Hari Gizi Nasional 2021: Masalah Gizi di Indonesia

farming.up
Farming.up
Published in
4 min readJan 25, 2021

oleh Dinda Raraswati

Makanan bergizi (Sumber: tribunnews.com)

Hari Gizi dan Makanan Nasional 2021 diperingati pada hari ini (25/01). Nah sebenarnya gimana sih masalah gizi di Indonesia? Apakah status gizi anak-anak Indonesia sudah baik? Sekarang kita akan bahas lebih dalam lagi tentang masalah gizi yang dihadapi Indonesia.

Gizi merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) karena kecukupan gizi berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan kemampuan kerja individu [1]. Akan tetapi, Indonesia saat ini mengalami dua masalah gizi sekaligus, yaitu kekurangan gizi dan kelebihan gizi.

Kekurangan Gizi

Salah satu anak yang mengalami kekurangan gizi (Sumber: health.grid.id)

Terdapat beberapa masalah kekurangan gizi yang terjadi pada anak-anak umur balita di Indonesia, antara lain underweight (gizi kurang), stunting, dan wasting (kurus). Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang dialami dalam waktu cukup lama yang menyebabkan pertumbuhan badan anak terhambat sehingga tinggi badan anak lebih rendah daripada standar usianya. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2019, sebanyak 27,67% dan 16,29% balita Indonesia mengalami stunting dan underweight, sedangkan persentase balita yang mengalami wasting berada di angka 7,44%. Terdapat kesenjangan prevalensi stunting antar provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di Nusa Tenggara Timur (43,62%) dan jumlah kasus terendah di DKI Jakarta (24,1%) [2]. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan yang tidak merata pada tiap provinsi di Indonesia.

Kementerian Kesehatan telah berfokus pada peningkatan gizi masyarakat dan telah tercantum pada Rencana Strategis Kemenkes 2020–2024. Upaya pemerintah dapat terlihat pada penurunan prevalensi underweight, stunting, dan wasting sebesar 1,5%; 3,1%; dan 2,8% dibandingkan pada tahun 2018 [2]. Meskipun begitu, penurunan prevalensi tersebut masih jauh dari target [3]. Masalah status gizi [ada balita dipengaruhi faktor langsung berupa makanan anak dan penyakit infeksi serta faktor tidak langsung berupa sosial ekonomi dan terbaasnya pengetahuan keluarga tentang status gizi [1].

Kelebihan Gizi

Masalah kelebihan gizi juga tidak dapat terhindarkan di Indonesia. Pada tahun 2018, sebanyak 8,04% anak balita mengalami obesitas. Dalam kurun waktu 2013–2018, hanya terjadi penurunan 3,86% pada kasus obesitas [4]. Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya obesitas pada anak, yaitu penyimpangan pola makan dan kurangnya aktivitas fisik. Masalah obesitas telah menjadi masalah serius pada negara lain, khususnya negara maju seperti negara-negara di Eropa, Amerika, dan Australia. Masalah obesitas di Indonesia telah menjadi perhatian sejak akhir Orde Baru. Pada rentang tahun 1996–1997, 8,1% penduduk laki-laki dewasa mengalami overwheight (BMI 25–27) dan 6,8% mengalami obesitas. Sementara itu, 10,5% wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5% mengalami obesitas [3].

Apa solusi untuk masalah gizi di Indonesia?

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi di Indonesia dan tentu saja langkah-langkah ini dapat berhasil jika terdapat kerja sama dari berbagai pihak. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan.

1. Pendidikan Gizi Masyarakat

Pendidikan gizi masyarakat merupakan faktor penting dan perlu dipublikasikan secara luas. Masalah Pendidikan gizi harus mencakup beberapa aspek antara lain jenis pangan bergizi, cara pemasakan, cara penyimpanan, cara penyajian, dan faktor yang dapat mengurangi kadar gizi suatu makanan [5].

2. Pemerataan Distribusi Pangan

Masalah distribusi pangan merupakan faktor yang mempengaruhi keragaman pangan di berbagai daerah Indonesia sehingga diperlukan adanya sarana yang mendukung seperti sistem perdagangan dan transportasi [5].

3. Fortifikasi

Fortifikasi merupakan penambahan zat gizi pada makanan. Keuntungan dari fortifikasi adalag penambahan zat gizi tidak mengubah sifat dasar makanan seperti bau, rasa, maupun warna. Selain itu, fortifikasi dapat dilakukan pada makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas [5].

4. Promosi Makanan Bergizi secara Masif

Promosi gaya hidup sehat merupakan langkah penting dalam pemasaran. Masyarakat Indonesia harus mengubah mindset bahwa gaya hidup modern adalah gaya hidup sehat, termasuk sehat dalam makanan [5].

Nah selain langkah-langkah yang udah dijelaskan di atas, Kementerian Kesehatan juga fokus pada pemenuhan gizi anak pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode ini merupakan periode yang sensitif karena kurangnya gizi pada periode ini dapat menimbulkan masalah permanen. Dampak buruk jangka panjang yang ditimbulkan adalah menurunnya kekebalan tubuh, menurunnya kemampuan kognitif, dan resiko tinggi untuk munculnya berbagai penyakit. Topik nutrisi 1.000 HPK ini juga menjadi topik penting yang dibahas dalam perayaan Hari Gizi dan Makanan 2021 loh. Trus apa aja sih upaya yang udah dilakukan Kemenkes? Well, ada beberapa terobosan yang dilakukan Kemenkes saat ini, yaitu peningkatan sasaran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita kurus dan ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK), pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi seluruh ibu hamil, dan remaja [4].

Gimana nih, udah lebih tahu kan tentang masalah gizi di Indonesia? Nah jangan lupa ya untuk selalu makan makanan sehat dan bergizi. Daann jangan lupa juga untuk aware dengan lingkungan sekitarmu.

Referensi:

[1] Yuhansyah dan Mira. 2019. “GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI PADA ANAK BALITA DI UPT PUSKESMAS REMAJA KOTA SAMARINDA”. Borneo Nursing Journal, 1(1) : 76–83.

[2] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. “Studi Satatus Gizi Balita Terintegrasi Susenas 2019”. Raskerkenas.

[3] Fisipol UGM. 2019. “Masalah Gizi di Indonesia”. https://chub.fisipol.ugm.ac.id/2019/11/08/masalah-gizi-di-indonesia/

[4] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. “Kemenkes Tingkatkan Status Gizi Masyarakat”. https://www.kemkes.go.id/article/view/19081600004/kemenkes-tingkatkan-status-gizi-masyarakat.html

[5] Wigati, Tri Retno. 2009. “Fenomena Gizi Buruk pada Keluarga dengan Status Ekonomi Baik: Sebuah Studi tentang Negative Deviance di Indonesia”. The Indonesian Journal of Public Health, 5 : 3 : 8993

Sumber Gambar:

[1] https://kaltim.tribunnews.com/2019/01/25/hari-gizi-nasional-2019-ahli-gizi-ini-beberkan-kiat-hidup-sehat-ala-anak-kost

[2]https://health.grid.id/read/352229869/keterbatasan-masyarakat-di-masa-pandemi-covid-19-sebabkan-kuantititas-dan-kualitas-pangan-menurun-ini-strategi-yang-dilakukan-kemenkes?page=all

--

--