Muhammad Fachri Bisyir
Eureka Edutech
Published in
7 min readDec 7, 2023

--

Menghadapi Banjir Informasi: Penulisan Opini dan Fakta di Media Sosial

Photo by camilo jimenez on Unsplash

Informasi merupakan komoditas penting dengan mobilitas yang begitu tinggi di era serba digital saat ini. Lebih lanjut, informasi seakan-akan menjadi suatu hal yang tidak dapat terhindarkan dari kehidupan semua orang.

Hampir mustahil seseorang tidak memperoleh informasi satu pun setidaknya dalam satu hari. Untuk yang tidak memiliki akses internet dan teknologi informasi, tentunya menjadi pengecualian ya, Sahabat Pintar😊. Kembali ke topik awal.

Kamu yang membaca ini pastinya suka membuka media sosial kan? Scroll TikTok, jadi bocil kematian-nya Windah Basudara, kepoin Instagram mantan, sampai stalking semua media sosial crush. Nah, itu semua merupakan salah satu contoh bentuk pemerolehan informasi yang kita lakukan secara proaktif.

Tidak melulu kita yang disuapi oleh informasi-informasi broadcast berantai seperti bc-an di grup Whatsapp. Apalagi yang sudah mengandung judul click bait, sampai-sampai jika tidak di-share maka kamu akan dikutuk dsb. Ayo siapa yang pernah dapat bc-an kayak gitu, ngaku :).

Berangkat dari hal tersebut, muncullah fenomena banjir atau tsunami informasi. Yang intinya menjelaskan situasi di mana informasi mem-borbardir kita semua.

Banjir, tsunami, atau kiamat informasi (apa pun istilahnya yang intinya kita dicegat oleh banyak informasi) bagi beberapa orang kerap membuat resah dan rasa khawatir tersendiri. Misinformasi atau hoaks sering kali menyebabkan kita menjadi salah tafsir dalam memperoleh informasi.

Apalagi masyarakat kita semuanya sumbu pendek dan suka langsung men-judge tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Apa tidak jadi masalah kalau andai-andai ada informasi viral yang menyangkut kita dan itu hanya fitnah belaka?

Contoh kasusnya seperti yang BEM UNY kemarin itu loh, uhuy. Maka dari itu, penting buat kita semua untuk dapat memfilter dan memilah kalimat fakta serta opini di media sosial. Tentunya hal ini dapat menjadi langkah antisipasi dini bagi kita semua dalam persebaran berita hoaks.

Pertama-tama kita akan berkenalan dengan yang namanya fakta. Fakta tuh apa si bang?. Nah menurut KBBI VI Daring, makna dari padanan kata fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; dan sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.

Menurut Putri (2022), fakta melaporkan suatu peristiwa berdasarkan apa yang terjadi di lapangan. Singkatnya, fakta merupakan suatu kenyataan yang benar-benar terjadi dan kebenarannya dapat dipastikan. Sementara itu, definisi kata opini menurut KBBI VI Daring adalah pendapat; pikiran; dan pendirian.

Opini ini kemudian berangkat dari pernyataan yang dilatarbelakangi oleh asumsi, pemikiran, dan pendapat seseorang. Adapun kebenarannya belum dapat dipastikan secara langsung. Nah gimana Sahabat Pintar? Udah ada bayanganlah ya, insya Allah 😊.

Perbedaan signifikannya terletak pada landasan pola berpikirnya, jika fakta berangkat dari sesuatu yang terjadi secara konkret, sedangkan opini berangkat dari pemikiran dan pendapat yang bersifat subjektif.

Buyarnya fokus kita dalam memverifikasi kebenaran/fakta suatu informasi adalah ketika dihadapkan pada viralitas informasi. Viralitas informasi tuh berita yang lagi viral ya bang? Yap benr banget, Sahabat Pintar.

Mengutip dari laman Indeed (2022), viralitas atau sesuatu yang viral muncul ketika sebuah materi atau informasi internet memperoleh banyak penonton atau penayangan dari banyak orang di belahan dunia. Gagasan atau pemikiran akan popularitas online yang viral ini terinspirasi dari studi bagaimana sebuah virus menyebar.

Banyak orang yang menganalogikan viralitas ini layaknya situasi virus yang menyebar dengan cepat dan menjadi populer. Sebagai contoh, pas awal pandemi Covid-19 aja. Kalian sadar tidak? Di samping penyebaran virusnya yang begitu masif, kita juga dihadapkan akan begitu banyaknya informasi akan virus tersebut. Informasi yang datang pun seakan tiada habisnya.

Kredibilitas informasinya pun menjadi lemah. Sampai-sampai banyak informasi mengenai Covid-19 yang justru membuat takut, khawatir, dan cemas. Isu kesehatan mental pun sempat menjadi trendsetter pada saat itu. Terus bagaimana kita menanggapi atau menghadapi situasi kayak begini? Berikut ulasan yang dapat kamu simak mengenai dikotomi fakta dan opini dalam konteks di media sosial.

Perhatikan Sumber Informasinya

Fakta seperti yang udah dijelasin pada poin sebelumnya merupakan kenyataan yang benar-benar terjadi. Fakta dapat dikatakan juga sebagai fakta yang tidak terbantahkan. Salah satu cara untuk menangkal informasi yang masih belum dapat dipastikan faktanya adalah dengan melihat sumber informasinya.

Di media sosial, misalnya, kamu bisa memperoleh informasi dari akun-akun verified. Terverifikasi dalam konteks ini adalah yang bercentang ataupun figur publik dengan jumlah follower yang banyak. Tapi kan centang biru di Instagram sama X (Twitter) udah bisa dibeli, Bang. Kan avkor-avkor meresahkan banyak yang beli bang centang birunya. Bang, bang, bang …

Sabar, sabar,. makanya mau dijelaskan lebih lanjut nih. Tentunya di era akun verified yang menjadi produk komersial pada saat ini, kitanya harus lebih dengan cermat lagi dalam memfilter akun di media sosial yang mau dijadikan sebagai sumber informasi.

Ingat kan salah satu indikator lain verified account yang tadi aku sebut selain centang biru? Yap, setelah dilihat adanya centang biru atau centang apa pun itu, kita perlu melihat jumlah follower-nya. Semakin banyak jumlah follower-nya, semakin tinggi pula kredibilitas informasinya.

Lebih lanjut, konteks follower di sini kamu juga perlu melihat apakah terdapat banyak akun bot atau tidak. Ini dapat menjadi indikator lain dalam memastikan akuntabilitas akunnya. Mau yang pasti-pasti aja?

Nah, kamu bisa langsung mengambil informasi dari lembaga atau instansi resmi pemerintah, Sahabat Pintar! Dengan menjadi pelayan rakyat, sudah pasti terjamin akurasi informasinya. Kalau ternyata masih hoaks? Ya mereka pasti akan buat klarifikasi disertai pengoreksian informasinya.

Cermati Penggunaan Kalimatnya

Nah selain dari mengecek kredibilitas dan akuntabilitas akunnya, kamu bisa nih mendeteksi dari karakteristik kalimatnya. Baik fakta ataupun opini itu bisa dibedakan loh, melihat dari ciri kalimatnya.

Seperti yang udah kita pelajari sebelumnya, fakta itu pernyataan yang kebenarannya dapat dipastikan sementara opini adalah sebaliknya. Berangkat dari hal tersebut, pernyataan yang secara kebenaran dapat dipastikan itu menurut Rosari (2023) bercirikan sebagai berikut:

  1. Kalimatnya bersifat objektif. Kalimat objektif ini disusun untuk menginformasikan suatu hal secara objektif tanpa adanya campur tangan emosi penulis (subjektif). Hal ini bertujuan agar informasi yang termuat disampaikan dengan apa adanya.
  2. Terdapat verifikasi kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Informasi yang dapat terverifikasi ini dapat dibuktikan secara langsung dengan hasil penelitian-penelitian ilmiah, sumber akademis, dan referensi yang akuntabel. Singkatnya terdapat bukti empiris dan logis yang mendukung.
  3. Menggambarkan sesuatu yang nyata ataupun universal. Maksudnya adalah sesuatu yang benar-benar terjadi dan dapat berupa pengetahuan umum telah diketahui secara umum. Seperti pemahaman akan 1+1 = 2.

Contoh Studi Kasus

Dari kiat-kiat verifikasi dalam pemerolehan informasi tadi, tidak lengkap rasanya kalau kita tidak langsung mengimplementasikannya pada satu informasi yang belum lama-lama ini viral. Kalian semua tentunya tahu dong drama kontroversial Grand Final Masterchef Season 11 lalu? Nah berikut akan kita pakai salah empat sampel kutipan netizen pada platform X (Twitter) mengenai topik kontroversi Masterchef ini.

Dari keempat sampel tersebut, sudah bisa membedakan belum nih mana yang fakta dan opini? Itu yang fakta, itu yang opini, bang. Gimana-gimana? Oh iya lupa kita kan tidak terhubung secara langsung (tatap muka) ya hehe. Iya benar banget tuh kata Ilham, Kurniawan, Kurnianto … Nungguin ya seperti absen Windah? Beda lapak bro wkwk.

Kembali ke topik. Jadi sejujurnya yang fakta dan opini itu sudah dipisahkan dua frame yang berbeda. Dua gambar sampel pertama itu opini, sedangkan dua gambar sampel berikutnya itulah fakta.

Loh kok dua gambar pertama bukan fakta bang, itu kan benar-benar memancing keributan!

Ya tidak salah sih, tetapi tidak benar juga. Ingat kan pada bagian pembahasan sebelumnya mengenai mencermati penggunaan kalimat? Bahwa sebuah kalimat harus objektif, adanya verifikasi kebenaran, dan mendeskripsikan sesuatu yang universal.

Dilihat dari karakteristik pertamanya saja itu sudah tidak terpenuhi. Penulis kutipan dengan username Warga Tudum, semua kalimatnya itu sudah merupakan subjektif terutama frasa memancing keributan.

Sekali pun mayoritas setuju akan hal tersebut, itu tetaplah sebuah opini. Mengapa demikian? Hal ini terletak pada keterbukaan topik kalimatnya, mayoritas “setuju”, tidak menutup kemungkinan ada pula yang “tidak setuju”.

Beda halnya jika menyangkut pembenaran penelitian akademis yang terdapat pembuktian empiriknya. Tidak setuju pun harus dibuktikan lagi dengan argumen yang ilmiah.

Sama halnya dengan gambar pertama, gambar yang di sampingnya pun sepenuhnya merupakan opini. Sudah tidak perlu dikasih tahu lagi ya alasannya apa hehe. Sama kok seperti yang sudah aku jelaskan tadi.

Sementara itu frame kedua, dua gambar sampel tersebut merupakan fakta. Mengapa demikian? Pertama, kutipan menyajikan data konkret mengenai traffic penurunan follower. Sementara kutipan selanjutnya merupakan peristiwa yang telah dan akan terjadi sehingga dapat dikatakan sebagai fakta.

Gimana? Dari semua penjelasan dan contoh kasus tadi, sekarang seenggaknya udah bisalah ya membedakan mana yang hoaks dan bukan, Sahabat Pintar 😊.

Ayo sebutin proses verifikasinya seperti gimana aja? Lupa ya? Singkatnya seperti ini, pertama-tama kita perlu menyeleksi dan memastikan sumber informasinya.

Untuk kasus di media sosial, kamu harus melihat verifikasi akunnya. Baik dari centang biru, jumlah follower, sampai menghindari akun dengan banyak isi bot-nya.

Untuk yang pasti-pasti saja, kamu perlu mengambil sumber informasi dari lembaga resmi ataupun instansi pemerintah. Selain memastikan dari sumber informasinya, kita juga bisa nih mengecek dari karakteristik redaksi kalimatnya. Mulai dari keobjektifan kalimat, pendukung verifikasi kebenarannya, sampai penggambaran nyata atau pemahaman universal.

Buat kamu yang mau mempersiapkan UTBK-SBNT, bisa juga nih pelajari karakteristik fakta dan opini dari yang telah kita pelajari sebelumnya. Lumayanlah buat nyiapin materi Literasi dalam Bahasa Indonesia. Semoga penjelasan dan informasi ini dapat bermanfaat bagi kamu 😊.

Referensi

Indeed. (2022). What Is Virality and How Can You Achieve It for a Business?. Indeed. Diakses pada 14 November 2023 dari https://ca.indeed.com/career-advice/career-development/virality

Putri, V.K.M (2022). Perbedaan Fakta dan Opini. Kompas.com. Diakses pada 14 November 2023 dari https://www.kompas.com/skola/read/2022/12/15/100000969/perbedaan-fakta-dan-opini?page=all

Rosari, N.A. (2023). Contoh Kalimat Fakta dan Opini Beserta Pengertian, Ciri, dan Perbedaannya. Detik.com. Diakses pada 14 November dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6887837/contoh-kalimat-fakta-dan-opini-beserta-pengertian-ciri-dan-perbedaannya#:~:text=Kalimat%20fakta%20bersifat%20objektif%2C%20artinya,jadi%20berbeda%20satu%20sama%20lain.

Editor by Iftihal Muslim Rahman

--

--