Infernal Affairs

Kisah Superhero (yang gagal) dari Hongkong

Sambodo Sondang
filmkardus
7 min readMay 10, 2016

--

Sembari Menunggu Kelanjutan Kisah-kisah Superhero Marvel dan DC

Kisah perseteruan abadi kejahatan dan kebaikan akhir-akhir ini rutin mengisi layar-layar bioskop baik tanah air maupun dunia. Fenomena ini tidak lain adalah karena booming superhero yang di motori oleh duo produsen cerita superhero asal Amerika Serikat, Marvel dan DC. Kehadiran superhero Marvel dan DC bisa dibilang menghidupkan kembali animo masyarakat untuk nonton film di bioskop.

Ketertarikan masyarakat pada kisah-kisah superhero milik Marvel dan DC yang segar akhir-akhir ini ternyata juga membawa penyegaran bagi sineas lokal. Ada Apa Dengan Cinta 2 yang merupakan kelanjutan dari Ada Apa Dengan Cinta, mendapat respon positif dari masyarakat. Di hari pertama, tiket Ada Apa Dengan Cinta 2 di bioskop XXI Yogyakarta langsung sold out.

Langkah kedua kubu superhero ini memang masif. Diawali dengan pra-promosi yang gencar di dunia maya, berlanjut trailer-trailer ciamik di situs youtube, lantas diakhiri dengan pemutaran perdana serentak di bioskop-bioskop se-dunia.

Kisah-kisah superhero Marvel dan DC segar dan ringan. Film-film milik superhero Iron Man, Batman, Captain America, Thor, Ant Man, atau Deadpool sangat mudah dicerna dan dipahami.

Kisah-kisah superhero tersebut selalu diawali oleh ‘keusilan’ tokoh jahat. Misalnya tokoh jahat Joker dalam film Batman: The Dark Knight yang dengan ‘elegan’ mengacak-acak kota Gotham, atau Ajax yang menyiksa Deadpool secara keji.

Superhero-superhero Marvel dan DC digambarkan memerangi ‘keusilan’ yang dilakukan oleh penjahat-penjahat yang kemudian mereka hadapi. ‘Keusilan’ tokoh-tokoh jahat tersebut selalu bisa diresolusi oleh superhero-superhero Marvel dan DC.

‘Keusilan-keusilan’ tersebut adalah kunci mengapa superhero-superhero Marvel dan DC ada dan dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat dari ending film yang selalu menampilkan superhero-superhero Marvel dan DC sebagai pemenang. Tak terkecuali Batman dalam Batman: The Dark Knight. Walaupun Batman: The Dark Knight memiliki Joker yang bisa dibilang membuat jalannya pertarungan kejahatan dan kebaikan menjadi luar biasa alot, tetap saja Batman keluar sebagai pemenang di akhir kisah. Sekalipun di sisi lain Batman juga mengalami ‘sedikit kekalahan’ di ending. Konflik-konflik yang diangkat Marvel dan DC dalam menggarap superheronya bisa dibilang sederhana dan kurang lebih serupa.

Berbicara mengenai konflik yang lebih kompleks dan memberikan sedikit ruang bagi penonton untuk berkontemplasi, layaknya konflik Joker-Batman, atau perseteruan Team Cap dan Team Iron Man dalam Captain America: Civil War yang sedang tayang di bioskop, sineas Hongkong ternyata memiliki sebuah film lawas yang juga mengusung kisah pertarungan kebaikan melawan kejahatan yang layak menjadi time killer, atau selingan, sembari menunggu sekuel lanjutan dari kisah-kisah superhero Marvel dan DC. Film yang dimaksud adalah Infernal Affairs, film yang mengisahkan pertarungan antara kubu hero yang diwakili Polisi Hongkong dan kubu villain yang diwakili Triad atau Mafia Hongkong .

Salah satu poster film Infernal Affairs

Infernal Affairs, yang berjudul asli Mou gaan dou, merupakan film yang diproduksi di tahun 2002 oleh duo produsen industri film Hongkong, Media Asia Films dan Basic Pictures. Film ini disutradarai oleh Wai-Keung Lau (Andrew Lau), dan Alan Mak. Sedangkan screenplay-nya ditulis oleh Alan Mak, dan Felix Chong.

Aktor-aktor dalam film ini merupakan aktor-aktor brilian yang merajai dunia perfilman Hongkong. Andy Lau berperan sebagai Inspector Lau, anggota triad yang menyamar sebagai polisi. Sementara Tony Leung memerankan undercover cop yang menyusup ke dalam Triad, Chen Wing Yan. Film ini juga semakin menarik dengan hadirnya dua pemeran pendukung yang merupakan aktor kawakan Hongkong, yakni Anthony Wong yang berperan sebagai Detektif Wong dan Eric Tsang yang berperan sebagai bos triad Hon Sam.

Salah satu hal yang membuat Infernal Affairs menjadi sangat menarik adalah konflik batin yang dialami dua agen rahasia tersebut. Di saat masing-masing agen rahasia sudah menempati posisi penting di kubu musuhnya, identitas asli mereka justru tergoyahkan. Inspektur Lau dan Chen Wing Yan seolah kehilangan identitas asli mereka justru disaat misi penyusupan mereka mencapai titik sukses. Inspektur Lau mulai berharap sepenuhnya menjadi polisi akibat karir polisinya yang terus menanjak, sementara Chen Wing Yan khawatir dirinya akan berubah sepenuhnya menjadi salah satu underboss Hon Sam bila dirinya terus-terusan berada di triad.

Sandiwara yang selama bertahun-tahun dimainkan sepenuh hati dan didasari kesetiaan pada atasan lambat laun menggerogoti jati diri mereka.

Chen Wing Yang, si undercover cop yang manusiawi, diperankan Tony Leung

Konflik yang dihadirkan dalam Infernal Affairs tidak bisa dengan mudah dikategorikan sebagai pertarungan antara si baik dan si jahat saja. Kegamangan identitas yang kemudian dialami oleh dua agen rahasia tersebut justru mendapat porsi lebih dalam film ini

Konflik diawali ketika masing-masing dari Detektif Wong dan Hon Sam menyadari, ada penyusup di masing-masing kubu. Saat kubu polisi Hongkong mencoba menangkap basah triad yang sedang bertransaksi kokain, Inspektur Lau yang sejatinya adalah mata-mata triad namun ikut ambil bagian dalam operasi Detektif Wong, membocorkan adanya operasi rahasia Detektif Wong pada Hon Sam, serta menyuruh Hon Sam agar segera mengganti frekuensi seluler yang dipakainya ketika berkomunikasi dengan anak buahnya, sebab Detektif Wong telah menyadap frekuensi seluler yang mereka gunakan berkat informasi yang ia dapat dari agen rahasianya, Chen Wing Yan.

Andy Lau yang memerankan Lau Kin Ming, si triad berkedok polisi, membuktikan kualitas aktingnya di film ini

Mengetahui bahwa frekuensi selluler yang digunakan oleh triad telah diganti, Chen Wing Yan, si undercover cop yang berkedok salah satu orang kepercayaan Hon Sam, kembali membocorkan frekuensi seluler yang dipakai triad. Lantas Hon Sam memutuskan untuk tetap melakukan transaksi, namun tujuannya bukan lagi untuk bertransaksi kokain, melainkan membuktikan dugaan adanya pengkhianat dalam tubuh triad.

Dan benar saja, ketika transaksi hampir saja terjadi, Inspektur Lau mengirimkan pesan pada Hon Sam, agar menghilangkan barang bukti dengan menceburkannya ke laut. Mendengar anak buah Hon Sam yang bergegas menghilangkan barang bukti seolah mereka baru saja mengetahui keberadaan polisi, Detektif Wong jengkel bukan kepalang, dan segera menyadari bahwa di timnya terdapat mata-mata triad.

Aktor kawakan asal Hongkong, Anthony Wong, memerankan Detektif Wong.

Ketegangan semakin memuncak sesaat setelah kematian Detektif Wong; yang dengan cerdik berperan di dalamnya adalah sang agen triad, Inspektur Lau. Dengan tewasnya Detektif Wong, Chen Wing Yan merasa dirinya akan sepenuhnya menjadi triad, sebab yang mengetahui identitas aslinya cuma Detektif Wong.

Alur cerita kembali di-twist ketika kemenangan yang didapat Inspektur Lau justru membuatnya merasa gundah-gulana. Di sisi lain, Kematian Detektif Wong justru akan mempersulit keinginannya menjadi polisi sungguhan, sebab Hon Sam kini sudah tak punya musuh yang seimbang, dan triad sepenuhnya bisa berkuasa di Hongkong.

Dan dengan sangat tidak terduga, Inspektur Lau justru berbalik menjebak sang bos Hon Sam, dan membunuhnya.

Konflik mencapai klimaksnya ketika kedua agen rahasia kemudian mengetahui kedok masing-masing oleh sebuah event yang tidak terduga.

Hon Sam yang diperankan Eric Tsang, si bos triad yang kocak namun juga teramat cerdik.

Ketika film dimulai muncul satu kutipan yang diambil dari ajaran Budha; kurang lebih berbunyi “beberapa orang dengan dosa sedemikian rupa akan terjebak di Avichi Hell atau neraka abadi. Siapa dalam film ini yang digolongkan sebagai ‘orang-orang dengan dosa sedemikian rupa’ mungkin digambarkan dalam sosok Inspektur Lau. Ironisnya, justru Inspektur Lau lah yang berhasil membunuh Hon Sam, bukan si undercover cop Chen Wing Yan. Dan kebenaran tersebut ibarat dua sisi uang logam, baik sekaligus buruk. Nampaknya, penonton diarahkan untuk lebih fokus mendalami pergolakan identitas yang dialami oleh kedua agen rahasia tersebut daripada sekedar mempertimbangkan siapa tokoh baik dan siapa tokoh jahat. Penonton diajak untuk menyelami motivasi masing-masing tokoh dalam bertindak.

Sekalipun bergenre crime atau thriller, film ini justru menggambarkan kompleksitas emosi tokoh-tokoh di dalamnya yang jarang terlihat dalam film-film bergenre sejenis. Infernal Affairs provokatif dan kontemplatif, penonton diajak untuk mempertanyakan identitas diri mereka sendiri, dan apa artinya identitas itu bagi mereka. Mungkin Infernal Affairs lebih mendekati gaya crime ala The Godfather, Heat, Donnie Brasco-nya duet maut aktor fenomenal lintas generasi, Johny Depp-Al Pacino, atau beberapa film crime/thriller lain yang lebih menonjolkan sisi sentimentil daripada sisi maskulin.

Dari satu sisi, terlihat bahwa Infernal Affairs adalah film yang powerful secara emosional, serta intense layaknya film thriller. ‘Keusilan-keusilan’ yang biasanya dijelaskan dengan gamblang dalam film-film superhero tidak muncul di Infernal Affairs. Malahan, penonton cenderung dibiarkan untuk memilih sendiri siapa ‘si usil’ dalam film ini. Apakah Inspektur Lau si triad yang mati-matian menjadi polisi sungguhan, Chen Wing Yan sang undercover cop yang justru terjebak jalan buntu dalam mengembalikan identitas dirinya, atau malah atasan keduanya: Hon Sam dan Detektif Wong.

Sama halnya ketika harus menentukan siapa superhero dalam film ini, Bagaimana bisa Chen Wing Yan dikategorikan sebagai superhero bila ia sendiri justru menemui jalan buntu ketika akan mengembalikan identitas aslinya? Apakahkebaikan’ yang dilakukan Inspektur Lau bisa menghasilkan identitas yang ia inginkan? Semua pertanyaan itu seolah tidak terjawab hingga film berakhir, dan tenggelam oleh rumit, elegan, serta kena-nya Infernal Affairs.

Infernal Affairs, ibarat pecahan mangkok ayam jago buatan vendor MSG kawakan; Sasa; yang ditaburi pergolakan identitas

Film yang sekilas bercita rasa gangster ini memang kurang menekankan sisi action-nya, namun mampu mengacak-acak psikologi penonton. Penonton tidak dibantu untuk melakukan judgement dalam bentuk apapun; penonton dibiarkan begitu saja agar bisa merasakan sendiri ruwetnya konflik identitas yang dialami oleh Inspektur Lau dan Chen Wing Yan. Dan apabila penonton masih berkeinginan menentukan siapa superhero atau penjahat dalam film ini, selanjutnya penonton akan terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan bergaya eksistensialis, semisal: “Apa artinya menjadi superhero? Apa kriteria mutlak sebuah kejahatan?”

Inspektur Lau : Do all undercover cops like rooftops?

Chen Wing Yan: Unlike you, I’m not afraid of light.

Ps: Akibat fenomenalnya Infernal Affairs, sekuel tambahan, yakni Infernal Affairs II dan III kemudian dibuat. Sementara Martin Scoresse, salah satu sutradara dengan karir gilang-gemilang di Hollywood, juga terusik dengan kegemilangan Infernal Affairs. Ia kemudian mengadaptasi Infernal Affairs. Hebatnya, film adaptasi Scoresse yang diberi judul ‘The Departed’ ini berhasil menyabet 4 penghargaan Oscar sekaligus, termasuk kategori Best Picture.

--

--