Self Awareness — Salah Instropeksi diri bisa bikin depresi

obed nugroho
Etsah
Published in
3 min readSep 24, 2018

Salah Instropeksi diri bisa bikin depresi

Dalam waktu-waktu terakhir ini saya kembali belajar tentang EI dan ada salah satu aspek dari Emotional Intelligence yaitu self Awareness.

Saya tertarik dengan pembahasan dari sebuah video TEDx dari Tasha Eurich yang judulnya Increase your self-awareness with one simple fix. Saya sangat terinspirasi dengan premisnya yaitu salah instropeksi diri maka malah mengacaukan kesadaran diri kita bahkan cenderung menjadikan kita depresi.

Sebelumnya kita bahas dulu Self Awareness, bagaimana penjelasannya?
Memiliki kesadaran diri berarti bahwa Anda memiliki kesadaran yang tajam terhadap kepribadian Anda, termasuk kekuatan dan kelemahan, pikiran dan keyakinan, emosi dan motivasi Anda. Jadi self-awareness adalah bagaimana kemampuan kita dalam memahami diri sendiri. Dan semakin baik kita memahami diri sendiri maka makin terampil juga kita dalam memahami orang lain. Self Awareness memberikan kita kekuatan. Kita mungkin tidak selalu menyukai apa yang kita lihat, tapi ada kenyamanan bila kita memahami diri kita sendiri.

Tasha Eurich bersama timnya melakukan penelitian terhadap ratusan subyek dan membongkar ribuan jurnal penelitian tentang self-awareness ini. Dan dia mengaatakan bahwa benar-benar ada satu ton penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang mempunyai self-awareness yang lebih tinggi merasa tenteram/ bahagia (puas dengan kehidupannya/ fulfilled).

Namun kita harus membedakan mana yang benar-benar memiliki self awareness dan merasa memiliki self-awareness. Orang yang merasa memiliki self awareness cenderung suka instropeksi diri. Dan secara umum, kita mengetahui bahwa instropeksi diri adalah hal yang baik. Namun bila instropeksi diri dengan cara yang salah maka akan menghasilkan pemahaman yang keliru juga.

Dan Tasha Eurich juga mengatakan bahwa orang-orang yang melakukan intropeksi lebih stres dan cenderung depresi, kurang puas dengan pekerjaan mereka dan hubungan mereka, kurang mampu mengendalikan kehidupan mereka. Konsekuensi negatif ini meningkat semakin mereka sering intropeksi. Analisa diri sendiri dapat menjadi perangkap di neraka mental yang kita buat sendiri.

Berpikir tentang diri kita sendiri tidak berhubungan dengan kesadaran tentang diri. Kita mungkin akan mencari penyebab mood yang buruk. Atau kita mungkin mencoba untuk memahami hasil pekerjaan yang negatif.

Terdapat penelitian tentang pada bagaimana para janda-janda menyesuaikan diri untuk hidup tanpa pasangan mereka. Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang mencoba untuk memahami makna dari kehilangan pasangan mereka, memang awalnya menunjukan bahwa mereka bahagia, kurang tertekan pada satu bulan setelah ditinggalkan pasangan mereka, tetapi satu tahun kemudian, mereka menjadi lebih tertekan. Mereka tidak bisa move on bahkan hanya terjebak pada kejadian pada saat momen kehilangan orang yang dikasihinya.

Para peneliti telah menemukan bahwa bagaimanapun kerasnya kita berusaha, kita tidak dapat menggali pikiran bahwa sadar kita, perasaan dan motif kita sendiri. Dan karena begitu banyak tersembunyi dari kesadaran kita, kita akhirnya menemukan jawaban yang kita rasa benar tetapi sering sangat salah.

Dan penyebabnya hanya karena saat instropeksi diri kita cenderung akan menanyakan diri kita “mengapa” (why), mengapa ini terjadi? Mengapa saya seperti ini? Mengapa Tuhan melakukan ini pada saya? Mengapa dia pergi meninggalkan saya? Mengapa saya tidak berhasil?. Jika menanyakan “Mengapa”, membuat kita depresi, over percaya diri dan salah jalan; bisa jadi instropeksi diri tidak akan meningkatkan Kesadaran diri kita.

Lalu bagaimana mengubahnya? Tasha Eurich mengatakan, ubahlah dari “why” menjadi what?. Ya mengubahnya menjadi “Apa”. Tasha Eurich menjelaskan banyak contoh kasus dari orang-orang yang diteliti. Orang yang lebih sadar diri akan menanyakan “Apa yang bisa saya pelajari dari kejadian ini?”, “Pelajaran Apa yang Tuhan siapkan bagi saya?”, “Apakah yang berubah dari saya setelah melewati dari kejadian ini?”, “Apakah hikmahnya?”.

Cocok dengan pelajaran yang saya dengar di sebuah podcast beberapa tahun lalu. Setiap menghadapi masalah atau tragedi, tanyakan “Apa yang Tuhan akan ajarkan pada saya?” dan itu lebih membuat pikiran terang dan optimis.

Thank you,
Sudah baca sepanjang ini.

--

--