Bagaimana cara menyelaraskan Sales Process dengan Buyer’s Journey pada Saas Industry?

Pouldian
Farmacare Crew
Published in
4 min readJul 27, 2022
source: https://i.pinimg.com/564x/31/ea/65/31ea656af1182f7e8a7471aba78f33d3.jpg

Apakah kamu pernah mencoba untuk mencari sesuatu yang sedang benar-benar kamu inginkan? Misalnya sebuah smartphone. Tentunya kamu pasti mempertimbangkan berbagai hal seperti kamera dengan resolusi tinggi, volume penyimpanan memori internal yang besar, atau RAM yang mampu mengakomodasi kebutuhanmu dalam mengoperasikan software hingga untuk bermain games. Kemudian kamu menghabiskan waktu berjam-jam browsing internet untuk mencari smartphone yang kamu inginkan tersebut, namun akhirnya menyerah karena terlalu banyak pilihan, dan tiba-tiba kamu dibanjiri oleh pesan spam bertubi-tubi tentang smartphone ideal yang ‘sesuai’ dengan kebutuhanmu. Pada akhirnya kamu frustasi dan malah memilih untuk menjauh dari sekian banyak pilihan yang hadir.

Dewasa ini kita masuk di era yang inklusif, borderless untuk arus informasi. Pemasar begitu masif melancarkan kampanye jualannya, dan hal tersebut bisa dengan cepat menimbun kampanye-kampanye kita yang sudah terlebih dahulu didengungkan. Cukup sulit untuk menjangkau leads/prospects yang hanya itu-itu saja, mengingat di setiap momen akan muncul kompetitor-kompetitor baru dengan segala ide segarnya yang turut berpartisipasi menyebarkan pesan penjualannya masing-masing. Penjualan tidak boleh hanya memanfaatkan pesan-pesan dari inbound marketing, tapi juga harus mampu menjangkau melalui outbound. Mengapa? Ketika kompetitor lain memberikan pesan-pesannya melalui media sosial, kita harus mengoptimalkan tim sales dengan memberikan one-to-one relationship dengan memerhatikan buyer’s journey.

Apa Itu Buyer’s Journey?

Buyer’s journey menguraikan semua interaksi leads/prospects, tentang bagaimana pandangan mereka terhadap value produk/software kita. Tujuannya agar kita memiliki informasi yang detail terkait alasan mengapa mereka memilih, menolak, hingga alasan kenapa mereka masih menggantung untuk dapat dikonversikan menjadi pelanggan dari layanan produk kita. Dengan informasi ini kita mampu menggali buyer’s persona, dimana buyer’s persona memiliki arti yaitu representasi dari customer ideal atau pun target utama dari layanan produk yang dapat kita optimalkan.

Secara umum kita dapat mengklasifikasikan leads/prospects dalam 3 tahapan:
Awareness Stage -> Consideration Stage -> Decision Stage
Perlu diperhatikan bagaimana tim sales melakukan tindakan pada tahap-tahap tersebut.

1. Awareness Stage
Tahap pertama adalah mengenalkan diri kepada leads tentang apa produk kita, dan bagaimana kita dapat membantu memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh mereka secara umum dengan singkat, padat, dan jelas. Jangan sampai bertele-tele karena akan membuat leads/prospects merasa terganggu.

Setelah itu sales harus memfokuskan untuk menggali kebutuhan leads/prospects. Tahap ini adalah untuk menempatkan empati, kepedulian sales terhadap kebutuhan dari leads/prospects. Titik beratkan pemahaman terhadap sales saat menghampiri leads/prospects bahwa kita hadir sebagai problem solver, bukan seorang pemaksa yang berorientasi hanya pada bagaimana produk kita bisa dibeli/dipakai leads/prospects.

Tahap ini akan melahirkan kesan yang membentuk persona, bukan hanya terhadap sales itu sendiri, tetapi kesan terhadap produk perusahaan di mata leads/prospects.

Setelah berhasil menggali, sales harus menyesuaikan pendekatan komunikasinya agar dapat nyaman diterima oleh leads/prospects untuk melakukan penjualan tahap awal.

2. Consideration Stage
Pada tahap ini perlu kejelian dalam memerhatikan leads/prospects. Akan ada banyak variasi, seperti respon yang stall (karena leads/prospects sedang sibuk), atau bahkan sangat dingin karena mereka telah menggunakan software dari perusahaan lain. Perhatikan bagaimana leads/prospects bertanya. Apakah leads/prospects secara aktif mencari solusi? Apakah mereka membandingkan pilihan? Di sini sales perlu memberikan pertanyaan yang memancing sebuah keterbukaan, seperti:

“Apa masalah yang anda temui dengan menggunakan software yang sekarang? Bagaimana software tersebut dapat memberikan solusi terhadap kebutuhan operasional sehari-hari?”

Perlu adanya evaluasi rutin di tahap ini agar tim sales dapat menemukan pola approaching yang efektif dan efisien dalam skema penjualannya.

3. Decision Stage
Akses informasi yang mudah membuat leads/prospects cenderung sudah terlebih dahulu memutuskan akan menggunakan software yang seperti apa guna memenuhi kebutuhannya, bahkan tanpa perlu berhubungan dengan tim sales. Pada satu sisi hal ini dapat memudahkan sales jika mereka langsung menghampiri dan memutuskan untuk memakai layanan dari produk kita. Tetapi bagaimana jika mereka malah memilih produk dari kompetitor? Hal ini akan menjadi tantangan yang cukup berat bagi sales.

Jika hal ini sudah terjadi, perlu adanya latihan khusus bagi sales agar menemukan pola approaching yang dapat menggugah pikiran leads/prospects. Sebagai contoh:

Sales bertemu seorang prospek yang menyampaikan bahwa ia sudah menggunakan software dengan fitur-fitur yang bisa mengakomodasi seluruh kebutuhan operasionalnya secara lengkap, sampai-sampai seluruh tampilan menu diisi dengan banyak icon yang menyulitkan penggunaan softwarenya. Sales bisa berinisiatif dengan memberikan pertanyaan seperti:

“Apakah anda sudah mempertimbangkan bahwa esensi utama dari software adalah untuk membantu operasional menjadi lebih cepat dan efisien? Dengan mengingat hal itu, apakah tampilan menu dengan icon dan window yang banyak ini tidak menyulitkan operasional?”

Jika berhasil, pertanyaan seperti ini bisa langsung memposisikan sales sebagai penasehat strategis di mata leads/prospects. Leads/prospects akan memunculkan sebuah pernyataan dan pertanyaan yang membuat sales memegang kendali. Perlu diperhatikan bahwa sales harus memiliki pemahaman penuh terkait product knowledge dari produk kita, dan mengetahui secara umum bagaimana produk-produk dari kompetitor, agar saat approach, sales dapat dengan jeli memerhatikan celah dari produk kompetitor dengan memberikan value unggulan yang dimiliki produk kita.

Jika pada tahap ini ternyata leads/prospects tetap bersikukuh tidak mau memilih layanan dari produk kita, sales dapat mencatat alasan mengapa software kita belum dapat mengakomodasi kebutuhan mereka. Feedback ini tentu akan sangat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan produk ke depannya.

Menyelaraskan sales process dengan buyer’s journey membantu sales untuk terhubung secara lebih baik dengan membangun hubungan saling percaya antara sales dengan leads/prospects. Untuk menciptakan one-to-one relationship yang baik merupakan sebuah proses panjang, bukan sesuatu yang dapat terjalin dalam satu kali perjumpaan. Perlu komitmen dari tim sales untuk mengupayakan ini, berikut kolaborasi dari tim product juga marketing guna menunjang hal-hal yang dapat mengakomodasi kebutuhan sales di lapangan.

Jika tim Sales dapat mencapai keselarasan di antara sales process dengan buyer’s journey, sales akan lebih memahami bagaimana leads/prospects membuat keputusan, dan akan dapat dengan cepat memutuskan apakah leads/prospects ini sesuai dengan buyer’s persona kita atau tidak, sehingga mereka tidak perlu membuang waktu bahkan budget yang berlebih pada target yang kurang tepat.

--

--