IEEE Fusion Grand Seminar, Menelaah Antara Teknologi dan Manusia

Elektron HME ITB
Elektron HME ITB
Published in
5 min readOct 14, 2019
Para Pembicara pada IEEE Fusion Grand Seminar

IEEE Fusion Grand Seminar merupakan acara final dari rangkaian IEEE FUSION 2019 yang diadakan oleh IEEE ITB Student Branch pada Sabtu, 12 Oktober 2019 di Sasana Budaya Ganesha, Siliwangi. Acara ini berupa sebuah seminar dengan lima pembicara dan bertemakan Technology for Humanity. Acara dibuka oleh pembawa acara dan seluruh peserta acara menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu kata sambutan diberikan oleh Arthur Prajasto sebagai Ketua IEEE ITB Student Branch dan Michael Kresna sebagai Partnership Manager.

Acara dibagi menjadi dua sesi talkshow. Sesi pertama diisi oleh Paulus Bambang W. S. yang menjabat sebagai Direktur PT Astra International Tbk dan President-Secretary & Governor of OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries), Prof. Purnomo Yusgiantoro. Sesi kedua diisi oleh Rudiantara, Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika), Achmad Zaky yang merupakan CEO dari BukaLapak, dan Hengky Prihatna yang berprofesi sebagai Head of Digital Initiatives of Northstar and GO-JEK Management. Setelah kata sambutan diberikan, sesi pertama dimulai dan pembicara dipersilahkan untuk membawakan materinya masing-masing.

Materi pertama disampaikan oleh Paulus Bambang W. S. Materi dibuka dengan pemutaran video tentang Revolusi Industri 4.0. Video tersebut menjelaskan perkembangan teknologi yang diikuti dengan perkembangan industri. Setelah video selesai diputar, Paulus memberikan gambaran keberadaan industri beberapa tahun kebelakang sampai sekarang. Menurut Paulus, terdapat lima kompetensi dasar yang Indonesia butuhkan diantaranya adalah Artificial Intelligence, Block Chain, Cloud Computing, Data Analysis, dan Security. Ada tiga aspek pengembangan manusia yaitu Internal Innovation, Foster Startups Spirit, dan Leadership. Paulus menutup materinya dengan mengatakan “Jika kalian (mahasiswa) belum dapat pendapatan selain dari orang tua atau beasiswa, kalian belum siap menghadapi Revolusi Industri 4.0”.

Materi selanjutnya dibawakan oleh Prof. Purnomo Yusgiantoro yang akan meninjau dari bidang pendidikan. Beliau menjelaskan tiga garis besar yaitu pengembangan manusia, perubahan teknologi dalam revolusi industri, dan peran dunia pendidikan. Beliau menjelaskan ada standar untuk pengembangan manusia, yaitu IPM (Indeks Pengembangan Manusia). Indeks tersebut berdasarkan atas angka harapan hidup, pendapatan, dan pendidikan di suatu wilayah, dan pendidikan di Indonesia masih kurang dalam membangun IPM Indonesia. Beliau mengatakan, terdapat pergeseran kebutuhan keterampilan sehingga teknologi dapat digunakan untuk membantu keberjalanan pendidikan. Prof. Purnomo menutup materi dengan memberikan gambaran perilaku yang dapat dilakukan, untuk tetap di zona nyaman dengan mengembangkan zona nyaman tersebut, atau meninggalkan zona nyaman dengan persiapan dan justifikasi.

Sebelum sesi satu ditutup, pembawa acara memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya kepada pembawa materi. Selanjutnya, pemberian plakat kepada pemberi materi dan peserta dipersilahkan keluar ruangan untuk mengambil makan siang. Di exhibition hall Sabuga terdapat beberapa tenant yang dapat dikunjungi peserta. Tenant-tenant yang terdapat pada acara kali ini adalah KKK (Kata Kopi Ku), Samemiro, HartLogic, Karyaloka, Warung Pintar, Angkoters, dan lain-lain.

Tenant Warung Pintar pada IEEE Fusion

Pada sesi kedua, Rudiantara mengawali dengan pembicaraan mengenai peran pemerintah dalam industri startup, yaitu mulanya sebagai regulator, berkembang menjadi fasilitator, kemudian menjadi akselerator. Dengan gayanya yang santai dan sesekali bercanda, Rudiantara menjelaskan bahwa pemerintah, khususnya Kominfo, telah membuat program 1.000 startup digital. Baginya, anak muda lebih mudah dipengaruhi, yang disetujui oleh audiens talkshow, untuk membuat startup sehingga program 1.000 startup digital bukanlah hal yang mustahil. Di depan audiens gedung Sasana Budaya Ganesha yang terisi cukup penuh, Rudiantara mengungkapkan bahwa Kominfo tidak memiliki ruang untuk menangani masalah kebutuhan digital talent yang terus meroket, sehingga solusinya adalah bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi.

Di akhir pembicaraannya, Rudiantara berpesan untuk jangan ragu-ragu untuk membuat start-up, terlebih startup digital yang nantinya dapat mengembangkan ekonomi digital Indonesia. Pada sesi ini, Rudiantara lebih membahas startup pada bidang teknologi karena bidang tersebut merupakan bidang yang dibawahi oleh Kominfo. Akan tetapi, beliau juga tetap mendorong adanya startup non-teknologi yang merupakan bagian dari BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif).

Dengan dipandu oleh moderator Bernhart Farras, President of HartLogic, pembicaraan santai mengenai startup teknologi berlanjut. Kali ini pembicaranya adalah Hengky Prihatna dan Ahmad Zaky yang membahas lebih jauh tentang pembentukan startup. Diawali dengan ungkapan umum yang populer akhir-akhir ini, “Tidak usah lulus kuliah, bikin startup saja!”, Ahmad Zaky membahas mengenai makna startup baginya. Bagi beliau, startup adalah ide bisnis apapun yang berpotensi untuk terus bertumbuh, dipakai oleh banyak orang, punya keunikan dan idenya merupakan ide yang revolusioner. Ahmad Zaky berpesan, jangan takut untuk membuat startup, apabila gagal, mulailah lagi.

Selanjutnya, Hengky Prihatna pun sejenak menyinggung mengenai Israel yang memiliki pendapatan per kapita dari bidang startup paling besar di dunia dan jumlah startup yang dimiliki kurang lebih 10.000. Apabila dibandingkan dengan negara kita, Indonesia tertinggal amatlah jauh karena hanya memiliki kurang lebih 1.000 startup. Beliau juga mendorong anak-anak muda untuk membuat lebih banyak startup karena di Indonesia saat ini masih minim adanya startup. Walau begitu, hal ini harus dibarengi dengan adanya perkembangan dari dunia pendidikan karena dengan kondisi pendidikan dan dunia kerja yang tidak berintegrasi, akan percuma walau ada banyak startup yang menyediakan lowongan pekerjaan, tetapi masyarakat tidak mampu. Ahmad Zaky dan Hengky Prihatna sama-sama setuju dalam pembentukan startup, hal yang terpenting adalah founder-nya. Hal ini dapat ditarik kesimpulan karena ide itu fluktuatif dan langkah-langkah startup ditentukan oleh founder. Selain itu, tidak perlu mencari investor dahulu, jalani saja dan buat komposisi founding team yang tepat (saling melengkapi dan terdapat chemistry). Intinya adalah jangan takut untuk coba-coba membuat startup.

Pada akhir acara, kami mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan Patricia Margaretha, chairwoman dari IEEE Fusion yang biasa disapa Patrice. Diambilnya tema acara Technology for Humanity ini beralasan dari visi dasar IEEE dan tema besar dari IEEE pusat yaitu Humanitarian Technology, yaitu teknologi yang sangat melihat visi kemanusiaan dan untuk meningkatkan kesadaran mengenai sisi kemanusiaan pada teknologi. Patrice mengungkapkan bahwa pesan yang ingin ia bawakan lewat acara IEEE Fusion adalah secanggih-canggihnya alat, tetaplah harus dilihat dari sisi kemanusiaan. Selanjutnya, kehidupan pada dunia teknologi saat ini harus terus mengikuti perubahan serta condong hanya memakai teknologi tanpa memikirkan cara untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Itulah alasan bahwa pembicara grand seminar kali ini mengundang startup yang banyak membawa ide baru yang berkembang, dapat menopang, dan memberikan efek pada orang banyak. “Yang penting adalah acara ini bisa memberikan impact dan value kepada banyak orang, bukan hanya sekadar materi,” tutup Patrice.

Penulis & Reporter:
Sebastian Anthony Tedja (Teknik Elektro ITB 2018)
Pradipta Wasundari (Teknik Biomedis ITB 2018)

Dokumentasi:
Nurafifah Fikriastuti (Teknik Biomedis ITB 2017)
Rafita Erli Adhawiyah (Teknik Biomedis ITB 2017)

--

--

Elektron HME ITB
Elektron HME ITB

Elektron is a media production organization that gives information about technology with unique approaches.