Nostalgia Tapi Tidak Sengaja

Andi K. Herlan
efekrumahbaca
Published in
3 min readMar 21, 2021

Tulisan ini merupakan bagian kedua dan mungkin akan menjadi serial. Baru pada bagian kedua saya terpikir begini. Bagian pertama:

Seringkali kita baru sadar keputusan demi keputusan yang kita ambil dalam hidup ternyata merupakan sebuah rangkaian kejadian yang mungkin awalnya tidak disengaja.

Tentu semua yang terjadi di dunia tidak ada yang tidak disengaja. Tapi, saya harus pakai kalimat apalagi untuk menjelaskan kalau semua awalnya mungkin bukan keinginan kita.

Rangkaian sebab-akibat yang berikutnya ingin saya ceritakan juga baru saya sadari secara kebetulan dalam hidup saya. Awalnya nostalgia, lama-lama berlanjut:

3D pinball space cadet games windows
Nilai tertinggi saya dalam permainan 3D Pinball Space Cadet sampai cerita ini mulai ditulis. Dua jutaan lebih. Seharga ponsel pintar kelas menengah (menurut saya). Harga ponsel yang saya beli dari ‘gaji sungguhan’ pertama saya dua tahunan lalu ada di angka 1,5 jutaan.

Saya tidak pernah bermimpi bisa punya komputer waktu Sekolah Dasar. Permainan anak-anak zaman itu sudah menyenangkan buat saya. Saya pasti bermain satu macam permainan ‘klasik’ bersama teman sekelas untuk menghabiskan waktu istirahat belajar kami di SD.

Kesenangan ini bisa berlanjut berhari-hari dengan aturan tambahan berupa jeda dalam kondisi atau posisi bermain saat terakhir kali sebelum bel masuk kelas. Padalah ini permainan fisik (anak sekarang mana ngerti).

Kalau X kalah dan sedang jaga hari ini, maka besok permainan akan dimulai dengan X yang jaga duluan, melanjutkan hari kemarin. Kalau nanti sudah bosan, baru akan ganti jenis permainan. Biasanya berminggu-minggu.

Komputer belum pernah saya kenal sebelum itu, sama sekali. Tidak ada juga yang memperkenalkan hal secanggih itu kepada anak SD di desa kami. Apalagi masih sangat jarang sekali orang punya ponsel. Telepon rumah? Mungkin beberapa rumah pasang kabelnya. Termasuk nenek saya.

Paman-bibi saya rasanya tidak pernah mengenalkan saya pada komputer, apalagi internet. Atau mereka juga belum kenal, mungkin? Yang kuliah, mungkin tahu, tapi seringnya jauh. Jarang pulang. Ayah saya tidak pernah cerita pada saya tentang pengetahuannya, juga tentang rencana-rencananya. Jadi, saya menikmati hidup saya yang mengalir, seperti anak-anak lain.

Sampai bagian ini saya berpikir untuk sekalian memberi informasi tentang kapan komputer dan internet masuk ke Indonesia. Tapi itu tidak akan terjadi, langsung saya gagalkan sekarang juga. Kalian googling sendiri sajalah biar ada kegiatan selain membaca cerita ini.

Saya cuma mau cerita tentang awal-mula kegemaran saya pada teknologi. Lalu menganggapnya sebagai permainan. Nanti saya akan cerita kalau dekat-dekat waktu kelulusan SD, ayah saya membeli satu unit komputer ‘bagus’. Tapi sekarang kita lanjutkan dulu tentang bagaimana transisi kesenangan bermainan yang saya alami.

Setidaknya, ketika SMP, saya jadi tahu sebetulnya SD lain di bagian wilayah yang sudah lebih dulu ngota (‘mengkota’) sudah mulai punya fasilitas komputer. Itu SD. Letaknya dekat dengan SMP kami di distrik Lower-C dari negara bagian C-State tempat saya dibesarkan. Saya ada di distrik Upper-W.

Teman saya cerita tentang itu. Tentang kecanggihan almamater mereka yang sudah mulai punya unit komputer tepat setelah mereka lulus. Di SD distrik saya sampai hari ini bisa jadi tetap belum punya. Saya cuma kagum pada mereka waktu itu, dan merasa tertinggal. Berita ini saya dapat setelah saya masuk ekstrakurikuler informatika di SMP.

Mengapa saya bisa memutuskan masuk eskul ini? Ikut teman sajaa… Biar seru! Karena ada teman. Jadi, saya pikir pasti akan lebih seru. Dan mulai dari pergaulan inilah saya mengenal teknologi. Saya tertinggal beberapa tahap dari teman-teman lain dalam wadah eskul (ice cool?) ini.

Setidaknya, mungkin, kalau dibagi tiga kelas, saya ada di kelas dua. Kelas tiga adalah mereka yang orangtuanya sudah punya akses teknologi terkini (kala itu) sejak beberapa tahun lebih dulu sebelum ayah saya memperkenalkan komputer — dengan mp3 dan games-nya — secara tepat waktu kepada saya.

Dulu, saya merasa sangat senang berada dalam kegiatan eskul informatika di sekolah. Meskipun saya memilihnya secara sembarangan.

Tulisan ini akan dipenggal sampai sini. Cerita berikutnya ada di bagian ketiga. Siapa tahu kamu sudah tidak tertarik menyelesaikan cerita ini. Biar yang suka saja yang baca kelanjutannya. Bagian ketiga:

--

--