Nyanyian Candrarini

Pranacaraka
Deuteronomi
Published in
2 min readMar 19, 2024

Sang Pujangga berjalan pelan ke rumahnya. Wajahnya sumringah, namun matanya bergerak ke segala penjuru, merapalkan kebingungan dalam hatinya. Pepohonan dan rerumputan merasa malu karena tak luput dari tatapan Sang Pujangga. “Ada apa gerangan dengan Bapa Resi?” batin sekuntum mawar yang dilewatinya.

Wonder AI

Setibanya di rumah, Sang Pujangga disambut hangat oleh satu-satunya istri yang dikasihinya. Sang Pujangga duduk di depan pendopo rumahnya, kemudian melepas blangkon yang dia kenakan. Istrinya membawakan secangkir kopi dan air putih, tak ketinggalan thiwul dan jajanan pasar lainnya.

“Kakanda, apa yang terjadi di keraton tadi, kok, sampai-sampai wajah kanda kebingungan?”

“Ya beginilah dinda, aku diminta melukiskan hal-hal yang belum pernah kualami. Kamu juga tahu kan kalau dalam hatiku hanya ada kamu seorang. Sedangkan Sinuhun, dia lebih punya segalanya, istrinya banyak pula. Aku diminta untuk melukiskan sifat dan rupa yang baik, agar dijadikan pelajaran bagi para perempuan yang dimadu.”

Keduanya tampak diam saling tatap. Cangkir kopinya pun juga diam, mungkin juga merasa bingung karena bibir cangkirnya hanya dicium oleh Sang Pujangga selama ini.

Di menit berikutnya, Sang Pujangga tersenyum bersama istrinya. Menurut Pawukon, ini adalah waktu-waktu yang baik untuk berkasih-kasihan. Mereka segera masuk ke kamar, bersembahyang, kemudian mendalami hati satu sama lain dengan mengamalkan Asmaragama.

“Tahukah kamu, adinda. Aku itu beruntung bersanding bersamamu. Di luar sana, banyak lelaki yang tak puas, mencari puncak asmara dari satu gunung ke gunung lainnya. Namun cukup dinda seorang saja yang kupuja, bahkan lebih dari sekedar cukup. Kelima istri Arjuna-pun takkan sanggup menggantikan sosokmu.”

Kemudian istrinya berganti gaya, dia memasang gelung rambutnya, tetapi tidak sampai rapi. Lanjutan kidung Asmaragama ditembangkan lagi. Kemudian dilanjutkan lagi sampai lima kali.

Mengertilah Sang Pujangga akan rahasia semesta. Dia meninggalkan istrinya terbaring bahagia. Ditulisnya sifat-sifat wanita yang unggul, sebagai kelima sosok istri Arjuna: Sumbadra, Manohara, Ulupi, Gandawati, dan Srikandi — menurut kaidah Macapat. Dipilihnya Dhandhanggula, Sinom Asmaradana, Mijil, dan Kinanthi karena hendak menggambarkan asmara yang menggebu-gebu dari orang-orang muda, merekah dan memaniskan kehidupan.

Kemudian kitab ajaran ini dipersembahkan kepada Sinuhun, agar direstui dan dijadikan pelajaran. Hanya saja yang tidak diketahui oleh paduka adalah, kelima sifat perempuan yang dimadu itu disari-sarikan dari rupa seorang istrinya seolah-olah istrinya bisa beralih rupa lima kali.

Sepulang dari keraton, wajah Sang Pujangga tidak kebingungan. Sekuntum mawar merah yang tadinya kebingungan, kini merah merona. Mungkin dia cemburu kepada istri Sang Pujangga yang dapat menaklukkan suaminya.

Cerita di atas hanyalah merupakan rekaan, mengenai ghost writer keraton yang diminta menuliskan Serat Candrarini. Bagi sang Pujangga, sumber inspirasi karya bisa datang dari mana saja. Demikian pula tujuannya tidak harus sejalan dengan pikiran dan hatinya. Bisa saja dia hanya melukiskan suatu hal atas perintah raja.

--

--