Suicide Squad

dan Kematian Joker di tangan Jared Leto

Sambodo Sondang
filmkardus

--

Suicide Squad — film bergenre hero-superhero sedang tayang di bioskop. Menariknya, film ini sudah sejak beberapa tahun lalu menggelayuti kepala moviemania. Ketika pertama kali mengetahui bahwa tokoh Joker milik DC yang karismatik itu, akan kembali muncul di layar lebar — bahkan ditemani sekumpulan tokoh jahat milik DC lainya dalam sebuah film — Suicide Squad — banyak orang begitu antusias (termasuk saya). Sosmed kebanjiran berita munculnya ‘Joker baru’ — yang akan diperankan Jared Leto.

Jared Leto sendiri, memang populer. Selain seorang aktor peraih oscar, dirinya juga seorang vokalis band terkenal, 30 Seconds to Mars. Anak muda seumuran saya tentu hampir dipastikan familiar dengan seorang Jared Leto.

Sayangnya, kombinasi reputasi Jared Leto dan reputasi sosok Joker — yang sebelumnya diperankan oleh, ah anda tahu — berakhir dengan….ah.. anda tahu yang (akan) anda saksikan.

Ada baiknya memang, sedikit memaklumi, bahwa kegagalan mempertahankan sebuah reputasi adalah hal yang manusiawi.

Kegagalan menghadirkan sosok Joker sebagai tawaran menarik

Mengapa? Tentu saja karena “standar”. Dalam hal ini mungkin sosok Joker yang disajikan Suicide Squad menjadi luar biasa dangkal dan menjadi tokoh ‘heroik pasaran’ — yang dengan mudah bisa melakukan sesuatu, yang dengan mudah bisa menemukan sesuatu, atau mereka yang ‘bertarung’ dengan keyakinan ‘buta’ serta selalu lupa caranya ‘merasakan sesuatu’.

Tak ngeh mengapa ada percintaan di antara keduanya (Harley Quinn dan Joker) — maksud saya mengapa percintaan keduanya hadir dengan sebegitu…ah sudahlah. Maksud saya, Joker di Suicide Squad lebih nampak seperti seorang Germo Glamor yang luar biasa berlebihan, bahkan untuk sekedar menggerakkan lidahnya* ia nampak… ahh.. sudahlah.

Tak salahke screenplaymu Red — Jared — kwe tep aktor sangar.

Maksud saya: Heath Ledger — lagi-lagi orang ini, with all due respect — Joker yang ia mainkan bahkan tak perlu ‘menuturkan’ bahwa dirinya seorang penjahat agar semua orang tahu ia ‘jahat’. Tokoh dan penokohannya dibangun dengan (dialog dan adegan) kuat. Joker Ledger hadir sebagai tokoh yang gila secara manusiawi, atau manusia dengan ‘motivasi’ super menonjol (dan bukan kekuatan fisiknya semata/doang) atau apalah, wateper, pkoe you know Joker Ledger lah.

Ingat adegan ini? Why sooooo serious?

Kontras dengan Joker Jared Leto yang dengan enteng memainkan adegan-adegan ‘penutur’ bahwa dirinya adalah seorang penjahat. Seperti dalam adegan ‘ah’ nya sesaat sebelum nyemplung chemical opo kae untuk menyelamatkan Harley Quinn (a romantic bad boy — cocok untuk korean movies, lol).

Banyaknya pisau bukan jaminan, nak. But, nevermind.

Bentuk (fisik), selalu (berakhir) sebagai bumbu

Oke — dengan tampilan semacam itu — kita akan melihat Joker baru — atraktif — stylish — aerodinamis — kekinian (karena tato) — bla bla bla — .

Mungkin ini adalah salah Suicide Squad, sebuah ide yang fisiknya sudah ada, namun belum siap secara mental — ibarat petarung heroik yang akan bertarung di medan laga — fisik doang otaknya gak tahu kemana (maksud saya motivasi si tokoh).

Sedih memang (bagi anda yang ngefans Joker Ledger) bila mengingat-ingat isi screenplay,penokohan, serta hasil film Suicide Squad secara keseluruhan. Tak ada lagi pening yang luar biasa di kepala, seperti seusai menonton The Dark Knight. Oke, ini film yang berbeda cerita, berbeda motivasi dan (mungkin) tujuan. Oh beda juga tujuan hadirnya sosok Joker.

Tapi paling tidak kan, Joker, (harusnya) bisa bikin kepala penonton… ah sudahlah.

#RIP

*Heath Ledger selalu membasahi mulutnya dengan juluran lidah — saya tak terkesan dengan juluran lidahnya — saya lebih terkesan dengan ‘efek’ yang dihasilkan sosok Joker setiap kali ia muncul di adegan The Dark Knight.

--

--