Pencarian Panjang atas Sebuah Pertemuan

Faisal Nur
Faisal Nur
Published in
4 min readJan 2, 2017

--

Penantian itu akhirnya terbayar juga. Minggu lalu, saya menonton Kimi no Na Wa — atau Your Name, kalau menggunakan judul internasionalnya. Saya punya ekspektasi yang cukup besar dengan film ini. Sebab, film yang disutradarai Makoto Shinkai ini menjadi cukup fenomenal tidak hanya di negara asalnya, tapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Setidaknya, di tahun ini saja, film ini sudah menyabet kurang lebih tujuh penghargaan di tingkat internasional. Salah satunya adalah penghargaan film animasi terbaik menurut Los Angeles Film Critics Association Awards.

Sampai hari ini, setidaknya film ini sudah menghasilkan keuntungan kotor sekitar 243.1 juta Dolar Amerika. Tidak heran, kalau film ini berada di peringkat kedua dari lima film animasi paling laris di Jepang — yang berarti, satu tingkat di atas Howl’s Moving Castle yang disutradarai Hayao Miyazaki, salah satu legenda animasi Jepang .

Film animasi ini sendiri baru masuk ke Indonesia pada Rabu (7/12) lalu. Cukup terlambat memang. Mengingat, pemutaran perdana film ini sudah berlangsung sejak Agustus lalu di Jepang. Meskipun begitu, Indonesia masih cukup beruntung untuk bisa menikmati film ini lebih awal. Sebab, di beberapa negara lain seperti Amerika Serikat, film ini baru bisa dinikmati setidaknya pada bulan Januari nanti.

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan Gavin J. Blair, wartawan The Hollywood Reporter, Makoto Shinkai menjelaskan bahwa ia ingin memberikan penggambaran mengenai dua orang yang telah ditakdirkan untuk bertemu. Berbeda pada film-film pada umumnya yang memberikan narasi atas kejadian saat atau setelah pertemuan itu tadi. Penekanan yang diberikan Shinkai, justru berada pada apa yang terjadi sebelum pertemuan itu berlangsung.

Selama satu jam lebih, penonton akan dimanjakan dengan visual yang digarap apik oleh CoMix Wave. Studio yang sama tempat Makoto Shinkai mengerjakan Byousoku 5cm (5 Centimeters Per Second) dan Kotonoha no Niwa (The Garden of Words). Lanskap yang begitu menawan dari kota kecil di pinggiran danau tempat Mitsuha Miyamizu, gadis SMA yang menjadi salah satu tokoh utama cerita. Sebuah kota rekaan yang dikeliling gunung. Dengan pepohonan yang hijau, kuil Shinto dengan gapuranya yang berwarna merah terang, dan berbagai jenis bangunan berarsitektur tradisional Jepang lainnya.

I’m always searching for something, for someone. This feeling has possessed me I think, from that day… That day when the stars came falling.

Cerita pada film ini sendiri berkutat pada sebuah fenomena aneh yang dialami Mitsuha dan Taki Tachibana, seorang pelajar SMA yang tinggal di Tokyo. Saat tidur, keduanya kerapkali bertukar tubuh. Padahal, keduanya sama sekali belum pernah bertemu. Pertukaran tubuh ini menjadi sebuah pengalaman yang luar biasa buat keduanya.

Mitsuha yang menghabiskan sebagian besar waktunya di desa, begitu terpesona dengan kehidupan pelajar di kota besar. Begitu banyak pengalaman baru yang ia alami di Tokyo. Animasi selang waktu (time-leapse) yang ditayangkan, cukup representatif untuk menggambarkan kompleksitas dan kesibukan berbagai moda transportasi di negeri matahari terbit itu.

Sementara itu, Taki yang juga ikut bertukar tubuh, harus berusaha keras untuk memahami berbagai filosofi hidup yang begitu kuat pengaruhnya di keluarga Mitsuha . Sebab, Mitsuha adalah seorang anak pertama dari keluarga pendeta Shinto. Perannya cukup sentral sebagai penerus tradisi Shinto yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Posisi ayahnya yang juga menjabat sebagai walikota di tempatnya tinggal juga menambah pelik masalah yang dihadapi Taki.

Sepanjang jalannya film, fenomena pertukaran tubuh ini cukup banyak menimbulkan intrik yang cukup konyol bahkan cenderung menggundang tawa. Namun, bukanlah Makoto Shinkai kalau film yang dihasilkan tak mampu membuat penonton menitikan air mata. Beberapa plot dan scene yang begitu emosional pun dibentuk sedemikan rupa. Kadang dibuat menggantung. Kadang tempo cerita dibuat sedemikian lambatnya, sehingga penonton ikut gregetan dibuatnya.

Salah satu scene yang cukup menarik buat saya adalah ketika sebuah meteor akan menghantam kota tempat Mitsuha tinggal. Dalam kondisi yang gelap gulita tanpa pasokan listrik, pengeras suara yang terpasang di berbagai sudut kota tetap leluasa untuk memberikan arahan kepada warganya untuk segera mengungsi. Warga pun berbondong-bondong keluar rumah dan menuju tempat pengungsian dengan tenang. Tak ada kepanikan yang muncul dari wajah mereka.

Ini memberikan gambaran yang cukup jelas soal penanganan bencana di Jepang. Mulai dari infrastruktur penunjang sampai kesiapan masyarakat benar-benar diperhatikan. Sejak usia dini, anak-anak di Jepang sudah terbiasa melakukan simulasi evakuasi bencana. Gunanya adalah untuk membiasakan dan memperkenalkan alur evakuasi kepada setiap lapisan masyarakat. Sehingga, ketika bencana terjadi, masyarakat tidak panik dan mampu bersikap tenang selama proses evakuasi berlangsung.

Berbagai persiapan ini menjadi vital perannya, mengingat di Jepang potensi bencana memang cukup besar terjadi. Posisinya yang berada di persimbangan empat lempeng besar, menghasilkan intensitas gempa bumi yang cukup tinggi di negara ini. Setidaknya, warga Jepang dapat merasakan 2–3 gempa bumi dalam sehari. Belum lagi dengan potensi tsunami yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Semuanya harus dipersiapkan dengan matang. Sebelum terlambat.

Dalam secuil scene ini, kita dapat merangkai gambaran masyarakat Jepang yang disiplin. Belum lagi kalau melihat berbagai scene lain yang tentunya tidak dapat saya ceritakan dalam tulisan ini. Makoto Shinkai seolah ingin memperkenalkan budaya dan kondisi negara asalnya kepada khalayak internasional. Film animasi, buat saya, adalah pilihan yang tepat. Dengan bentuknya yang menarik, pesan-pesan ini dapat dicerna dengan mudah oleh berbagai kalangan.

Secara keseluruhan, film ini sudah cukup memenuhi ekspektasi saya. Sebuah film animasi dengan komposisi cerita, musik, dan presentasi yang menarik. Tidak berlebihan rasanya, kalau Kimi no Na Wa dinobatkan sebagai film terbaik di tahun ini. Meskipun pendapat saya barusan jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebab sampai penghujung tahun ini, saya cuma menonton tiga film. Dan hampir semuanya saya tonton secara ilegal.

Judul : Kimi no Na Wa / Your Name
Durasi : 1 Jam 47 Menit
Sutradara : Makoto Shinkai
Bahasa : Jepang
Tahun : 2016

Dibuat pertengahan Desember 2016 untuk Balairungpress. Dibatalkan karena sampai hari ini belum sempat disunting. Ditayangkan di blog pribadi karena eman-eman kalau dibuang begitu saja.

--

--

Faisal Nur
Faisal Nur

Freelance writer based in Yogyakarta, Indonesia. Occasionally write for people; frequently for myself.