Karena namanya “Human Race”

obed nugroho
Etsah
Published in
1 min readMar 12, 2015
wpid-jpeg_20150312_144332_2108316928.jpg

Melihat manusia yah, semakin hari dituntut untuk lari semakin cepat, semakin kuat, bisa bersaing di pasar, semakin dan semakin lagi.

Apalagi melihat manusia-manusia di kota-kota besar yang berlari-lari, terburu-buru, mengejar waktu dan bersaing hingga sikut kanan sikut kiri.

Sejak kecil diajari untuk menjadi yang tercepat, terpintar, terganteng, tercantik, terkuat dan ter ter yang lain. Hingga situasi sosial anak-anak dibuat untuk selalu bersaing, di doktrin untuk menjadi pemenang.

Berusaha keras untuk mendapatkan “Reward” baik itu hanya pujian-pujian dari orang-orang yang melihatnya. Tepuk tangan menjadi motivasi dan pujian menjadi hiburan.

Sampai tua akhirnya tetap saja terbawa, dijalanan menjadi pembalap, potong kiri potong kanan. Dikantor bersaing menjadi yang paling wuih hingga harus sikut kanan sikut kiri. Dan reward menjadi motivasi untuk mengabdi bahkan melayani. Hingga pada akhirnya pujian dan tepuk tangan menjadi keharusan yang adiktif.

ya namanya “Human Race”, manusia balapan!

Balapan apa? Untuk apa?

Apakah tujuan hidupmu hanyalah reward-reward kecil ini? Pujian dan tepuk tangan, tempat duduk di depan, julukan nomor 1 dan pada akhirnya orang sekitarmu menobatkanmu sebagai orang yang menyebalkan.

Sehingga nanti kamu akan duduk di tempat yang paling tinggi, dan mungkin tinggi sekali tapi kamu hanya sendirian dan mati kesepian.

--

--