From UI/UX Freelancer to UI/UX Designer at a company — Part 1

yoki tyas riesmana
Fazzdesign
Published in
5 min readJul 17, 2021

Bekerja sebagai UI/UX Freelancer ataupun sebagai UI/UX designer di perusahaan sebenarnya hampir mirip. Ada yang pake istilah Freelance and Professional (working at a company).

Let’s Start

Ketika kita kerja sebagai UI/UX Freelancer untuk project base, secara ga langsung rangkap jabatan kita adalah:
• Project Manager
• Creative Director
• UI and UX Designer
• Researcher
• QA
• Finance Manager

Yes, kita pretty much doing everything.. mulai dari memastikan brief project apa sudah cukup jelas, mengatur project timeline, memberi masukan untuk client, riset, eksekusi desain, nyiapin proses handover ke developer, dan mengatur semua invoice.

Tapi semua itu adalah UI/UX Freelancer yang sudah level profesional. Biasanya di awal karir freelance, ga semua designer mau melakukan itu.. yang terjadi freelancer pemula akan overwhelming dengan timeline yang berantakan, revisi tak berujung, dan akibatnya low payment plus burned out alias stress.. but that’s okay, it’s a process :)

Dengan murahnya dan mudahnya fasilitas untuk menjadi freelance designer saat ini (Figma, XD, Jaringan Internet, laptop murah), semakin banyak pula shots (red: karya desain yang di upload) di Dribbble. Yes bikin portfolio di Dribbble adalah salah satu cara awal untuk memulai karir sebegai freelance, harapannya more shots = more viewers = more inquiries.. Aamiin.

Kita lihat banyak shots yang mirip, tema sama, color theme mirip, tapi sedikit yang menawarkan konsep atau ide baru yang matching dengan technology dan current real apps.

Selain membangun portfolio di Dribbble, kita juga bisa mulai project skala kecil berupa contest, challenge, project bidding, via platform crowdsourcing seperti 99Designs, Topcoder, Upwork, Fiverr, dll. Crowdsourcing platform sangat bagus untuk melatih kita bekerja project base, disini kita sudah diberi brief atau spec requirement, design references, brand guideline, tinggal seberapa giat kita memastikan semua itu sudah cukup jelas buat kita untuk mulai bekerja.

What’s Next?

“Ok, aku udah lama jadi freelancer, menang banyak, shots banyak, like banyak, follower di sosmed buanyak... aku confidence bakal lancar jaya kalo kerja join company or startup” 😄 😄

… After weeks joined the company…

😢 “Duh banyak meeting.. ga ada wireframe.. brief nya ga jelas..”
😢 “autolayout? constraints? components? design styles?.. apa2an itu bikin ribet aja”
😢 “Enakan jadi freelancer, kerjaannya gampang banget.. asal visual bagus, beres deh”

😄 😄
“Kamu jadi freelancer biasanya gimana proses kerjanya?”

Hmm.. keluhan diatas memang biasa kita dengar, artinya kita belum memaksimalkan peluang kerja freelance untuk project base dengan proses design yang lebih profesional. Masih banyak ruang untuk improvement.

What‘s going on?

Company atau startup ada macam-macam ukurannya, kecil, sedang, besar, begitu juga team atau manpower nya. Jangan pernah berekspetasi berada di company yg ideal.. apa-apa sudah tersedia, semua sudah lancar systemnya. Kita bakal sering berada di situasi ga ideal, brief ga lengkap, rangkap jabatan jadi desain grafis, ui, ux, qa, sering lembur, dll.

Kebanyakan di sebuah company punya setidaknya dedicated Project Manager atau CEO nya sendiri yang merangkap PM :) Kamu bisa posisikan stakeholder mu (bisa CEO, PM, atau lainnya) sebagai “Client”.

Ingat, kita bekerja dalam “Product Base” bukan lagi project base.. apa artinya? Goal kita bukan lagi “Cepet selesai, cepet bayaran”, tapi bagaimana kita bisa bikin desain untuk produk secara “bagus” dan “cepat”. Kita harus numbuhin “Sense of belonging” atau “Ownership” ke produk yang lagi kita buat, kita anggap itu anak kita sendiri :))

Terus apa maksudnya bikin produk secara “Bagus”? apa harus desain yang ideal gitu? apa harus Dribbble-able? harus lewat research, testing, dll gitu? Nope!

Kita ga perlu “re-invent the wheel”, tapi kita perlu terapin best practice design untuk build minimum features atau fungsi utama produk kita.

Sama dengan design process di freelance designer, kita jangan langsung buka laptop dan langsung desain. Pahami brief nya, pahami produk, target user, product competitor, dan yang terkahir… pahami team kita.

Tanya ke team kita, apa desain ini mudah di develop, apa desain ini cepat untuk di iterasi, dll.. intinya kita ga kerja sendirian.

Hasil desain kita akan digunakan oleh orang lain baik designer ataupun developer.. so.. jangan “nyampah”! Desain kita yang berantakan pastinya bakal bikin susah dunia-akhirat untuk team kita yang akan pake desain kita, terutama kalo desain kita diterusin oleh designer lain.

Terus apa maksudnya bikin produk secara “Cepat”?
“Speed is the key”, terutama di dunia startup.

“Kenapa sih harus selesai cepet-cepet?.. kan Aku butuh work life balance.. ngapain lembur?” 😄 😄

Ini yang terjadi kalo kerja kita lambat:
• Produk ga bisa direlease
• Ga dapat user
• Ga bisa iterasi produk, ga ngerti bagian produk kita yang mana yang failed.
• More Cost (bayar karyawan, operational cost, dll)
• Di tagih investor
• Di salip competitor
• Ga ada revenue
• Dst.

What can you prepare?

Ada banyak hal yang bisa disiapkan atau di improve mulai dari habit kita, attitude, sampai ke hal yang bersifat teknikal sekalipun.

HABIT & ATTITUDE

Tingkatkan komunikasi
Kita kerja sebagai team, kalo ada yang kurang jelas.. Tanya (gratis, ga ribet)! Tanyalah dengan sopan untuk bikin suasana kerja kondusif.

Pro-active
Ga peduli kita extrovert, introvert atau ultra introvert sekaligus, sampaikan ide dan concernmu, inisiatif untuk riset kecil-kecilan, and ask questions.

Keep learning
Banyak hal-hal baru yang perlu kita pelajari.. mulai dari terminology baru yang related dengan produk kita, tools baru, framework baru, sampai belajar cara kerja company atau startup, jangan nunggu disuapin.. cari di google banyak.

Skill up
Tool Designs aja banyak yang update, masak kita engga. Goalnya adalah cari cara gimana kita bisa kerja tepat dan cepat (will explain this in another time)

Be humble
Seberapa jago nya kita, this is not one-man show. Kita butuh belajar dari orang lain, kita pasti butuh bantuan dari orang lain.

TECHNICAL

Read
Iyes, baca brief dan semua document yang berhubungan dengan produk atau task kita.

Research
Selalu lakukan research, baik research produk kompetitor sampai cari kelebihan dan kekurangan flow atau function yang sudah ada.

unsplash.com

Record
Jangan malas untuk dokumentasikan hasil-hasil meeting, mulai dengan note simple, screenshot, sampe rekam setiap meeting. Kita bisa cek ulang dokumentasi yang ada kalo kita merasa bingung, lupa, atau ragu-ragu dalam mengerjakan task.

Ticket or Task Check
Di company terbiasa menggunakan task management seperti JIRA, Asana, Trello, dll. Pastikan cek tiap task yang diassign ke kita, perhatikan deadline, attachement, jangan malas untuk bertanya, atau kalo memang deadline nya ga memungkinkan, kita bisa informasikan ke atasan atau si assigner task.

That’s it for now.. I will continue this small article later.
Mudah2an bisa jadi ceplesan batin bagi diri kita yang masih malas, banyak alasan, suka ngeluh :)

--

--

yoki tyas riesmana
Fazzdesign

Founder Sub1 Design Studio • UI/UX Designer and Consultant • Gamer