What Empathy really is?

Ravi Mahfunda
Design Jam Indonesia
4 min readFeb 13, 2021

Sebagai designer, kita sering banget denger kata ini. Mudah diucap, tapi susah dijelaskan dan susah dijalankan.

Definition of empathy

Banyak banget definisi soal empati ini di luar sana, dan isinya kurang lebih sama. Kata kuncinya adalah “memahami apa yang orang lain rasakan”. Tapi entah kenapa rasanya aku kurang puas sama definisi ini. Masih sedikit samar, masih sedikit ambigu.

Pada level “paham” seperti apa sehingga kita bisa dikatakan telah berempati?

Berdasarkan baca-bacaan ku tadi malam, nampaknya ada 3 jenis empati.

3 type of empathy

Menurut Daniel Goleman dan Paul Ekman ada 3 jenis empati — cognitive, emotional, dan compassionate. Yok kita bahas atu-atu.

Cognitive Empathy

Di level ini kita memhami lebih dari sisi sudut pandang dan cara berpikir yang kebanyakan orang gak consider ini sebagai empati. Contoh nih.

“Di penghujung jam kerja, manager mu memanggil memanggil untuk ke ruangannya, dia bilang dari performa mu akhir-akhir ini menurun dan perusahaan sedang dalam kondisi kurang stabil. Dia meminta maaf karna harus melepasmu, kamu harus berhenti bekerja mulai minggu depan.”

Kondisi yang sangat pelik, sebuah kondisi yang susah untuk semua orang. Baik dirimu, managermu, maupun perusahaan. Tapi kamu mengerti alasannya, dan kamu tau itu adalah hal yang benar.

Itu Cognitive Empathy, sesederhana memahami alasan dan cara pikir. Sedikit tawar tapi begitu adanya.

Emotional Empathy

Lain halnya dengan emotional empathy, di level ini kita mampu memahami dan merasakan perasaan yang dialami oleh lawan bicara kita. Jika menggunakan kondisi pada contoh sebelumnya maka…

“Kamu menatap mata manager mu, raut wajahnya terlihat gugup. Dia tidak ingin mengecewakan mu, namun dia juga ketakutan karena posisi nya terancam. Kamu tau dia memikul beban yang lebih berat. Kamu sedikit, namun kamu tau manager mu juga berada diposisi yang sulit. Kamu berterima kasih, menepuk bahunya, lalu meninggalkan ruangan.”

Di level ini kamu merasakan rasa takutnya, rasa kecewanya, dan rasa khawatirnya. Kamu merasakan apa yang lawan bicara mu rasakan.

Namun kadang terlalu emosinal saat berempati bisa berbahaya, namun kurang nya pemahaman perasaan juga bisa jadi masalah. Bayangkan kalo manager mu terlalu berempati dengan mu saat harus memecatmu. Dia merasa seperti memutuskan rejeki mu dan menyalahkan dirinya untuk waktu yang lama.

Compassionate Empathy

Yang terakhir, level tertinggi dari berempati adalah saat kamu ingin melakukan sesuatu untuk seseorang karna kamu mengerti apa yang mereka rasakan. Contoh…

“Manager mu menerima kabar kalo perusahaan harus melepasmu, tapi manager tau kamu akan kesulitan dengan dengan anak mu yang baru lahir sehingga dia mencoba memperjuangkan mu untuk tetep bisa bertahan. Namun keputusan pihak eksekutif sudah bulat, dia tau harus memberi tahu mu secepat mungkin, dan segera memanggil mu untuk berbicara.

*pembicara di scenario sebelumnya*

Sebelum kamu keluar ruangan, managermu memanggil nama mu dan berkata, ‘Aku ada beberapa kenalan yang mungkin bisa membutuhkan keahlianmu, mau ku kenalkan padanya?’ ”

Empathy as a designer

So… apa hubungannya penjelasan panjang kali lebar ini dengan tugas kita berempati sebagai seorang designer?

Yang perlu dipahami adalah empati bukan sekedar mengetahui, memahami, atau merasakan. Kita sebagai designer berempati melalui diskusi dan berbicara dengan calon user kita. Melihat apa yang terjadi di lapangan.

Poin penting dari empati adalah melihat dari sudut pandang orang lain sebagai seorang manusia, bukan objek.

Inilah kenapa cerita menjadi sangat penting. Inilah kenapa storyboard menjadi salah satu tools yang powerful. Inilah kenapa kita mencantumkan foto pada persona.

Di kesempatan berikut kita bisa berdiskusi dengan calon user kita, coba untuk tidak berfokus pada daftar pertanyaan mu. Fokus lah pada cerita calon user mu. Dengarkan, pahami, dan tanya lebih jauh.

“Apa yang kira-kira bisa ku lakukan agar membuatnya lebih baik?”

Pada saat itulah otak kita mulai bekerja dan tidak tertuju pada sekumpulan fitur dan solusi yang sudah kita sediakan.

“Kita tidak bisa berempati tanpa memperlakukan orang lain sebagai seorang manusia.”

How to train your empathy

Karna empati tak kasat mata, hal ini membuat agak susah untuk dijelaskan bagaimana melatihnya. Tapi aku punya beberapa tips yang MUNGKIN bisa melatih kemampuan kita dalam berempati.

  1. Amati sekitarmu saat kamu sedang ke kafe dan melihat segerombolan remaja ketawa-ketiwi, coba untuk perhatikan dan amati mereka (not in a creepy way). Atau coba perhatikan seorang ibu dengan satu anaknya yang ngoceh terus tanpa henti. Coba rasakan suasananya, lelahnya, dan tawanya.
  2. Nonton drakor atau film sedih — kalo kamu merasa kurang emosional, coba nonton drakor atau film-film sedih deh. Bayangkan kamu ada di posisi karakter utama dalam film tersebut. Visual dan audio dari film akan membantumu berimajinasi.
  3. Baca buku, komik, webtoon —sama seperti sebelumnya tapi bedanya disini kamu membiarkan otakmu lebih berimajinasi dengan hanya visual saja atau narasi saja.
  4. Dengarkan curhat teman-temanmu — tidak ada cerita yang lebih menarik daripada cerita nyata. Tawarkan dirimu untuk mendengarkan cerita teman-temanmu, rekan kerjamu, atau mungkin pasanganmu. Siapa tau bisa jadi bahan case-study wkwkwkw.
  5. Berkontribusi tanpa pamrih — empati yang baik berujung pada aksi. Mungkin mencampuri urusan orang lain terlalu berat untuk mu. Cobalah untuk melakukan kebaikan tanpa mengharap imbalan. Senyum dan terima kasih akan menjadi motivasi baru mu.

Kesimpulan

Empati tidak hanya dibutuhkan seorang designer hanya karna di design thinking ada tahap “empathize”. Empati adalah kemampuan untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Berempatilah lebih baik dengan mendengarkan lebih baik.

“Be a better human by treat others better”

--

--

Ravi Mahfunda
Design Jam Indonesia

M.24 • Product Designer • No-code Builder • Community Organizer