Artificial Intelligence Untuk Prediksi Gempa Bumi

Evolve Machine Learners
Evolve Machine Learners
4 min readSep 30, 2019

Gempa bumi adalah suatu fenomena alam yang hingga kini masih sulit diprediksi datang nya. Hingga bulan September 2019 ini, sudah ada lebih dari 9.454 gempa bumi terjadi. Gempa bumi skala kecil mendominasi di angka 8.275. Banyak daerah yang terdampak akibat aktivitas alami bumi ini. Indonesia menjadi salah satu ‘langganan’ karena letak negara yang berada di titik penting lempeng bumi. Gempa terparah sepanjang tahun 2019 pun terjadi di Peru, tepat nya di kota Loreto. Gempa dengan tingkat magnitudo mencapai 8.0 ini terjadi pada bulan Mei 26 kemarin.

Sejatinya belum ada alat yang bisa memprediksi gempa bumi. Karena sifat nya yang alami ini menjadikan gempa bumi sebagai fenomena alam yang sulit ditebak kehadiran nya. Namun secercah harapan muncul ketika sekumpulan ahli Geofisika mulai bekerjasama menciptakan sebuah alat untuk mendeteksi kedatangan gempa. Adalah Paul Johnson dan tim nya yang menggunakan jenis teknologi Machine Learning untuk memprediksi kehadiran gempa dan tanda-tanda nya. Penelitian dilakukan sejak dua tahun lalu ini menggunakan algoritma pencarian pola yang serupa. Johnson dan tim juga menggunakan teknik Image Recognition dan Speech Recognition pada proyek yang mereka kerjakan saat ini. Cabang ilmu pengetahuan Artificial Intelligence ini sudah pernah terbukti memprediksi gempa non-alami yang terjadi di laboratorium penelitian.

Peta lokasi rawan Gempa | Merah : Rawan Gempa skala Besar | Hijau & Kuning : Rawan Gempa skala Menengah | Biru: Rawan gempa skala Kecil | Source: USGS

Pada rilis artikel yang di bagikan di website arxiv.org, Johnson dan tim nya menuturkan laporan berdasarkan apa yang sudah mereka kerjakan. Mereka juga melakukan serangkaian tes algoritma untuk mendeteksi slow slip (gempa kecil) di laut Pasifik Barat Laut. Meski penelitian ini masih bersifat tahap uji coba, namun hasil nya cukup membuat para ilmuwan yang tidak terlibat berdecak kagum. Menurut Johnson, algoritma yang mereka ciptakan mungkin akan dapat mampu memprediksi gempa kecil beberapa hari sebelum kejadian.

Pada saat teori lempeng tektonik ditemukan pada sekitar tahun 1960-an, banyak ilmuwan yang menganggap bahwa teknologi untuk memprediksi gempa hanya tinggal menunggu waktu saja. Gempa-gempa berskala kecil sebelum nya telah berhasil divisualisasikan. Visualisasi ini menjadikan gempa berskala besar juga memungkinkan untuk divisualisasikan untuk dibuat model prediksi nya. Namun langkah para ilmuwan tentu tidak mudah, banyak faktor yang harus dilalui sebelum menciptakan model prediksi gempa yang sempurna. Diantara faktor-faktor nya seperti jenis batuan serta titik pusat gempa. Mampu memprediksi titik pusat gempa yang akurat akan mudah bila gempa yang terjadi hanya skala kecil. Ketika berhadapan dengan gempa berskala besar, akan menjadi pekerjaan rumah bagi para ilmuwan mengenai tingkat akurasi nya.

Lempeng Tektonik yang saling menempel satu-sama-lain | Source: USGS

Sebelum ada nya penemuan milik Johnson dan tim nya, penemuan terbaru terkait prediksi gempa bumi sangat tidak efisien. Rentang waktu yang bisa diprediksi hingga kini sebelum ada penemuan milik Johnson hanya berjarak sepersekian detik. Hal ini tidak akan efektif karena badan terkait tidak akan mampu menjangkau seluruh kawasan terdampak hanya dalam hitungan detik. Ahli seismolog masih bekerja keras untuk menjadikan alat ini semakin relevan. Beberapa alat ini digunakan di Jepang serta di kawasan pantai barat Amerika. Alat bernama ShakeAlert ini memberi peringatan mengenai adanya gempa beberapa detik setelah gempa terjadi. Hal ini akan menjadi pekerjaan rumah para peneliti karena tingkat efisiensi nya yang rendah.

Nantinya alat ciptaan Johnson dan tim nya akan mengandalkan sebuah komputer super-canggih yang memiliki kemampuan untuk bersikap seperti seorang seismolog manusia. Memiliki ingatan yang sempurna, dan tidak membutuhkan tidur. Komputer ini akan mengunmpulkan data dari laut berupa pergeseran lempeng tektonik. Sebagai pengandaian, apa yang dilakukan komputer ini serupa dengan apa yang biasa kita dengar ketika kita berada di kawasan yang ramai, suara kendaraan, orang, binatang, serca cuaca secara bersamaan. Komputer yang bekerja secara otomatis ini nantinya akan mampu membaca pergeresaran lempeng tektonik serta arus laut sehingga bisa mencapai kesimpulan ‘akan terjadi gempa bumi’.

Paul Johnson | Source: Los Alamos National Laboratory

“Aku hanya mau memberi klarifikasi bahwa apa yang kita sedang kerjakan ini berbeda dengan prediksi. Namun secara tidak langsung, iya, semua ini berhubungan.” Ujar Mostafa Moustavi, seismolog dari Stanford yang menggunakan Machine Learning untuk mensortir ‘background noise’ untuk memprediksi gempa skala kecil.

Hingga kini, jenis teknologi yang kita kembangkan masih mengalami hambatan dalam sumber daya alam. Dalam arti, kita kekurangan alat untuk mampu menciptakan alat prediksi gempa yang lebih efisien dan reliabel. Namun kita sebagai manusia juga harus meningkatkan kualitas diri. Seiring dengan meningkat nya sumber daya manusia, maka sumber daya alam buatan manusia pun juga akan meningkat.

Bilbiography:

Evolve Machine Learners adalah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan pendidikan Artificial Intelligence dan Machine Learning. Kami menyediakan Bootcamp Kelas Pendek untuk AI dan ML serta Corporate Training. Kunjungi kami di @evolvemlearners.id di Instagram. Kunjungi website kami di www.evolvemachinelearners.com

--

--

Evolve Machine Learners
Evolve Machine Learners

Education startup for AI, Machine Learning, Data Science. Visit @evolvemlearners & @evolvemlearners.id at Instagram. Our website www.evolvemachinelearners.com