Evidence-Based Management

Prant F. Gaharu
DOKU Insight
Published in
4 min readJul 19, 2023

Dalam konteks product development atau apapun dalam membuat sesuatu, pasti adanya sebuah cita-cita atau goal yang ingin dicapai kenapa sesuatu dibuat. Selain adanya goal besar, biasanya ada nilai-nilai (value) yang menyertai atau menunjang dalam proses meraih goal.

Nah, salah satu framework yang bisa kita gunakan dalam mengakomodir value dan goal dalam pengembangan sebuah product adalah Evidence-Based Management.

Namun, sebelum kita membedah apa itu EBM, kita coba jelaskan terlebih dahulu apa itu goal dan value.

Goal adalah sesuatu yang achievable, sehinggal harus jelas dan terukur. Setiap organisasi harusnya bisa menjelaskan apa goal organisasi, bisa dalam skala jangka waktu pendek, menengah atau panjang.

Misalnya, sebuah perusahaan penyedia layanan e-wallet, mereka bisa jadi menentukan goal mereka, mendapatkan user aktif sebanyak 1 juta user. Atau misalnya perusahaan e-wallet tersebut menentukan goal mereka, yakni jumlah transaksi per harinya adalah 5000 transaksi.

Jadi, banyak hal-hal yang bisa di jadikan goal yang jelas dan terukur.

Kemudian, selanjutnya kita bahas mengenai value. Biasanya organisasi mengukur nilai dalam 3 kategori : activities, output dan outcome.

Contoh aktifitas dalam perusahaan e-wallet, misalnya adalah melakukan meeting, membuat report, menulis code programming dan lain-lain.

Untuk output adalah biasanya hasil dari sebuat aktifitas, misal report, product release, notulen rapat dan lain-lain.

Berikutnya adalah outcome, outcome adalah sesuatu yang biasanya yg diinginkan customer atau user dari sebuah product. Jadi, bisa dikatakan outcome adalah next level dari output.

Biasanya dalam sebuah perusahaan cukup mudah untuk mengukur output, tetapi berbeda dengan outcome, yang bisanya sulit dalam melakukan pengukuran.

Nah, EBM ini bisa kita gunakan untuk mengkur value, baik activities, output ataupun outcome. Sederhananya, EBM adalah bagaimana kita bisa mentransparansikan nilai sebuah product yang pada akhirnya digunakan untuk melakukan improvement product / team itu sendiri dalam rangka mencapai goal mereka

Di dalam EBM di kenal ada 4 Key Velue Areas (KVAs), yaitu Unrealized Value, Current Value, Time-to-Market dan Ability-to-Innovate.

Current value

Current value tentunya adalah value dari sebuah product yang di ukur dalam hari ini. Dalam EBM kita mengenal istilah Key Value Measures (KVMs) yaitu hal-hal yang bisa dijadikan ukuran atau bahan pertimbangan untuk meningkatan value dari sebuah product.

Nah dalam current value, contoh hal yang bisa diukur atau KVMs adalah Employee Satisfaction, Customer Satisfaction dan Customer Usage Index.

Kepuasaan karyawan / employee satisfaction tentunya sangat penting untuk diukur atau dipertimbangkan, karena karyawan adalah harusnya aset terbesar dan terpenting dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Hal-hal yang biasanya bisa menjadi perhatian organisasi terhadap karyawan adalah engagement, energy dan enthusiasm. Karena tentunya jika karyawan puas dan bersemangat dalam proses kerja di dalamnya, pasti akan berimpact terhadap kualitas product.

Kemudiaan ada customer satisfaction, ya ini tentunya nilai yang amat penting untuk dilihat. Bagaimanapun jika sebuah perusahaan menghasilkan banyak feature atau product yang dikirim ke pasar, tetapi ketika customer tidak puas, tidak akan ada artinya.

Kemudian ada customer usage index, selain ada hal-hal subjektif yang diukur dari customer yang ada di customer satisfaction, kita juga harus mengukur hal-hal objektif yang dilakukan customer terhadap product kita. Misal, jumlah transakti ketika sebuah feature diluncurkan atau jumlah orang yg mengakses sebuah halaman yang baru di release dan lain sebagainya.

Unrealized Value

Kemudian kita akan bahas Unrealized Value. Unrealized value berfokus pada nilai masa depan yang dapat direalisasikan jika organisasi memenuhi kebutuhan pelanggan atau pengguna potensial.

Contoh hal yang bisa diukur adalah salah satunya market share, yakni pangsa pasar potensial yang mungkin dicapai oleh produk tersebut jika berhasil memenuhi kebutuhan pelanggan.

Time to market

Time to market adalah kemampuan untuk dengan cepat memberikan kemampuan baru, layanan, atau produk. Hal ini penting untuk diukur dikarenakan untuk meminimalkan jumlah waktu yang diperlukan organisasi memberikan nilai.

Beberapa Key Value Measures dari Time-to-Market yang bisa diukur adalah :

Release Frequency : Jumlah peluncuran feature atau product per jangka waktu tertentu.

Mean Time to Repair : Jumlah waktu yg diperlukan dalam ketika bugs di temukan sampai akhirnya selesai diperbaiki.

Customer Cycle Time : Jumlah waktu yang diperlukan dari sebuah ide dikerjakan sampai akhirnya bisa digunakan oleh customer.

Lead Time : Jumlah waktu yang diperlukan dari ide diajukan sampai pelanggan bisa menggunakan dari ide tersebut.

Ability to Innovate

Sekarang kita bicara mengenai Ability to Innovate, di key value ini lebih mendalami sebuah kemampuan organisasi untuk melalukan self impovement dalam rangka memberikan kemampuan baru yang pada akhirnya akan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik.

Berikut contoh beberapa KVMs yang bisa diukur :

Technical Debt : Sebuah konsep dalam dunia pemrograman ketika ada development dan testing ekstra, dikarenakan ada pekerjaan yg belum tuntas atau kotor di masa development sebelumnya.

Context-Switching : Dimana anggota organisasi mengalami kehilangan waktu dikarenakan berbagai macam gangguan, misal beralih antar tugas yang tidak dalam satu konteks, banyak membantu orang di luar team dan gangguan-gangguan lain yang bisa menggangu konsentrasi dalam sebuah pekerjaan.

Defect Trends : Pengukuran defect/bug/kecacatan yang muncul di production.

Ketiga hal diatas sangat penting diukur atau dipertimbangkan dikarenakan karena akan mengganggu kemampuan inovasi sebuah organisasi jika hal-hal diatas masih terjadi dalam jumlah yang banyak dengan frekuensi yg sering pula.

Nah, itulah EBM dengan KVAs dan KVMs yang ada didalamnya menurut pendapat saya sesuai dengan teori yang ada dan kejadian di lapangan. Semakin konsisten data-data KVAs atau KVMs dikumpulkan dan didiskusikan semakin baik juga product tersebut untuk mencapai goal yang diinginkan.

Ini juga terntunya berkaitan dengan 3 pilar scrum, yakni transparency, inspection dan adaptation. Tentunya tahap pertama adalah kita harus sering mentrasparansikan data KVAs atau KVMs, lalu menginspeksi apa yang perlu diimprove dari value-value yang sudah berjalan dan terakhir mengadaptasikan ide-ide improvement yang didapat.

Selamat Mencoba !!!

Source :

https://www.scrum.org/resources/evidence-based-management-guide

--

--