Wisata Unik Kota Tua Belinyu
Ketenangan dan kesan kota tua menjadi daya tarik wisata Belinyu.
BELINYU berada sekitar 60 km dari Sungailiat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Kota Belinyu sepi dan tenang, dipenuhi bangunan-bangunan tinggi yang ternyata sengaja dibiarkan untuk sarang walet. “Banyak pengunjung ke sini menyukai suasana kota lama dan masih menemukan beragam hal yang masih asli dan tradisional,” ungkap Asli, camat Belinyu.
Ada beberapa objek menarik dikunjungi di sini, di antaranya adalah:
Kampung Pecinan
Datang ke Kampung Gedong seperti menengok masa lalu. Pemukiman masyarakat asli Tionghoa yang terletak di daerah Kuto Panji, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka atau sekitar 54 km dari Sungailiat itu menyodorkan suasana tenang dan nuansa tempo dulu. Rumah-rumah masih banyak terbuat dari kayu dengan ukuran sekitar 12 m x 18 m. Banyak yang sudah berusia sekitar 150 tahun, namun ada juga yang baru dibangun antara 1950–1990-an.
Tidak mengherankan jika pada tahun 2000 pemerintah daerah menetapkan sebagai kampung wisata. “Kampung Gedong merupakan tempat tinggal awal orang-orang dari daratan China yang dibawa colonial Belanda untuk menambang timah pada 1600-an. Mereka berasal dari Hakka. Hingga sekarang warga masih banyak yang bisa berbahasa Hakka,” ungkap Keng Men atau akrab disapa Amen, kepala dusun Gedong.
Menurut Keng, saat ini warga sudah mencapai turunan ketujuh. Menempati wilayah seluas 2,5 ha dengan 38 kepala keluarga dan jumlah penduduk sekitar 700 orang.
Benteng & Vihara Kuto Panji
Salah satu peninggalan lama yang dapat dijumpai di Belinyu adalah Benteng Kuto Panji. Sayang hanya tersisa reruntuhan. Meski demikian, terlihat indah berdampingan dengan pemandangan di sekitarnya. Konon di tempat itu masih tersimpan harta berharga sang pemilik Bong Kiung Fiu.
Ada banyak versi cerita tentang benteng yang kabarnya berhubungan erat dengan kerajaan di Tiongkok itu. Dari semua versi, ada kemiripan cerita, yakni tentang raja kerajaan kecil Bong Kiung Fu yang memerintah di Belinyu. Dia memiliki seorang anak gadis berparas cantik bernama Bong Lili atau putri Chok Tian. Waktu itu Bong Khiung Fu mendirikan benteng pertahanan untuk menghalau serangan bajak laut sekitar 1664–1669.
Bong Khiung Fu bergelar Kapitan Bong atau lebih dikenal dengan Bongkap, memulai usaha dengan membuka tambang timah, perkebunan karet serta lada yang amat luas dengan memekerjakan masyarakat lokal dan tenaga yang diambil dari Pulau Jawa. Kisah itu mengantarkan dimulainya penggalian timah dan akulturasi serta asimilasi antara Melayu di Belinyu dengan etnis Tionghoa yang sudah berlangsung beratus-ratus tahun lampau. “Masyarakat di sini memiliki toleransi tinggi. Saat perayaan Imlek, Ceng Beng, dan upacara Rebut, seluruh masyarakat membantu. Sejak dahulu kami saling menolong satu sama lain,” ungkap Akiong yang sudah bertugas menjadi penjaga kawasan itu sejak 4 tahun lalu.
Untuk mengenang Bongkap, telah dibangun makam di bagian belakang benteng. Selain itu ada klenteng kecil yang didirikan oleh Bong Kiung Fu. Di samping klenteng terdapat sumur tua yang menjadi sumber air bagi penduduk di sekitarnya.
Gua Maria Belinyu
Gua Maria Pelindung Segala Bangsa ini dibangun 8 Februari 1997 dan di resmikan 8 Desember 1999. “Peletakan patung Bunda Maria disesuaikan mimpi yang dialami Pastor Marcel Arnould. Dalam mimpinya, Pastor Marcel melihat Gua Maria terletak di sebuah bukit yang kalau tanahnya digali akan ditemukan 3 batu. Satu berbentuk seperti altar dan dua batu lainnya berbentuk tangan terkatup,” jelas Rm Joseph kepada Destinasi Indonesia.
Gua Maria Belinyu tidak hanya didatangi umat Katolik, tetapi juga masyarakat dan wisatawan yang beragama Islam, Budha, dsb. Mereka datang untuk menikmati alam asri dan suasana yang teduh serta tenang. Di Bulan Mei (bulan Maria) dan Oktober (bulan rosario), banyak wisatawan dalam dan luar negeri yang datang. Juga di saat libur Juni, Juli, Desember, dan Januari.
Batu Dinding
Banyak warga dan wisatawan datang menikmati matahari tenggelam di Batu Dinding. Senja di kawasan itu memang indah, berpadu dengan tebing batu menyerupai dinding setinggi 15 meter. Dari situlah nama Batu Dinding didapat. Rifai, pemilik tanah tempat Batu Dinding berdiri rajin merawat dan membersihkan area. Dia tidak memungut biaya. Siapa pun boleh datang dan boleh menyumbang sukarela. “Banyak yang ingin membeli tempat ini dengan harga tinggi, tapi saya tidak tertarik. Saya senang melihat orang datang, menikmati pemandangan, dan gembira,” katanya.
Tanjung Putat
Keindahan matahari terbenam juga bisa disaksi di Pantai Tanjung Putat. Waktu menunjukkan pukul 17.30. Angin bertiup sejuk, membelai kulit dan hamparan pantai landai. Matahari terus bergeser, perlahan cahaya di pantai berubah. Sapuan lembut awan menjadi pendar warna, Sunset di Tanjung Putat sore itu menjadi salah satu terindah yang mengundang untuk diabadikan.
Pantai Penyusuk
Pantai Penyusuk terletak di Desa Penyusuk, Kecamatan Belinyu disisi utara Pulau Bangka. Lokasinya tak terlalu jauh dari Pantai Romodong atau 7 km dari Pantai Romodong. Dikenal indah, berair jernih, berpasir putih, dan memiliki bebatuan granit. Pagi hari menjadi waktu terbaik. Anda bisa berkeliling ke Pulau Putri dan Pulau Lampu dengan menyewa perahu bertarif Rp25.000/orang. Di sini juga dapat menyewa perlengkapan snorkeling.
Pantai Romodong
Terletak di Desa Penyusuk, Kecamatan Belinyu, pantai ini terhitung landai dan berpasir putih. Lokasinya sekitar 77 km dari Sungailiat. Di pantai ini, para wisatawan dapat menyaksikan matahari terbenam. Panjang pantai mencapai 4 km. Airnya bening dan uniknya, ketika akan masuk ke Pantai Romodong pengunjung bisa melihat batu besar yang terbelah di sisi kiri dan kanan jalan. (Aryani Indrastati)
Foto: Dok. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bangka, Aryani Indrastati
Originally published at Destinasi Indonesia.