Bagaimana 6 tindakan ini membantu mengatasi emosi negatif

obed nugroho
Etsah
Published in
3 min readOct 9, 2018
“person holding white printer paper” by Sydney Sims on Unsplash

Saya punya masalah. Dulu kalau saya ketemu dengan seseorang itu (sebut saja kolega atau teman), selalu saja saya merasa buruk oleh kata-katanya. Kerjaan saya rasanya selalu kurang dimatanya. Bahkan saya berusaha menghindar, kalau bisa tidak ada urusan, kalo mau papasan saya belok :). apesnya saya selalu dikejar, dan setelah satu menit pertama rasanya saya kayak anak-anak kecil yang dimarahi ibunya karena tidak tidur siang. :).

Lambat laun saya menyadari bahwa orang orang seperti ini dikirimkan Tuhan untuk mendidik saya, saya jadi mengkoreksi diri, semoga saya tidak jadi orang seperti itu. Kalaupun saya jadi orang seperti, saya mohon maaf untuk orang-orang disekitar saya yang mungkin sedang membaca tulisan ini.

Saya menemukan gambar informasi yang mengajarkan bagaimana menangani emosi sulit/negatif. Cara ini juga disebut-sebut adalah cara untuk melatih kecerdasan emosional kita.

Credit to The Gottman Institute

Jadi gambar ini saya pinjam dari The Gottman Institute. Jadi ini saya pinjam kalo yang punya minta turunkan, ya saya turunkan ya. Juga saya bercerita tentang film Inside out, saya pinjam ide dari film ini.

Lalu bagaimana tips ini membantu saya. Pertama saya harus menerima emosi saya, tidak perlu ditolak, mengenali bahwa ada perubahan emosi itu perlu. kedua, saya panggil dia dengan nama yang jelas. ingatkah dengan film inside out? di otak manusia juga ada emosi-emosi itu dan mereka harus dikenali dan dipanggil namanya dengan jelas, apakah sedih, marah, skeptis, takut atau bahagia?

Ketiga, Emosi itu perlu diterima, emosi itu kalo ditolak dia-nya mukul balik dan sakit rasanya, lebih baik dipeluk, diterima apa adanya. Nah kalo saya ketemu temen saya itu, awalnya saaya mengenali emosi saya dengan marah, tapi ternyata dibalik marah itu ada sedih. Sedih karena ko tidak pernah bener sayanya, sedih itu punya body guard namanya marah.

Keempat, Menyadari bahwa emosi itu seperti bau, ada saatnya akan hilang. Meskipun barang busuk ada disitu, tapi penciuman lelah dan terbiasa ibaratnya. Begitu juga emosi akan mereda, akan menurun bila kita mengambil ruang.

Kelima saatnya intropeksi diri, menanyakan ke diri apakah baik-baik dan memeriksa daerah diri mana yang sakit. Saya selidiki diri dengan menanyakan “apa yang menyinggung saya?”.

Keenam, stress terjadi karena kita berusaha mengotrol emosi kita. Maunya emosi cepat hilang atau kita tambah panasi. kita coba ngontrol dengan logika. Kita berusaha menyusun alasan-alasan logis untuk mengontrol emosi tapi kemudian emosi tidak nurut saat itulah kita jadi tertekan tambah stres. Jadi lebih baik kita melepaskan kebutuhan untuk mengontrol emosi. Saya jadi ingat film inside out, yang si joy (warna kuning yang selalu bahagia) maunya selalu dia yang tampil, joy yang mengontrol dalam berbagai situasi. Istilahnya dalam keadaan emosi apapun harus kelihatan bahagia, namun ini keliru. Ending-nya joy juga menyadari harus memberikan tombol-tombol kontrolnya juga kepada si sedih (warna biru) dan kepada emosi-emosi yang lain. Saat si sedih mengekspresikan diri malah ada kelegaan, lalu ada pemulihan di dalam keluarga itu.

Langkah keenam juga berlaku kepada orang lain,

6 langkah ini juga bisa digunakan untuk mengembangkan Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional).

Terima kasih The Gottman Institute.

--

--