Persembunyian Sang Khalik

Kakawin Dharmasunya dan Kaitannya dengan yang Lain

Pranacaraka
Deuteronomi
2 min readFeb 24, 2024

--

Arca Dewa Ruci di Bali (Sumber: Wikipedia)

Di balik lembar-lembar pesan dari Palguna (swargi), ada satu petikan ayat yang menarik perhatianku. Beliau memberikan petunjuk mengenai “persembunyian Sang Khalik” ketika meneliti dan memuja Sang Hyang Siwa sebagaimana termaktub di Kitab Dharmasunya.

Di dalam kitab tersebut, terdapat ayat yang tertulis sebagai berikut,

Selama bertapa untuk menjadi seorang wiku — seorang yang bijaksana, belum dijumpainya Sang Hakikat Tertinggi itu, bahkan meski telah berkelana ke gunung-gunung dan hutan-hutan untuk bertapa untuk mencari asal-usul Sang Hyang.

Siapakah orang yang benar-benar berniat untuk mencarinya? Dalam keluguannya, dia terus mencari ke atas gunung, menelusuri jejak tempat-tempat suci untuk bertapa seraya menunjukkan dirinya ke hadapan Sang Pencipta.

Tetapi sesungguhnya, Dia berada di dalam hati, namun tak ada yang menyadari kehadiran-Nya. (bdk. Dharmasunya 13:13–15)

Bait-bait tersebut mengingatkanku pada ayat di Injil (apokrif) Thomas, yang berbunyi seperti ini,

Yesus berkata, “Apabila pemimpinmu berkata kepadamu, ‘Lihatlah, kerajaan surga ada di langit!’ Kalau benar demikian, maka burung-burung di langit akan mendahuluimu. Lalu kalau mereka berkata, ‘Kerajaan surga itu ada di dasar samudera’ maka ikan-ikan di laut akan tiba lebih dulu.

Tetapi sesungguhnya kerajaan itu ada di dalam dan di luar dari padamu. Apabila kamu mengenali dirimu, maka kamu akan mengenalinya, bahwa kamu adalah anak-anak dari Bapa yang hidup. Namun apabila kamu tidak mengenali dirimu, maka kamu akan hidup berkekurangan dan kamulah kekurangan itu.” (bdk. Injil Thomas 3)

Pencarian di atas langit dan dasar samudra juga mengingatkanku pada Serat Dewaruci. Meskipun merupakan tipuan oleh gurunya Drona, Bima menemukan Sang Khalik di dalam hatinya dalam rupa Dewa Ruci.

Kitab Dharmasunya ini selanjutnya digubah menjadi tembang macapat oleh Ki Yasadipura II. Naskah tersebut sempat dilihat oleh Poerbatjaraka. Beliau memberikan keterangan mengenai Dharmasunya gubahan baru ini, yang menyatakan bahwa: Serat Dharmasunya berasal dari sumber yang sudah kabur, digubah oleh pujangga yang tidak lagi memahami Bahasa Jawa Kuna, maka arti dari Dharmasunya ini semakin kabur.

Adapun yang dibicarakan adalah hal-hal mistik, yang menjadi adat golongan klenik (penghayat ilmu kebatinan). Kaum klenik jika berjumpa dengan kitab klenik akan menganggap bahwa sumber itu sangat indah dan murni. Sebaliknya, mereka yang bukan golongan klenik akan menganggap bahwa sumber-sumber semacam ini akan “kesal hatinya”, karena mereka lebih menyukai hal-hal yang nyata saja.

Pada akhirnya, lompatan antara pengetahuan yang “nyata” dengan “mistik” ini dipisahkan oleh suatu tabir gaib yang tidak semua orang mau dan mampu menyeberanginya.[]

Referensi

  • Barnstone, Willis. 2003. The Gnostic Bible. Boston: Shambala.
  • Palguna, Ida. 2014. Dharmasunya, Memuja dan Meneliti Siwa. Pakubwan Watulumbang: Sadampaty Aksara.
  • Poerbatjaraka. 1952. Kepustakaan Jawa. Jakarta: Jambatan.

--

--