tercemar (%)

Kedua angka tersebut akan divisualisasikan menggunakan scatter plot di aplikasi Tableau dan diuji menggunakan korelasi pearson.

Analisis

Hasil Riset Korelasi Antara Desa STBM dan Desa yang Tercemar Limbah

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson, dapat dilihat bahwa hubungan antara desa yang melaksanakan STBM dan desa yang terkenal pencemaran air tidak berkorelasi secara signifikan (r = 1.6*10^–6, p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan desa STBM tidak memiliki pengaruh terhadap jumlah desa yang terkena limbah.

Berdasarkan hasil riset, penulis menemukan bahwa terdapat tiga alasan utama mengapa kebijakan desa STBM tidak terlihat efektif dalam menurunkan pencemaran limbah di desa-desa. Diantaranya:

  1. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat dan pelaksanaan program yang tidak sesuai dengan pedoman baku STBM. Kondisi ini mengakibatkan ekspektasi mengenai program STBM sering kali tidak terealisasikan secara nyata. Syarifudin et.al (2017) menemukan bahwa 92% pelaksana STBM di kabupaten Banjar tidak pernah melakukan diskusi dengan masyarakat sekitar mengenai kebutuhan mereka. Akibatnya, perencanaan STBM seringkali tidak sesuai dengan ekspektasi. Secara pelaksanaan, Syarifudin et.al (2017) menemukan bahwa hanya ada 65% desa yang melakukan pengecekan rutin oleh pemerintah. Padahal, buku pedoman pelaksanaan program STBM menjelaskan bahwa evaluasi harus dilakukan di seluruh desa.
  2. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menjalani program STBM. Penelitian yang dilakukan oleh Syarifudin et.al (2017), menunjukkan bahwa efektivitas dari program STBM dipengaruhi oleh jumlah kunjungan yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak terkait. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa, keberhasilan pelaksanaan STBM sangat tergantung dengan pengawasan, bukan kesadaran dari masyarakat sendiri. Di sisi lain, hasil riset dari Davik (2016) menemukan bahwa fasilitas yang sudah dibangun di berbagai desa sering kali tidak digunakan dengan sebaiknya. Kondisi ini terjadi karenanya banyaknya warga yang tidak memiliki pengetahuan dasar mengenai sanitasi ataupun tidak memiliki motivasi untuk mengubah perilaku sebelumnya (Davik,2016).

Solusi

Berdasarkan alasan yang sudah dijelaskan, terdapat beberapa solusi yang bisa ditawarkan. Terkait komunikasi, pemerintah harus menyusun pedoman dalam mensosialisasikan program STBM yang efektif kepada pihak desa pelaksana STBM. Menurut Davik (2016), komunikasi yang dilakukan pelaksana STBM masih bersifat Top Down atau hanya mengikuti instruksi yang diberikan oleh dinas kesehatan setempat. Disisi lain, evaluasi harus lebih ditingkatkan karena keberhasilan program STBM sangat dipengaruhi oleh intensitas evaluasi yang dilakukan pelaksana STBM (Syarifudin et.al, 2017).

Terkait rendahnya kesadaran masyarakat, pemerintah dapat melakukan asesmen secara mendalam terkait alasan masyarakat tidak mau mengubah perilakunya. Salah satunya asesmen yang dilakukan adalah melihat reinforcement atau alasan yang membuat masyarakat masih mempertahankan perilakunya. Sebagai contoh, masyarakat lebih nyaman untuk membuang sampah sembarangan karena dianggap lebih mudah dan tidak sulit.

Bank Sampah dapat menjadi solusi untuk menurunkan tingkat pencemaran. (Source: Universitas Airlangga)

Dalam konsep psikologi belajar, perubahan perilaku akan terjadi ketika individu diberikan reinforcement atau keuntungan yang lebih besar dari perilaku sebelumnya. (Houwer & Hughes, 2019). Oleh karena itu, pemerintah harus mencari intervensi yang dapat menghasilkan reinforcement yang lebih kuat dibandingkan perilaku sebelumnya. Salah satunya, menurut penulis, adalah menambah indikator pelaksanaan bank sampah pada desa STBM. Hal ini dikarenakan bank sampah memberikan masyarakat keuntungan ekonomi dari menabung sampah (Jatirogo, 2019). Kondisi ini, dianggap lebih menguntungkan terutama bagi desa STBM yang mayoritas masyarakatnya berada pada tingkat SES menengah ke bawah (Davik, 2016).

Kesimpulan

Dari studi kasus ini, kita dapat mempelajari bagaimana peran data dalam melihat efektivitas intervensi yang dilakukan pemerintah dalam issue SDGs. Hasil studi kasus yang penulis lakukan menunjukkan bahwa pelaksanaan STBM di Jawa Barat masih belum efektif dalam menurunkan pencemaran lingkungan. Hal ini terjadi adanya sosialisasi yang kurang efektif dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat. Solusi yang ditawarkan adalah meningkatkan sosialisasi yang efektif dan membuat bank sampah sebagai indikator di STBM.

Data diambil dari Open Data Jawa Barat :

  1. Data Jumlah Desa Yang Memiliki Sungai Yang Terkena Pembuangan Limbah Di Jawa Barat (http://bit.ly/datalimbah)
  2. Data Jumlah Desa Yang Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (Stbm) Di Jawa Barat (http://bit.ly/DesaSTBM)

Referensi:

¹Amali, Z., & Thomas, V. F. (2019, April 12). Akses Warga ke sanitasi & Air minum Masih minim. https://tirto.id/akses-warga-ke-sanitasi-air-minum-masih-minim-dlVf.

²Davik, Farouk. (2016). Evaluasi Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Pilar Stop BABS di Puskesmas Kabupaten Probolinggo. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. 4. 107. 10.20473/jaki.v4i2.2016.107–116.

³Developer, M. (2017, April 16). Tingkat pencemaran SUNGAI TINGGI. https://mediaindonesia.com/humaniora/100904/tingkat-pencemaran-sungai-tinggi.

⁴Houwer, J. de, & Hughes, S. (2020). In The psychology of learning: an introduction from a functional-cognitive perspective. essay, The MIT Press.

⁵Mengenal Bank Sampah. (2019, January 18). http://besowo-jatirogo.desa.id/artikel/2019/1/18/apa-itu-bank-sampah#:~:text=Pengertian%20Bank%20Sampah&text=Bank%20sampah%20akan%20menampung%2C%20memilah,terpilah%20menjadi%20kategori%20yang%20umum.

⁶PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 . (0AD). https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_3_2014.pdf

⁷Setianto, H., & Fahritsani, H. (2019). Faktor Determinan Yang Berpengaruh terhadap Pencemaran Sungai Musi KOTA PALEMBANG. Media Komunikasi Geografi, 20(2), 186. https://doi.org/10.23887/mkg.v20i2.21151

⁸Subagiyo, H., Fadhillah, F., Anindarini, G., Fatimah, I., Debora, A., Quina, M., & Sembiring, R. (2017, November). PENGAWASAN & PENEGAKAN HUKUM DALAM PENCEMARAN AIR . https://www.universiteitleiden.nl/binaries/content/assets/rechtsgeleerdheid/instituut-voor-metajuridica/handbook-for-monitoring-and-law-enforcement-of-water-pollution-in-bahasa-indonesia.pdf

⁹Syarifuddin, Syarifuddin & Bachri, Ahmad & Arifin, Syamsul. (2018). KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT BERDASARKAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN DAN EVALUASI PROGRAM DI KABUPATEN BANJAR. Jurnal Berkala Kesehatan. 3. 1. 10.20527/jbk.v3i1.4846.

¹⁰Welianto, A. (2020, February 6). Pencemaran Lingkungan: Macam, Penyebabnya, DAN DAMPAKNYA. https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/090000969/pencemaran-lingkungan-macam-penyebabnya-dan-dampaknya?page=all.

--

--

Ravelto Wangistu
Data Science Indonesia

A psychology student who interested on data science and visualizations.