Kesah masa depan Bimbingan Konseling

obed nugroho
Etsah
Published in
2 min readAug 11, 2014

Beberapa waktu yang lalu saya terlibat dalam suatu percakapan dengan teman saya. Pembicaraan tentang wacana konseling di Indonesia. Sangat antusias kami membicarakan topik ini. Perspektif saya sebagai lulusan bimbingan konseling menegaskan bahwa di Indonesia bahwa ladangnya konseling sangat luas dan keahlian konseling dibutuhkan dimana-mana sayang tidak banyak orang yang mempunyai keahlian ini. Namun sejenak saya terhenti dengan pendapat beliau yang saat ini menyandang M.Pd bahwa “Mengambil jurusan konseling akan gambling untuk mencari pekerjaan di dunia nyata”. Saya tidak bisa meresponnya atau bahkan tidak mampu menimpali pendapatnya dengan perspektif yang berbeda.

Kenyataan lain yang saya dapati setelah salah seorang teman di medsos posting lowongan di Badan Narkotika Nasional (BNN). Saya lihat di lowongan itu dan saya dapat kebutuhan untuk konselor di BNN dan tertulis persyaratannya adalah lulusan psikologi. Dalam hati saya protes “Ko psikologi? berapa SKS mereka pelajari tentang konseling?” Ko lulusan BK ko ga diakui ya?”

Saya mencoba mencari referensi untuk distribusi mata kuliah S1 Psikologi, yang saya dapati contohnya dari S1 Psikologi BinaDarma. Di websitenya tertulis bahwa untuk mata kuliah psikologi konseling 2 sks dan bimbingan konseling 2 sks. Jadi untuk mata kuliah yang berhubungan langsung dengan konseling hanya 4 sks, okelah bila ditambahkan psikoterapi menjadi 6 SKS (sumber http://is.gd/CS7GVB). bila dibandingkan dengan bimbingan konseling jumlah SKS yang berhubungan dengan langsung dengan konseling bisa sampai 40–60 SKS bahkan bisa jadi lebih (termasuk mata kuliah praktek).

Pengalaman saya bekerja untuk organisasi sosial dan LSM, banyak dari organisasi yang mencari lulusan psikologi untuk melaksanakan konseling bagi beneficiary mereka? lalu bimbingan konseling? Tidak tahu!

Yang saya tangkap dari beberapa contoh kasus diatas bahwa :

1. masyarakat tidak mengenal profesi bimbingan konseling secara utuh.

2. Mereka tahu bahwa Bimbingan konseling hanya sebatas guru dan berhubungan hanya dengan sekolah saja.

3. Lulusan psikologi lebih mumpuni dari lulusan BK meskipun dalam bidang konseling.

Sebenarnya isu ini menjadi lingkaran masalah yang tidak ada habisnya bila tidak diputus. Saat ABKIN dan program studi hanya fokus pada konseling di sekolah, maka marketplace akan mencari supply ke jurusan lain, karena keterampilan mereka kurang mumpuni dalam konseling kepercayaan masyarakat terhadap konseling pun tidak berkembang. Hingga pada akhirnya konseling hanya dianggap guyonan (tidak mumpuni) dan dampaknya langsung pada orang-orang yang memegang bimbingan konseling sebagai profesi.

Sungguh-sungguh disayangkan bila fakta ini betul-betul terjadi. Keyakinan saya bahwa masa depan BK yang cerah seakan mandek melihat pengalaman ini. pertanyaan yang muncul di benak saya “Apakah ABKIN melakukan advokasi ke pihak-pihak atau departemen-departemen yang berhubungan dengan alokasi jabatan dan pekerjaan?”

….

--

--