Memaafkan, kekuatan yang membebaskan

obed nugroho
Etsah
Published in
2 min readJun 16, 2014

Hanya manusia yang dapat kita maafkan karena hanya manusia yang dapat mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Hanya kalau kita sendiri merasa disakiti, baik secara langsung maupun tidak langsung, barulah kita memerlukan penyembuhan yang timbul dari kesediaan memaafkan.

Hidup manusia banyak diwarnai oleh keadaan yang saling mengganggu. Tetapi kejengkelan tidak cukup untuk disangkut-pautkan dengan kebutuhan memberi maaf. Jika setiap ketidaksenangan kita sangkut-pautkan dengan kebutuhan memberi maaf, kita tidak akan berkesempatan untuk berbicara tentang hal-hal lain; setiap saat kita akan merasa harus berbicara tentang perbaikan hubungan dengan orang lain. Lebih baik menelan ketidak senangan dan menabung kesediaan memberi maaf untuk rasa sakit yang memang memerlukannya.

Rasa terluka secara tidak wajar yang menimbulkan krisis pemberian maaf yaitu: ketidaksetiaan, pengkhianatan, dan kebrutalan. Ketidaksetiaan memang tidak dapat diterima; ketidaksetiaan bersifat ofensif. Hanya ada dua kemungkinan: pisah dan pergi membawa sendiri rasa sakit yang telah melukai itu, atau memafkan orang yang yang telah tidak setia itu. Untuk kembali menjadi sahabat atau pasangan setelah pengkhianatan tidaklah mudah. Kita mengetahui kenyataan itu karena kitalah yang merasakan tikaman yang menghujam sangat dalam ke hati kita. Dan kalau kita merasakannya, kita berada dalam krisis memberikan maaf. Kebrutalan menghadapkan kita kepada krisis pemberian maaf, tanpa mempertimbangkan siapa yang melakukannya.

Kebencian merupakan harimau yang mengendap-endap dalam hati kita. Rasa benci pada akhirnya membutuhkan penyembuhan. Baik kebencian secara pasif atau agresif, kebencian itu penuh dengan hawa menyakitkan; sangat berbahaya, bahkan dapat fatal bila dibiarkan bertumbuh liar. Kebencian yang diarahkan kepada orang sangat sulit disembuhkan. Bila kita hanya membenci perbuatan, kebencian kita akan menghilang bila kesalahan itu diperbaiki.

Langkah pertama penyembuhan adalah perasaan hati yang lepas bebas dan kalau pembebasan itu juga terjadi dalam cara kita memandang orang yang telah menyakiti kita. Kemampuan memaafkan merupakan pengungkapan cinta melawan kebencian pasif yang ditandai dengan hilangnya keinginan untuk mengharapkan yang baik baik bagi orang yang kita benci.

Kita memahami realitas perbuatan yang menyakitkan, memisahkan antara orang dan perbuatan yang kita benci. Berikutnya orang yang menyakiti kita perlu merasakan rasa sakit yang kita rasakan sehingga menjadi dua kutub irama rekonsiliasi. Bila denyut rasa sakit mereka rasakan berarti mereka siap berlaku lurus pada kita. Kemudian saling tulus mendengarkan seperti membuka dua gerbang benteng yang dibangun. Untuk penyatuan kembali dua orang yang telah mengalami perpecahan. Ketulusan memerlukan satu janji yang diucapkan dan kemudian harus dipenuhi.

Kegagalan sering membuat kita membenci diri sendiri. Kita juga biasanya gagal memaafkan diri bila kita menolak bersikap konkret dalam menghadapi masalah terkait yang mendorong kita memaafkan diri kita.

Kita memaafkan dengan bebas dan setelah itu terus maju untuk meraih lebih banyak lagi kebebasan. Kebebasan adalah kekuatan; bila kita telah memiliki kekuatan untuk memaafkan, kita akan merasakan bahwa kita juga memiliki kebebasan itu.

Literatur :

Memaafkan, kekuatan yang membebaskan http://is.gd/BwmLeN

--

--