Pesona Pengasingan Pejuang, Elok dan Heroik
Debur ombak tak henti memecah pantai, namun senyap. Itulah yang dirasakan Bung Karno, Bapak Revolusi sekaligus Proklamator Indonesia, Bung Karno, saat duduk sendirian di tepi pantai. Tepatnya, di bawah pohon sukun di Pantai Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, 82 tahun yang lalu.
KEINDAHAN Pantai Ende tak diragukan lagi. Panorama laut lepas nan membiru dengan lukisan alamnya yang indah bahkan turut andil mengilhami lahirnya Pancasila. Bung Karno menulis, “Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung.., di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya. Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami….”
Patung Bung Karno di Ende (astinsoekanto.com)
Ingin menikmati eloknya pemandangan alam Pantai Ende sekaligus nuansa heroik masa perjuangan mencapai kemerdekaan? Saat ini Pantai Ende tampil sebagai destinasi wisata yang makin diminati. Kedati bukan pohon sukun yang sama saat Bung Karno kerap berkontemplasi dalam melahirkan Pancasila, heroisme itu masih terasa. Pohon di mana Bung Karno sering duduk di bawahnya telah mati pada 1970. Anakan pohon yang ditanam di tempat sama lengkap dengan bangku panjang dan patung Bung Karno sedang duduk merenung, cukup mewakili galaunya suasana hati Bung Karno kala itu. Pohon sukun ini belakangan diberi nama Pohon Pancasila.
Tak ada tempat pembuangan atau pengasingan yang menyenangkan. Namun, dengan kecerdasannya para pejuang tetap mampu menjaga spirit. Inspirasi pun mengalir dari keelokan alam, kehangatan kekerabatan masyarakat setempat, hingga semangat perjuangan yang terus terjaga.
Sekitar 700 meter dari Pantai Ende, tepatnya di Kampung Ambugaga, ada rumah yang dulu dihuni Bung Karno bersama sang istri, Inggit Garnasih. Rumah tempat pengasingan selama empat tahun itu masih terjaga dengan baik. Berada di rumah pengasingan itu serasa menjadi saksi sejarah lahirnya Pancasila.
Bengkulu
Bung Karno di Bengkulu (www.journeytoindonesia.net)
Selain dibuang ke Ende, Bung Karno pernah merasakan dinginnya sel penjara Bancey dan Sukamiskin di Bandung. Namun, semua itu belum cukup. Selepas Ende, Presiden I Indonesia itu kembali dibuang di Bengkulu selama empat tahun.
Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu di Jalan Soekarno-Hatta masih terawat dengan baik. Di rumah ini masih tersimpan benda-benda dan perabot yang dulu menemani Sang Proklamator.
Jika di Pantai Ende Bung Karno meninggalkan jejak Pohon Pancasila dengan spiritnya yang tak pernah padam, di Bengkulu Bung Karno meninggalkan jejak fisik lainnya. Adalah Masjid Jamik yang merasakan sentuhan desain insinyur lulusan ITB tersebut saat dipugar.
Bukit Menumbing, Bangka
Bung Karno di Bangka (www.klikhotel.com)
Wisma Menumbing di Bukit Menumbing, Bangka, menyimpan keasrian panorama tersendiri sebagai tempat pembuangan Bung Karno selanjutnya. Berada di ketinggian 450 meter dari permukaan laut, bisa dibayangkan sejuknya kawasan tersebut. Jika wisma di bukit nan eksotis lebih terawat lagi, tentu akan tampil sebagai destinasi wisata yang lebih memukau.
Sejuk dengan panorama alam yang elok. Namun, jangan pernah membayangkan jika kala itu kehidupan yang harus dilalui Bung Karno begitu manis. Selain Bung Karno, beberapa pejuang lain yang pernah dibuang di tempat sama adalah Bapak Proklamator lainnya, Bung Hatta, Mr Ag Priggodigdo, Komodor Surya Darma, dan Mr Assa’at.
Parapat, Toba
Siapa bisa menyangkal keindahan Danau Toba sebagai destinasi wisata? Namun, sekali lagi, jangan pernah membayangkan pedihnya Bung Karno saat diasingkan di sebuah rumah cantik berdinding kayu di pinggir Danau Toba pada 1948.
Rumah yang menghadap langsung ke Danau Toba nan elok ini turut jadi saksi betapa api semangat Bung Karno tak pernah padam dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kendati, dia harus dipisahkan dari teman-teman seperjuangan. Hening dan indahnya Danau Toba beserta panorama indah yang mengitarinya benar-benar menjadi inspirasi berbagai pemikiran-pemikiran besar Bung Karno.
Banda Neira, Maluku
Bung Hatta di Banda Neira (usemayjourney.wordpress.com)
Selain pernah dibuang di Pulau Bangka seperti Bung Karno, proklamator lainnya yang juga Wakil Presiden RI I, Bung Hatta, pernah dibuang ke Banda Neira, Maluku. Para tokoh perjuangan lainnya yang juga dibuang di tempat yang kini cukup laris sebagai destinasi wisata ini adalah Sutan Syahrir, DrTjipto Mangunkusumo, dan Iwa Kusuma Sumantri.
Jejak sejarah juga terbaca jelas di pulau penghasil rempah-rempah ini. Kendati makin pudar, masih terlihat tulisan tangan Bung Hatta di papan tulis. Begitu juga dengan perabotan yang makin renta dimakan waktu.
Lotta, Manado
Pembuangan Imam Bonjol di Manado (telungatustravelingindonesia.blogspot.com)
Jauh sebelum para pejuang kemerdekaan, para pejuang yang gigih berperang melawan penjajah juga merasakan getirnya diasingkan. Tuanku Imam Bonjol, pejuang sekaligus ulama besar dari Sumatera Barat, bahkan harus wafat di pengasingan di Desa Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara.
Bekas tempat pembuangan sekaligus jejak-jejak yang ditinggalkan kini ramai sebagai tujuan wisata. Sajadah batu berikut tempat wudhu berada di sebuah area yang eksotik. Untuk mencapainya, pengunjung harus menaklukkan 74 anak tangga pada jalan perbukitan yang berkelok-kelok dengan hiasan Sungai Malalayang yang jernih.
Masih banyak tempat-tempat pembuangan para pejuang dan pahlawan yang dulu begitu menyakitkan, kendati memiliki panorama indah. Kini, selain tampil sebagai jejak sejarah, media belajar, tempat-tempat tersebut juga menjadi destinasi wisata nan elok dan heroik. (Divdit)
Originally published at Destinasi Indonesia.