Mobil Listrik Si Mobil Masa Depan Part 2

Elektron HME ITB
Elektron HME ITB
Published in
4 min readSep 11, 2020
Ilustrasi Mobil Listrik (Sumber : thelemonfirm.com/)

Di artikel kemarin, Elektron sudah membahas alasan dibalik terciptanya mobil listrik dan segala keunggulan yang dimilikinya. Akibat dari segala keunggulannya, Indonesia sudah bergerak cepat, bahkan peraturan mengenai mobil listrik juga telah disahkan, lho!. Selain karena keunggulannya, fakta bahwa Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar keempat pada tahun 2015, membuat negeri ini berharap mobil listrik dapat menjadi salah satu solusi cepat yang tepat untuk masalah ini. Namun, sepertinya peribahasa “tak ada gading yang tak retak” benar-benar dapat diaplikasikan pada semua hal. Termasuk pada mobil listrik, alias ternyata si mobil listrik ini bukan solusi yang mulus-mulus amat! Iya, dia masih punya beberapa pecahan retak di sekelilingnya! Yuk, cek retakan apa saja yang ia punya!

Retakan atau kekurangan mobil listrik terbagi menjadi tiga bagian. Ada retakan yang berkaitan dengan lingkungan, ekonomi, hingga teknologi. Pasti penasaran kan apa penyebab retakannya?. Langsung aja deh, kita bahas satu-persatu!

Retakan pertama yang cukup fatal ada di sektor lingkungan. Mobil listrik tentu saja akan menggunakan listrik sebagai bahan bakar utamanya. Yang artinya, ketika bahan bakarnya habis, ia perlu di-charge pada sumber listrik. Kalau mobil listriknya banyak, maka kebutuhan akan sumber listriknya akan banyak juga dong! Naiknya kebutuhan sumber listrik ini akan berujung pada peningkatan kebutuhan daya pada pembangkit listrik. Masalahnya, 56% pembangkit listrik Indonesia, menggunakan batu bara yang sama sekali gak ramah lingkungan dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang besar.

Yuk, kita gambarkan sebesar apa! Di tahun 2018, jumlah emisi gas rumah kaca dunia adalah sebesar 45 miliar ton dan Indonesia menyumbang emisi gas sekitar 600 juta ton. Dari jumlah tersebut, batu bara turut andil memberikan 240 juta ton emisi gas kaca. Kebayang dong sebesar apa emisi yang dihasilkan kalau Indonesia butuh daya pembangkit listrik lebih besar? Jadi, udah tau dong retakannya dimana? Iya, Indonesia akan berhasil menggunakan mobil listrik untuk menurunkan kadar emisi gas kaca jika pembangkit listriknya sudah menggunakan energi terbarukan. Kalau kayak sekarang yang masih menggunakan batu bara sih, menggunakan mobil listrik sebagai solusi untuk menurunkan emisi gas kaca adalah solusi yang tidak tepat.

Asap yang dihasilkan PLTU Batu Bara (Sumber : tirto.id)

Di sisi lain, meskipun penggunaan mobil listrik menghasilkan emisi gas rumah kaca yang rendah, tetapi proses pembuatan mobil listrik itu sendiri menghasilkan emisi gas kaca yang tinggi. Berdasarkan riset yang dilakukan Ricaldo plc, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif dan energi terbarukan, proses produksi mobil listrik menghasilkan emisi gas karbon sebesar 8,8 ton. Padahal, mobil normal hanya menghasilkan emisi gas karbon sejumlah 5,6 ton saat proses produksi. Dari dua kasus yang telah dibahas di atas, ternyata mobil listrik belum sepenuhnya ramah lingkungan ya!

Emisi Hasil Pembuatan Mobil Listrik (Sumber : greencarcongress.com)

Serpihan retakan lain yang cukup penting, berkaitan dengan faktor ekonomi. Keberadaan mobil listrik memang akan menurunkan kuantitas impor minyak dan membuat investor asing berdatangan, sehingga berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, jika ingin mewujudkan hal itu, pemerintah perlu memberikan insentif atau subsidi besar mengenai pengembangan infrastruktur mobil listrik agar beroperasi dengan baik, misalnya dengan memperbanyak stasiun pengisian bahan bakar listrik. Di sisi lain, keberadaan mobil listrik juga dapat mengakibatkan pemerintah kehilangan pendapatan pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 5%. Oleh karena itu, jika mobil listrik akan segera dipasarkan di Indonesia, pemerintah perlu mengkaji ulang peraturan perpajakan yang ada agar tak kehilangan salah satu mata pencaharian pendapatan negara.

Retakan terakhir berkaitan dengan bidang teknologi.

“Hah, bukannya teknologi mobil listrik udah yang paling canggih ya sekarang?”

“Retak di mananya sih?”

Retakan ini sering tak terlihat sebab adanya anggapan bahwa mobil listrik telah memiliki berbagai macam fitur dan teknologi canggih masa kini. Namun, dibalik segala kecanggihannya, terdapat beberapa kelemahan yang masih harus diperbaiki perancang dan dimaklumi pengguna. Salah satunya adalah durasi pengisian bahan bakar atau recharging yang membutuhkan waktu hingga 8 jam. Tentu saja hal ini tidak efektif jika dibandingkan pada kendaraan normal yang hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk mengisi bahan bakar. Selain itu, mengendarai mobil listrik bisa membuat kamu merasa was-was! Iya, soalnya terdapat jarak tertentu yang dapat ditempuh oleh mobil saat energinya terisi penuh. Jarak ini bisa berubah-ubah tergantung gaya atau kecepatan menyetir, medan yang ditempuh, kondisi suhu pada tempat yang akan dilewati sepanjang jalan dan hal-hal lainnya. Nggak lucu ‘kan kalo tiba-tiba mobil kita mogok di puncak gunung? Oleh karena itu, meskipun punya teknologi super canggih ternyata mobil listrik juga tetap memiliki kekurangan teknologi yang harus kamu terima, lho!

Setelah baca artikel ini, kamu jadi tahu dong kalau ternyata mobil listrik mungkin bisa menjadi solusi untuk permasalahan tertentu. Namun, ternyata ia juga mempunyai beberapa kondisi yang menempatkannya menjadi solusi yang tak sempurna.

Penulis
Jeihan Aulia Ramdhani (Teknik Biomedis ITB 2018)

--

--

Elektron HME ITB
Elektron HME ITB

Elektron is a media production organization that gives information about technology with unique approaches.