#KKL-SASINDO-UNJ-2024

Memetik Apel, Merenungi Food Losses

Wella Nindya Alvhionita
Estafet
Published in
3 min readMay 31, 2024

--

Jika berwisata ke Batu, Malang, biasanya orang tidak lupa berkunjung ke lokasi petik buah apel. Lokasi wisata ini tidak hanya berperan menumbuhkan perekonomian masyarakat lokal, tetapi juga dapat memberikan kesempatan pengunjung untuk bermain-main di antara pohon-pohon apel yang buahnya bergelantungan mengundang selera. Bentuknya yang mungil, hijau dengan sedikit rona merah, dan rasanya yang cenderung asam-manis itu memang menggemaskan.

Beberapa mahasiswa sedang berpose menikmati kunjungan di perkebunan apel. (Dok. Tim KKL)

Sore itu, 23 Mei 2024, kami naik angkot ke kawasan perkebunan apel Bumiaji, Batu Malang. Gerimis yang datang dan pergi, kabut yang terus merayap, semuanya tidak meluruhkan semangat kami. Namun, sesampainya di gerbang perkebunan, sebagian dari kami terpaksa teralihkan sebentar oleh rayuan para pedagang bakso malang. Sebagian yang lain memilih segera masuk ke lahan luas perkebunan dengan hamparan ratusan pohon apel. Hati-hati ya, lahannya dilapisi tanah bertekstur padat dan licin. Makin licin di tengah rintik hujan. Ada juga parit yang menjalar panjang. Kita bisa terpeleset ke situ jika tidak hati-hati.

“Bisa langsung masuk ya. Nanti ketika masuk ke dalam kebun, silakan membawa apel sepuasnya. Yang membawa pulang akan ditimbang, harganya 30 ribu per kilo. Perrhatikan cara petiknya ya. Buah apelnya diputar sampai lepas, tidak boleh ditarik,” terdengar suara petugas wisata memberi pengarahan.

Sambil berkeliling memetik apel, kami menyaksikan juga pemandangan yang menyedihkan: banyak buah apel terbuang percuma di tanah. Para petani sudah berupaya menanam, tapi buahnya hanya digigit sedikit, dicicipi, lalu dihempaskan, dibuang begitu saja. Mengapa buah apel yang masih kecil juga harus dipetik lalu di buang begitu saja? Tidakkah kita menyadari tentang persoalan food waste dan food losses?

Hilangnya pangan pada rantai produksi, baik mulai tahapan sebelum panen, setelah panen, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi disebut sebagai Food Losses (FAO, 2011). Food Losses merupakan permasalahan global yang tidak hanya terjadi di negara berkembang atau negara terbelakang saja akan tetapi juga masih terjadi pada negara-negara maju meski kuantitasnya tidak sebesar di negara berkembang.

Adapun food waste terjadi selama proses konsumsi dalam bentuk makanan pada saat menyiapkan makanan yang berlebihan, mengambil makanan berlebih dan kesalahan penyimpanan maupun pada saat membeli makanan, tapi tidak dikonsumsi atau dihabiskan karena membeli berlebihan. Indonesia sendiri menjadi negara pembuang sampah makanan terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi dengan 1,6 juta ton yang terbuang pada 2018.

Bersembunyi menikmati apel di tengah kebun. (Dok. Tim KKL)

Kesadaran tersebut harus kian dipupuk agar sampah makanan tidak terus menjadi masalah di Indonesia. Hal tersebut bisa dimulai dari diri sendiri yang sadar akan pentingnya makanan sebagai hal mulia dan harus dihargai. Jadi, jika nanti berwisata lagi ke kebun apel di Malang, sebaiknya:

1) siapkan kantong plastik,
2) petik buah apel yang sudah matang dan layak untuk dikonsumsi,
3) ambil secukupnya,
4) habiskan satu buah apel, jangan mudah tergiur ingin memetik lalu mengigit sedikit kemudian dibuang, dan
5) gigit sedikit demi sedikit sembari dinikmati, jangan terburu-buru.

Bagi para pengunjung yang menyukai buah apel malang dan berniat untuk dijadikan oleh-oleh untuk sanak keluarga sebaiknya bisa langsung membeli ke pedagang di gerbang perkebunan tanpa harus memetik dari pohonnya. Para petani di sana juga menyediakan buah apel malang yang sudah dipetik dan layak dikonsumsi dengan harga relatif terjangkau, yaitu Rp 25.000/kg, lebih murah Rp 5.000 dibandingkan dengan harus mencari dan memetik sendiri. Olahan pangan buah apel, seperti keripik buah apel, juga tersedia dengan berbagai ukuran kemasan dengan harga terjangkau sehingga ramah di kantong. Selain apel, kita juga bisa membeli strawberry segar. ^^^

--

--