Membuat dan Menyusun Prioritas Product Backlog Item

Amira Taliya
ecomindo-dev
Published in
8 min readOct 21, 2022

Product backlog adalah urutan daftar pekerjaan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai produk. Urutan tersebut disusun berdasarkan dampak terhadap nilai produk apabila suatu pekerjaan berhasil diselesaikan. Product backlog merupakan satu-satunya acuan untuk menentukan pekerjaan apa yang perlu dilakukan oleh Scrum Team. Artikel ini akan menjelaskan langkah-langkah dalam pembuatan dan penyusunan prioritas Product Backlog Item (PBI), disertai dengan contoh kasus.

Untuk membuat PBI, dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Melakukan Impact Mapping
  2. Menyusun User Story
  3. Melakukan Prioritisasi Backlog Item

Untuk membahas langkah-langkah tersebut, kita akan menggunakan contoh kasus berikut:

PT Seorang Pria (SP) adalah perusahaan penyedia jasa keamanan. Pelanggan SP dapat memasang berbagai sensor di sekitar rumah atau toko. Jika ada kegiatan mencurigakan atau ada pembobolan, sensor akan mengirimkan sinyal ke kantor polisi (polsek) terdekat dan juga ke HP pemilik rumah/toko. Sensor SP dapat dikelola melalui aplikasi mobile pemiliknya. Pemilik dapat mengatur untuk menggunakan fitur silent alarm, dimana alarm tidak herbunyi dan hanya member sinyal ke petugas. Atau bisa juga mengggunakan fitur alarm yang akan berbunyi kencang untuk memperingatkan sekitar. Pengguna juga dapat mengatur untuk mengirimkan sinyal pada orang orang tertentu, misalnya tetangga sehingga mereka bisa saling mengawasi keamanan wilayah dengan lebih baik. Selain membunyikan alarm yang dipasang di rumah, SP memiliki device yang dapat dipasang pada mobil pribadi para pemilik produk SP. Jika terjadi pembobolan, sensor akan mengirimkan sinyal ke mobil dan membunyiken klakson mobil untuk memperingatkan semua orang di wilayah tersebut.

SP menyimpan lokasi GPS kendaraan, pola permakaian, dan kondisi kesehatan mobil patroli. Karena petugas patroli berganti-ganti, diperlukan aplikasi web yang digunakan untuk mengelola rute patroli serta petugasnya, termasuk nomor HP para petugas. Aplikasi SP memantau lokasi patroli dan mengirimkan sinyal bahaya pada patroli-patroli terdekat via HP petugas dan melalui HT ke mobil patroli terdekat. SP merekam seluruh rute perjalan patroli dan membuat peta coverage patroli yang dapat dilihat oleh perwira polisi sesuai dengan tingkat kewenangannya. Polsek dapat melihat coverage patroli-patroli miliknya. sedangkan Poles dan Polda (tingkatan di atas polsek) dapat melihat coverage seluruh patroli di wilayahnya masing-masing.

Langkah 1: Melakukan Impact Mapping

Impact map adalah visualisasi dari scope dan asumsi dasar yang merupakan hasil diskusi kolaboratif dengan stakeholder teknis dan bisnis. Hal tersebut berupa diagram mind-map yang disusun selama diskusi untuk dapat menjawab empat pertanyaan, yaitu kenapa?, siapa?, bagaimana?, dan apa?. Pada langkah ini kita akan mengidentifikasi dan mendefinisikan tujuan (goal). Setelah mengetahui tujuan, dilanjutkan dengan menentukan actor dan impact dari goal tersebut. Terakhir adalah menentukan deliverables (features) untuk mencapai impact yang diharapkan.

1.1 Mendefinisikan Product Goals

Sebelum menyusun backlog, diperlukan pemahaman mengenai business needs atau product goals yang ingin dicapai. Cara menentukan product goal dapat dilihat di artikel ini.

Pada tahap ini, penting bagi kita untuk dapat menentukan inti masalah sebelum memberikan solusi yang tepat. Caranya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

  • Problem to be solved: Siapa pihak yang memiliki masalah? dan Apa masalah yang mereka miliki?
  • Proposed solution: Bagaimana kita akan menyelesaikan masalah tersebut?
  • Success indicator: Bagaimana cara kuantitatif untuk mengukur keberhasilan produk dalam menyelesaikan masalah tersebut?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita dapat mengajukan product goal, yaitu tujuan produk ini dibuat.

Menentukan inti masalah harus cukup spesifik dan tidak boleh terlalu umum. Contohnya, jika masalah yang didefinisikan adalah “ingin belajar”, bisa jadi solusi yang ditawarkan adalah masuk universitas. Jika masalahnya adalah “ingin belajar dengan ritme sendiri”, bisa jadi solusi yang ditawarkan adalah kursus online seperti Coursera. Jika masalahnya adalah “ingin belajar berbagai bahasa dengan ritme sendiri”, bisa jadi solusi yang ditawarkan adalah aplikasi kursus bahasa secara online seperti Duolingo.

Berdasarkan contoh kasus PT SP, kita dapat menganalisa product goals seperti pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Analisa Product Goals

1.2 Iterasi Pengembangan Produk

Setelah mendapatkan goals yang ingin dicapai, kita dapat memulai dengan membangun sebuah solusi/produk awal yang dapat menjawab persoalan tersebut.

Produk awal harus bisa menyelesaikan masalah, meski tidak sempurna. Selanjutnya, kita akan terus-menerus menyempurnakannya dengan cara mendapatkan feedback dari pengguna secara berulang dan merevisi (meningkatkan nilai) produk, sehingga pelanggan merasa lebih puas dengan produk tersebut.

Gambar 2. Iterasi Pengembangan Produk Gagasan Henrik Kniberg

Pada artikel yang membahas tentang Minimum Viable Product (MVP) milik Henrik Kniberg, dijelaskan cara memberi solusi dari sebuah permasalahan. Pada artikel tersebut, permasalahan yang dihadapi adalah ingin mengantar orang ke tujuan secara cepat dan nyaman. Solusi yang ditawarkan dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk menyelesaikan masalah, solusi awal yang bisa dikembangkan adalah sebuah skateboard. Skateboard dapat mengantarkan kita ke tujuan dengan lebih cepat daripada berjalan kaki. Meskipun demikian, masih ada kekurangan, yaitu skateboard tidak stabil dan membuat user mudah jatuh.

Pada iterasi berikutnya, solusi dikembangkan menjadi sebuah skuter. Solusi ini lebih stabil karena user bisa berpegangan pada tiang skuter. Pada iterasi pengembangan produk berikutnya, solusi dapat dikembangkan dengan membuat sebuah sepeda, motor, dan bahkan mobil. Dengan berkembangnya produk, kepuasan pelanggan juga semakin meningkat.

Pada contoh kasus di atas, kita ingin mencapai goal “mengurangi risiko pencurian”. Pada iterasi pertama, produk yang dapat dibuat adalah alat yang dapat mendeteksi pembobolan dan membunyikan suara alarm. Selanjutnya, kita jual produk ke pasar agar bisa mendapatkan feedback dari penggunaan produk itu.

Pada iterasi berikutnya, kita dapat mengembangkan produk berdasarkan feedback yang didapat. Sebagai contoh, customer memberi feedback bahwa dia sering tidak di rumah, sehingga bunyi alarm tidak akan ditanggapi. Lalu kita memiliki gagasan untuk mengembangkan fitur-fitur sebagai berikut:

  • Memperbesar volume alarm agar terdengar oleh tetangga.
  • Memberikan informasi pencurian ke penghuni rumah melalui handphone secara real time.
  • Mendapat tindak lanjut dari petugas patroli terdekat.

Pada prakteknya, feedback tidak selalu bisa didapat dengan cara bertanya pada customer. Seringkali, kita harus menemukan cara untuk mengamati bagaimana produk digunakan, sehingga kita dapat memiliki gagasan untuk mengembangkan fitur yang lebih baik. Contohnya, dalam produk aplikasi web/mobile, kita dapat menerapkan sistem telemetry untuk mencatat aktifitas user secara detil. Tujuannya untuk mengamati kebiasaan user, apa yang disukai dan tidak disukainya, termasuk masalah yang mungkin muncul selama penggunaan aplikasi.

1.3 Membuat Impact Map

Dari goals yang ingin dicapai, tahap berikutnya adalah membuat daftar siapa saja yang terlibat (stakeholder) untuk mencapai kesuksesan produk. Sebagian stakeholder berperan sebagai Actor. Actor dapat mencakup jenis-jenis end-users, pengguna yang ingin diberi impact, atau siapapun yang dapat membantu untuk mencapai product goals. Berdasarkan product goals yang sudah didefinisikan pada kasus sistem SP, terdapat dua actor, yaitu Pelanggan SP dan Petugas Patroli.

Selanjutnya adalah mendefinisikan impact apa yang ingin kita berikan kepada actor dari adanya produk yang dibuat. Impact menjelaskan bagaimana cara kita dalam mencapai product goals. Sebagai contoh, untuk goal mengurangi risiko kemalingan di suatu wilayah, terdapat impact yang ingin diberikan bagi pelanggan SP dan petugas patroli, yaitu:

  • Sebagai pelanggan SP, bisa mendapat peringatan pencurian secara real-time
  • Sebagai petugas patroli, bisa mempercepat respon dalam menangkap pelaku pencurian
Gambar 3. Impact Map

Setelah mengetahui impact terhadap produk, langkah berikutnya adalah membuat daftar hal yang dapat dilakukan untuk mendukung impact tersebut. Hal inilah yang dinamakan deliverables (features). Biasanya untuk mendapatkan gagasan, dibutuhkan perspektif yang bervariasi dari berbagai pihak. Setiap pihak dapat mengusulkan deliverables secara spontan tanpa perlu memikirkan prioritas atau effort-nya. Gambar 3 menunjukkan impact map dari kasus PT SP.

Tujuan kita adalah ingin mengurangi risiko kemalingan di suatu wilayah dengan cara mendeteksi dan memperingatkan ketika ada pencurian. Untuk mendukung cara tersebut, contoh hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Membuat sensor yang mengirimkan sinyal kepada pelanggan
  • Membuat sensor yang dapat membunyikan sensor lain dalam radius tertentu
  • Membuat sensor yang dapat berbunyi kencang

Untuk mempercepat respon polisi dalam menangkap pelaku pencurian, contoh hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

  • Memberi follow up atas sinyal deteksi yang diterima
  • Mendapatkan deteksi pencurian dalam radius tertentu

Langkah 2: Menyusun User Story

User story adalah salah satu cara untuk mendeksripsikan functional backlog yang disampaikan berdasarkan sudut pandang dari user yang melakukan tindakan. User story terdiri dari tiga komponen, yaitu Who, What, dan Why. Dalam bentuk kalimat, template-nya adalah:

As a <type of user>, I want <some goal>, so that <some reason>.

Dari fitur-fitur yang kita dapatkan, satu fitur dapat dibuat menjadi lebih dari satu user story. Contohnya pada fitur “Membuat sensor yang dapat mengirimkan sinyal ke HP pelanggan”, kita bisa membuat 3 user story, yaitu mengirim sinyal ke HP pelanggan pemilik sensor, menentukan siapa yang dikirimkan alert, dan mengatur emergency contact. Berdasarkan hasil impact map pada Gambar 3, kita mendapatkan user story sebagai berikut.

Langkah 3: Melakukan Prioritisasi Backlog Item

Untuk setiap iterasi, backlog yang dikembangkan perlu disusun berdasarkan prioritas. Hal paling dasar yang bisa didapatkan dari tujuan mengurangi risiko kemalingan adalah membuat sensor yang dapat berbunyi kencang. Apabila sensor tidak dapat berbunyi, maka tujuan tersebut tidak dapat dicapai karena tidak ada yang tahu ketika terjadi pencurian. Membuat sensor yang dapat berbunyi kencang adalah prioritas utama.

Terdapat 4 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan urutan backlog, yaitu:

  1. Nilai manfaat. Semakin tinggi nilai manfaat dari backlog item, semakin tinggi pula prioritasnya.
  2. Prasyarat. Backlog item yang merupakan prasyarat dari item lain perlu diprioritaskan.
  3. Ukuran (effort). Pekerjaan dengan nilai manfaat yang sama tetapi effort-nya lebih kecil dapat dikerjakan lebih dahulu untuk memaksimalkan total nilai manfaat yang didapat.
  4. Efisiensi. Terkadang ada 2 atau lebih pekerjaan yang jika dikerjakan bersamaan akan menjadi lebih cepat untuk dikerjakan.

Keempat faktor diatas kita coba refleksikan dengan backlog yang sudah kita buat. Membuat sensor yang dapat berbunyi kencang adalah prioritas nomor satu karena memiliki nilai manfaat yang paling tinggi. Menentukan pengiriman alert ke kontak tertentu dan mengatur emergency contact dapat dilakukan bersamaan karena saling berkaitan. Memberi follow up atas sinyal deteksi yang diterima baru dapat dilakukan apabila sinyal deteksi dapat diterima oleh petugas. Berikut contoh prioritisasi backlog untuk kasus sistem SP.

Kesimpulan

Sebelum membuat Product Backlog kita harus berpikir “kenapa produk ini diperlukan?”, “siapa saja yang terlibat?”, “bagaimana caranya?”, dan “apa yang dilakukan?”.

Backlog harus dibuat terstruktur dan terorganisir agar dapat dimengerti oleh tim pengembang, serta disusun berurutan agar memaksimalkan manfaat yang didapat.

Editor: AF

--

--