Reflection of feelings (Pemantulan Perasaan)

obed nugroho
Etsah
Published in
2 min readJul 4, 2014

Reflection of feelings adalah teknik yang digunakan konselor untuk menyatakan kembali pernyataan klien dengan kata-kata yang ada dibalik (dibelakang) pernyataan klien.

Saat kita mendengarkan dengan baik kita tidak hanya saja menangkap isi dari pesan yang disampaikan oleh konseli namun juga perasaan yang mengiringinya. Kita perlu mengungkapkan isi perasaan konseli yang kita tangkap supaya konseli mengetahui bahwa kita mendengarkan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Sebagian besar konseli yang merasa terganggu akan bersikap defensif dan merasa tidak dipahami. Tetapi ketika konselor menggunakan teknik ini, ketakutan mereka atas perasaan tidak diterima, mulai berkurang. Menurut Okun (1987) teknik reflection of feeling ini memberikan sebuah fungsi untuk mendorong dan merupakan teknik yang paling efektif untuk digunakan pada fase awal dan pertengahan konseling. Selain itu, teknik reflection of feeling juga membantu memutuskan lingkaran neuritis yang sering dialami konseli dan juga menantang tiap-tiap konseli untuk mengambil tanggung jawab atas diri mereka sendiri.

Manfaat lain penggunaan reflection of feeling dalam proses konseling menurut Brammer (1995) adalah:

  • membantu individu untuk merasa dipahami secara mendalam,
  • konseli merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku,
  • memusatkan evaluasi pada konseli,
  • membeni kekuatan untuk memilih,
  • memperjelas cara berfikir konseli,
  • menguji kedalaman motif-motif konseli.

Brammer (1982:) mengartikan reflection 0f feeling: adalah usaha yang dilakukan oleh konselor yang diungkapkan dengan kata-kata untuk menguraikan katakata baru yang diekspresikan oleh konseli. Selanjutnya menurut Sunardi (1991) reflection of feeling atau pemantulan perasaan klonseli adalah suatu respon yang dibuat oleh konselor dengan ungkapan kata-katanya sendiri untuk mengkomunikasikan perasaan konseli, baik verbal maupun non verbal. Pernyataan dari konselor tersebut menyempurnakan secara tepat ungkapan konseli yang dinyatakan secara tidak langsung. Dalam refleksi perasaan konseli, konselor dituntut untuk mendengarkan dengan hati-hati pernyataan konseli dengan mengatakan dengan kata-kata lain isi dan pesan konseli, tetapi tidak menekankan pada perasaan yang diungkapkan konseli.

Menyadari bahwa konselor tidak yakin benar akan ketepatan kata-kata sifat yang dikemukakan, maka bentuk pemantulan perasaan biasanya didahului dengan kata-kata, seperti: agaknya, rupa-rupanya, barangkali, nada-nadanya, kelihatannya, sepertinya, nampaknya, kiranya.

Ada kesukaran dalam penerapan teknik ini. Dua hal yang menyebabkan:

  • Adanya kecenderungan pengulangan yang tidak perlu (menggunakan kata-kata sifat yang sama) di dalam kata-kata pendahuluan, dan
  • Timing: waktu yang tepat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reflection of feeling menurut Brammer (1995) adalah

  • menghindari stereotip,
  • memilih waktu yang tepat untuk merespon pernyataan konseli,
  • menggunakan kata-kata perasaan yang melambangkan perasaan/sikap konseli secara tepat,
  • menyesuaikan dengan bahasa yang digunakan dengan kondisi konseli

Contoh :

Konseli : “Saya juga belum tahu mau bekerja apa dan dimana. Yang terpikir saat ini adalah agar saat ini saya memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan diri saya, terutama untuk biaya kuliah saya. Kebutuhan sudah sangat mendesak tapi saya tidak tahu harus bagaimana lagi”

Kata penuntun/(clue): mau bekerja apa, saya tidak tahu harus bagaimana lagi

Konseli: “Sepertinya anda merasa kuatir (resah) karena anda tidak mempunyai pendapatan untuk memenuhi kebutuhan anda”.

Referensi :

Raka,Joni,T,dkk.2007. Penajaman Teknik Konseling & Psikoterapi. Universitas Negeri Malang: Program Pasca Sarjana.

Sri Esti Wuryanti, Dra. 1991. Latihan Ketrampilan Berkomunikasi dalam Konseling. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang.

--

--