The Notch, Era yang Harus Dilewati

Sebuah Solusi atau Keterbatasan?

Fandy Diadline
FNDY DDLN
5 min readDec 18, 2019

--

Artikel ini saya tulis pada awal tahun 2019. Jadi mungkin akan terjadi gap konten dengan situasi teknologi pada akhir 2019.

Sudah pernah menonton video perkenalan dari Apple berikut?

Oke, sudah menonton? Sebagai acuan, dunia digital dan teknologi bukanlah hal asing bagi saya. Pernah menyerap ilmu Informatika dan Komunikasi, kemudian sekarang saya bekerja di Service Center. Jadi saya menyaksikan banyak hal mengenai teknologi, baik dari mata seorang pengguna dan “teknisi”. Secara teknis, saya bukan teknisi, tetapi saya memahami teknologi dan nama-nama semua sparepart yang ada di dalam sebuah HP berserta fungsinya secara general.

Cool, sekarang anda memahami situasi dan kondisi post-ingan ini versi saya. Oke sebagai teman membaca tulisan saya, ini OST-nya:

Tahun 2017, mungkin adalah tahun teraneh dan membuat mata otak saya takjub. Seperti video perkenalan iPhone X dari Apple di atas, kita semua tahu bahwa iPhone X menjadi semacam role model dari bentuk layar yang memiliki notch atau orang Indonesia menyebutnya “takik”.

Memang secara perdana, bukan Apple iPhone X yang memakai konsep ini, ingat Essential Phone dari Bapak Android Andy Rubin? Atau bahkan lebih tua lagi yaitu V10 dari LG?

Essential Phone & LG V10

Pertanyaannya, mengapa semua produsen tiba-tiba saja mengadopsi THE NOTCH ini?

Jawaban versi saya mungkin sedikit simpel. Saya, sebagai manusia (hey jangan kaget), memiliki impian dari film-film fiksi ilmiah yang terkadang memiliki adegan keren. Semacam HP sebening kaca tanpa tepi casing. Pencet sana-pencet sini semuanya berfungsi dengan canggihnya.

Tetapi dengan teknologi yang ada pada saat pada tahun 2017 atau masih bisa dibilang hingga saat ini pada tahun 2019 (kita masih melihat produsen merilis gawai bertakik) memiliki keterbatasan teknologi. Wow, terkejut? Pfff…

Ya, saya setiap hari melihat berbagai jenis dan bentuk spare part sebuah HP. Mulai dari arsitektur mesin yang paling murah lebih mirip seperti logic board kalkulator dari pada HP, hingga yang mahal seperti sebuah perkawinan teknologi dan seni, ya yang terakhir itu saya menyanjung mesin dari Apple. Brilliant!

Oke kembali ke Theeee Notch.

Menurut saya, Notch adalah sebuah keanehan yang harus kita lewati menuju era smartphone dengan layar penuh yang kita idamkan.

Ilmuwan dan desainer produk memikirkan hal yang paling memungkinkan untuk dijadikan sebuah produk dengan berbagai percobaan dan test. Kemudian aman bagi produk itu sendiri dan aman bagi pengguna.

Apalagi harus memikirkan biaya produksi juga. Seperti contoh di bawah.

Layar OLED iPhone X

Tetapi secara visual anda tidak akan melihat secara signifikan ada panel melengkung di dalam. Bisa anda lihat di video teardown selama 9 menit milik Rewa Tech:

Hanya Apple yang memikirkan (saat itu) untuk membuat panel display melengkung ke dalam, sehingga panel display yang memiliki kabel fleksibel bisa memiliki ruang. Jika anda tidak tahu seperti apa, berikut foto fleksibel dari panel display Xiaomi Redmi Note 3 dan iPhone 7.

Jika layar ditekuk ke dalam, maka ruang untuk kabel fleksibel bisa diminimalisasi sehingga tidak ada “Chin” atau dagu pada layar. Berikut contoh smartphone yang memiliki dagu pada layar.

Ini bukan soal anda suka dan tidak suka Notch. Tapi ini memang sebuah selipan waktu yang harus kita lihat. Bahwa layar penuh bukan berarti menghilangkan kamera depan, speaker-phone, sensor Proximity, Face ID, Finger Print, dan mungkin sensor yang lainnya.

Bagi saya, kamera depan bukanlah prioritas saya. Karena memang saya hampir dibilang tidak pernah mengambil foto selfie. Mungkin hanya sekali jepret kemudian usai. Jika harus retake maka saya dominan memilih untuk me-reject. LOL.

Tetapi saya sadar bahwa kamera depan adalah fitur yang harus tetap ada. Meskipun saya jarang memakainya. Karena itulah Notch ada.

Kemudian sensor Proximity, sensor ini anda temui ketika melakukan panggilan, dan layar akan otomatis mati ketika HP ditempelkan ke telinga. Bukan sihir, tapi ini science.

Pada jarak tertentu, sensor ini akan memerintahkan layar untuk non-aktif. Dikarenakan ketika layar menyala kemudian terkena sentuhan kulit kita, maka otomatis layar akan merespon. Karena layar smartphone jaman sekarang sudah memakai jenis layar sentuh capacitive bukan resistive.

Layar sentuh resistive akan bekerja bukan karena sekedar sentuhan saja. Tetapi lebih sedikit ditekan. Berbeda dengan layar sentuh dengan jenis capacitive, bekerja karena terjadi sentuhan (listrik pada permukaan kulit) pada permukaan layar sentuh.

Mungkin penjelasan saya kurang akurat, tetapi kalian bisa menangkap garis besarnya.

Intinya bukan sekedar menghilangkan segalanya. Memang sedikit tricky tetapi mana yang terbaik demi layar hingga memenuhi body bagian depan saat itu adalah memakai Notch. Kita tahu bahwa ada Vivo Nex, Xiaomi Mi Mix 3, dan yang sedikit fundamental adalah Vivo Nex Dual Display.

Mulai dari mengganti Finger Print/Touch ID menjadi Face ID dan yang paling keren adalah membenamkan sensor sidik jari di bawah layar. Kamera depan yang disembunyikan menggunakan motor sehingga otomatis muncul ketika kita menggunakan selfie, atau disembunyikan dengan memakai slider pada body.

Tentu layar ganda memang benar-benar membuat layar utama bisa penuh dengan optimal. Tetapi menurut saya kurang efisien meski saya lihat ada fitur multitasking karena layar ganda ini. Entahlah, mungkin karena saya belum pernah benar-benar merasakan layar ganda ini.

Yang paling populer pada tahun 2019 ini adalah Punch-Hole Camera. Sudah dirilis pertama kali oleh Huawei Honor View 20. Kemudian nampaknya disusul oleh Samsung Galaxy 10 Series.

Kita bisa melihat pergerakan estetika mana yang memungkinkan teknologi untuk membuat layar lebih futuristik tetapi tetap memiliki fungsi yang sama.

My point is, The Notch is not a trend.

Tetapi sebuah cara yang paling memungkinkan dan minim resiko dengan teknologi yang ada sekarang. Tetapi saya juga memiliki keyakinan bahwa produsen nanti bisa menemukan cara yang terbaik untuk memenuhi keinginan konsumen memiliki HP dengan layar penuh.

Kita tidak perlu memperdebatkan mana yang terbaik dan yang terburuk. Semuanya baik dan bagus dengan caranya masing-masing. Dan akhirnya konsumen atau penggunalah yang diuntungkan. Karena semua pihak berlomba memberikan teknologi yang terbaik dan memungkinkan dengan bonus estetika yang tidak seaneh Notch.

The Notch, aneh dan mungkin sebagian dari kalian membencinya, namun menjadi bagian cerita dari sejarah layar smartphone. Sebuah perjalanan teknologi dan seni membuat layar penuh. Seperti film-film fiksi ilmiah. Bersabarlah. Syukuri saja sebuah solusi dari keterbatasan.

Lagu penutup:

Featured Image: Photo by David Švihovec on Unsplash

--

--