3 Proses Utama pada Carbon Capture

Menilik proses Carbon Capture untuk melihat adakah tamparan untuk kita?

Nur Kholik Kurniana Putra
Echolocation Blog
6 min readMar 28, 2021

--

Pernah berada dalam rumah kaca sungguhan? Barangkali rekan-rekan ada yang sudah berkunjung ke kawasan pertanian modern, atau bahkan rekan-rekan sedang berbisnis ataupun bekerja disini

Pastinya sudah terbayang kan? bahwa suhu di dalam rumah kaca akan lebih hangat dibandingkan suhu luarnya. Ini disebabkan oleh kaca yang mampu memerangkap panas yang masuk dan tidak mampu ditembus oleh pantulan gelombang panas dari matahari

Sama halnya dengan rumah kaca, CO2 adalah gas alam yang membolehkan sinar matahari menembus atmosfer hingga ke bumi. Namun tidak mampu ditembus oleh pantulan gelombangnya. Inilah mengapa atmosfer ini mampu menghangatkan bumi dan menjadi planet yang dapat ditinggali. Efek ini kita kenal dengan efek rumah kaca

Sebenarnya CO2 secara alami dibutuhkan untuk menghangatkan planet. Namun, karena inovasi saat revolusi industri pertama dimulai. Produksi emisi CO2 semakin meningkat.

Dari revolusi industri diatas, para peneliti memperkirakan bahwa dari tahun 1940 hingga 2004 terjadi peningkatan 70% gas rumah kaca. Dimana CO2 menjadi bagian terbesar, disusul oleh methane, nitrous oxide, hydrofluorocarbons, perfluorocarbons dan sulfur hexafluoride.

Lantas, pertanyaanya apa jadinya bila kita terus memproduksi emisi karbon?

Dan apakah ada temuan atau inovasi yang mampu menghilangkan emisi karbon ini? instead of kita nanemin banyak pohon? atau menciptakan kelp forest?

Bagaimana Carbon Capture Bekerja

Untuk memahami cara kerja carbon capture mari kita bayangkan karbon ini berbentuk daun yang jatuh berguguran dari pohon. Kita kemudian mengumpulkannya dalam satu tempat. Menyimpannya rapat-rapat dengan teknik khusus dalam waktu yang cukup lama. Kemudian daun-daun ini akan berubah menjadi kompos. Bisa untuk digunakan kembali.

Nah apakah carbon capture sudah mampu menjadiakan karbon menjadi bentuk lain yang bermanfaat? Setidaknya tidak membahayakan untuk kita. Bahasan ini kita bahas di artikel berikutnya ya!

Secara umum konsep carbon capture terdiri dari proses penangkapan dan pemisahan CO2 dari gas lain, pengangkutan, hingga penyimpanan di suatu lokasi yang jauh dari atmosfer. Definisi jauh bisa berarti di kedalaman tanah atau jauh di kedalaman lautan.

1. Penangkapan Karbon Dioksida

Saat ini banyak penilitian berfokus pada carbon capture untuk industri energi dengan bahan baku fosil. Kita tidak bisa berpaling, bahwa saat ini kebanyakan pembangkit listrik menggunakan batu bara untuk menghasilkan energi listrik.

Dari sumbernya, karbon dapat diambil dari pre-combustion, combustion, dan post-combustion bahan bakan fosil.

Pengambilan karbon pada tahap pre-combustion, CO2 ditangkap sebelum bahan bakar fosil dibakar. Artinya CO2 terperangkap sebelum diencerkan bersama gas buangan lainnya.

Bahan bakar fosil jika dipanaskan dalam oksigen murni, akan menghasilkan campuran CO dan Hidrogen. Campuran ini kemudian diolah dalam konverter katalitik, kemudian menghasilkan banyak hidrogen dan CO2.

Gas-gas hasil konversi dimasukkan dalam flask/labu. Gas bernama amina dituangkan dalam labu tersebut untuk berikatan dengan CO2. Dengan demikian Hidrogen terpisah dan mulai naik, lalu keluar dari labu. Sedangkan CO2 bersama amina kemudian dipanaskan, maka CO2 akan naik dan dikumpulkan (trapping) dan amina dapat digunakan kembali.

Beralih ke penangkapan saat combustion, akan menghasilkan CO2 dan uap. Kedua komponen ini dipisahkan dengan mendinginkan dan menekan aliran gas. Penangkapan pada proses ini mambantu mencegah 90% emisi karbon masuk ke atmosfer.

Penangkapan karbon pada post-combustion, yakni penangkapan CO2 setelah proses pembakaran. Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan CO2, uap air, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida. Pada proses ini, CO2 dipisahkan dari gas buang lainnya dengan cara menjebak CO2 dalam filter saat melewati cerobong asap.

Filter ini sebenarnya adalah pelarut yang mampu mengikat CO2. Pelarut ini dapat dipanaskan, sehingga melepaskan uap air dan meninggalkan CO2. Penangkapan pada tahap ini mampu mencegah 80–90% emisi karbon yang memasuki atmosfer.

2. Pengangkutan Karbon Dioksida

Proses berikutnya adalah pengangkutan CO2 ke tempat penyimpanan. Saat ini metode yang digunakan yakni melalui jaringan pipa. Pipa CO2 dipasang dari sumber penangkapan CO2 hingga ke lokasi penyimpanan.

Namun, pada beberapa kondisi pengangkutan juga bisa melibatkan kapal tanker bila akan dialirkan di lokasi lain jauh dari tempat combustion. Proses pengangkutan ini bergantung pada sumber dan lokasi penyimpanan CO2 berada.

Jaringan pipa mampu mengangkut CO2 dalam tiga kondisi: gas, cair, dan padat. Namun biasanya jaringan pipa mengangkut CO2 dalam kondisi gas, karna faktor efektifitas dan penghematan biaya.

Kompresor digunakan untuk mendorong CO2 melalui pipa. Pada beberapa kondisi jaringan pipa memiliki kompresor tambahan yang dipasang selang seling untuk menjaga agar gas tetap bergerak.

Saat pengangkutan CO2 harus dipastikan bersih dari H2S (Hidrogen Sulfida), untuk menghindari korosi ada pipa. Mengingat saat ini pipa-pipa yang digunakan berbahan baja. Baja tahan karat sekalipun tetap memiliki resiko karat, namun lebih rendah. Namun demikian, setahan karat apapun pembangunan kembali jaringan pipa membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Insiden kecelakaan jaringan pipa CO2 ini berpotensi melepaskan banyak CO2 yang tak berwarna dan berbau. Para peneliti merekomendasikan untuk menambahkan bau untuk deteksi kebocoran. Disamping itu peneliti juga merekomendasikan jaringan pipa ini dibangun di daerah tanpa penududuk.

3. Penyimpanan Karbon Dioksida

Penyimpanan CO2 untuk saat ini ada di dua tempat. Dibawah tanah dan dibawah laut. Dilansir dari Science Daily, fakta menarik bahwa dapat diperkirakan bumi dapat menyimpan 10 triliun ton CO2. Artinya, jika emisi karbon harian yang dihasilkan sama dengan hari ini maka dapat menyimpan hingga 100 tahun emisi yang dihasilkan. Bagaimana menurutmu?

Pertama. Penyimpanan di bawah tanah, akibat dari tekanan dari kedalaman menyebabkan CO2 bersifat cenderung seperti cairan dibandingkan gas. Dengan ini, CO2 meresap dan mengalir ke dalam pori-pori lapisan batuan.

Dalam istilah geologi, penyimpanan bawah tanah disebut juga geological sequestration. Praktik ini sudah digunakan oleh banyak industri migas. Dimana lokasi reservoir migas ini cocok digunakan untuk menyimpan CO2 karena terdiri dari lapisan formasi batuan yang berpori. Reservoir ini memiliki batuan diatasnya yang mampu menahan CO2 tidak naik ke permukaan. Tentu akan menjaga CO2 baik dalam bentuk cair dan gas untuk tidak keluar dari reservoir.

Kedua. Penyimpanan di kedalaman lautan. Pasti rekan-rekan bertanya pada kedalaman berapa yang aman? Nah, menurut para ahli, kedalaman yang aman berada minimal 3500 meter dibawah permukaan laut. Tentu ini adalah lapisan dalam, dengan tekanan tinggi. Sehingga para peneliti mengasumsikan CO2 akan terkompresi menjadi cari dan akan jatuh ke dasar laut.

Berikutnya tentu muncul kekhawatiran bagi ekosistem laut dalam dan keselamatan biota laut yang hidup di sana. Bagaimana menurut rekan-rekan? Apakah laut selalu bisa dijadikan tempat penyimpanan (sebagai bahasa yang lebih sopan dari pembuangan)?

Mari membuka mata sejenak

Setiap proses implementasi teknologi tentu membawa dampak baik positif maupun negatif. Seperti halnya teknologi carbon capture ini. Satu sisi carbon capture mampu mengurangi emisi karbon yang memasuki atmosfer. Pada sisi ini kita sebagai manusia dan makluk hidup lain yang secara langsung memanfaatkan atmosfer akan diuntungkan.

Sedangkan dari sisi lainnya? Ikan-ikan dan biota lainnya di laut dalam akan sangat marah bila pada suatu hari tiba-tiba habitatnya dipenuhi dengan CO2 cair yang berasal dari kita, manusia.

Dari penjelasan diatas tidak ada yang mengatakan emisi karbon mampu ditahan 100%. Artinya emisi karbon tetap dihasilkan bukan? Bila industri energi ini semakin bertumbuh dengan bahan bakar fosil nya, tentu produksi emisi karbon akan tetap eksponensial pertumbuhannya

Inovasi teknologi ini akan sangat bermanfaat bila proses hulu-hilir bersinergi dan mindset setiap manusia tersadarkan dengan dampak tidak langsung yang ditimbulkan. Alih energi ke energi terbarukan sepertinya menjadi alternatif yang paling oke sejauh ini. Sehingga mari kita bisa bersinergi bersama!

--

--