Empathy Dalam Sebuah Desain

Mendesain bukan hanya membuat sebuah tampilan yang bagus, mendesain adalah sebuah proses untuk mencari solusi yang tepat pada sebuah masalah yang ditemukan, dalam mendesain sebuah produk atau service kita akan berhubungan langsung dengan manusia karena tujuan akhir kita membuat desain tersebut karena akan digunakan oleh manusia. Mendesain bukanlah sesuatu yang dapat dikatakan mudah, didalamnya terdapat kreativitas dan proses yang dilewati agar dapat menimbulkan pengalaman yang memuaskan saat digunakan pengguna, bagaimana kita menciptakan experience yang menarik itu tergantung kita seorang produk desainer.

Dalam proses desain yang dilewati pada tahap awal kita dianjurkan untuk melakukan riset pada calon pengguna produk, beberapa tahapan desain yang populer saat ini seperti Design Thinking, HCD, Lean UX, dll menyebutkan dalam membangun sebuah desain kita harus menggunakan empahty.

Kenapa sih kita membutuhkan empathy pada sebuah proses desain?

Bayangkan bahwa produk atau service yang kamu bangun digunakan oleh 1000 orang, apakah setiap pengguna akan melakukan sesuatu yang sama dengan orang lain pada produk kamu ?

Tentunya tidak kan, karena setiap orang pasti memiliki perasaan, perspektif, serta motivasi penggunaan yang berbeda. Inilah yang ingin kita ketahui sebelum kita memulai untuk mendesain sebuah produk.

Jadi empathy adalah kemampuan kita untuk menangkap emosi manusia dan dapat merasakan serta memikirkan apa yang sebenernya dirasakan orang tersebut, istilah lainnya kita memposisikan diri pada orang tersebut.

Emang apa perbedaan antara empathy dan sympathy ?

Spectrum of Empathy

Dari bagan diatas titik empathy adalah dimana kita dapat merasakan apa yang calon pengguna kita rasakan mengenai masalah yang ingin kita selesaikan.

untuk menganalogikan perbedaan antara empathy dan sympathy berikut ada video yang dapat ditonton.

Theresa Wiseman, seorang perawat mendefinisikan bahwa terdapat 4 atribut dari empathy, yaitu :

  1. Kemampuan untuk melihat sudut pandang lain yang dimiliki orang lain, saat kita mampu keluar dari apa yang kita asumsikan, kita dapat melihat masalah lebih luas dari sudut pandang orang tersebut.
  2. Tidak langsung menghakimi situasi yang dialami oleh orang lain, kondisi seseorang dalam menghadapi masalah tentu berbeda saat kita menghakimi orang tersebut maka kita menolak untuk berempati pada orang tersebut.
  3. Mengerti apa yang orang lain rasakan, dengan mengerti apa yang orang lain rasakan dalam menghadapi masalah kita dapat membayangkan apa yang terjadi jika kita yang mengalami hal tersebut.
  4. Mengkomunikasikan pemahaman kita terhadap perasaan orang tersebut, cobalah untuk berkomunikasi bahwa kamu juga akan seperti itu, kurangi untuk mengatakan “setidaknya” atau “itu masih lebih baik”.

Dalam berempati tentu setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing, dan kita perlu belajar untuk berempati secara maksimal dengan orang lain.

Lalu apa hubungannya desain dengan empathy ?

Dengan menerapkan empathy terhadap pengguna kita, kita dapat melihat sudut pandang yang dimiliki oleh calon pengguna kita dan menghindari penarikan asumsi dari diri sendiri.

Bayangkan ini adalah kettle yang biasa gunakan saat memasak air, saat air mendidih pengguna kita bisa saja membuka tutup bagian atas dan memegang pegangan kettle-nya. Apakah yang terjadi ? tangannya akan merasa panas saat terkena uap dari air yang mendidih.

Dengan menggunakan empathy kita akan berusaha menempatkan diri kita pada kondisi pengguna tersebut, dan tugas dari seorang desainer untuk memperbaiki hal tersebut agar produk yang dikembangkan semakin baik.

“Complete empathy is impossible, but that can be methodically taught and learned. The closer you get, the more likely you’re able to build product, design, service that she’ll find usable, useful, and desirable”

— Jon Kolko, Austin Center for Design

Berempati pada user populernya dilakukan pada tahap riset, namun saat kita dalam proses desain kita harus tetap berempati setidaknya kita dapat memikirkan apa yang terjadi saat produk kita sudah ada dan digunakan di lapangan. Selain itu, sebagai seorang desainer kita juga harus mampu untuk berkomunikasi hasil empati kita pada orang yang tidak bertemu langsung pada pengguna, agar produk yang kita bangun sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Apa yang kita tuju dalam membangun desain dengan empathy ?

Tujuan dari kita dalam berempati adalah experience, karena hal apapun yang akan didapatkan oleh pengguna baik maupun buruk itulah experience, dan kita tentu tidak mau pengguna kita memiliki experience yang buruk saat menggunakan produk kita.

Saat pengguna memiliki experience yang baik serta puas dalam penggunaannya, maka experience itu akan mengantarkan kita pada hal lain yang ingin kita capai yaitu penjualan produk kita, dan berkembangnya komunitas pengguna produk tentu hal ini akan sangat berdampak pada bisnis yang dijalankan. Itulah mengapa empathy sangat penting dalam memulai mendesain sebuah produk atau service, karena hal yang ingin kita capai adalah experience dari pengguna.

Lalu bagaimana kita memulai berempati pada user kita di dunia desain ?

Jadi beberapa langkah yang bisa digunakan dalam melatih berempati pada calon pengguna kita seperti ini :

  1. Tentukan usermu siapa, karena dengan mengetahui user kita maka desain yang kita buat dapat sesuai dengan behaviour user tersebut.
  2. Definisikan user journey, tentukan apa yang akan terjadi sebelum dan setelah user menggunakan produk serta cari motivasi dan frustation dari user dalam menghadapi masalah tersebut.
  3. Temukan akar permasalahan masalahnya, jangan hanya melihat pada bagian permukaannya, gali terus permasalahannya hingga menemukan akar dari masalah tersebut.

“Design is in everything we make, but it’s also between those things. It’s a mix of craft, science, storytelling, propaganda, and philosophy.”
— Erik Edigard

Tulisan ini berdasarkan sebuah meetup yang pernah saya berikan yang berjudul “Designing with Empathy”, kalian bisa mendengarkannya lebih jauh melalui podcast berikut.

--

--

Faisal Risq
Developer Student Club Universitas Brawijaya

Designer and thinker at the tech-society intersection | 🇳🇱 HCI master's student